6

266 67 9
                                    

"Kita akan tinggal di sini berapa lama?" tanya Jay yang sedang berjalan mengelilingi rumah untuk kesekian kalinya. Kali ini penampilannya lebih rapi dan bersih dari sebelumnya, rambutnya juga menjadi sedikit lebih tertata, tidak berantakan.

"Selamanya," balas Isabella yang sedang duduk manis di atas sofa berwarna emas dengan televisi di hadapannya yang memutar acara berita sore yang mengabarkan kalau Putri Kerajaan Belamour dinyatakan hilang.

Langkah pemuda itu terhenti. "Maksudmu?! Kau sudah gila? Sebenarnya apa tujuanmu mengasingkan diri dan memalsukan kematianmu? Aku benar-benar tidak mengerti," gerutunya. Baginya semua hal yang dilakukan dan dikatakan oleh Isabella tidak ada yang masuk akal.

"Kau ingin tahu?" tanya Isabella.

Jay berjalan mendekati perempuan itu lalu duduk di sebelahnya. Ia mengangguk. "Iya," jawabnya.

"Pangeran Ethan bukan tipeku, dan aku tidak mau menerima lamarannya," jawab Isabella dengan berbisik tepat di telinga si pemuda.

Benarkah alasannya seperti itu? Hanya karena Pangeran Ethan tidak memenuhi tipe idealnya perempuan itu sampai pergi meninggalkan istana dan memilih untuk tinggal bersama seorang pemuda tidak dikenal?

"Kau pasti berbohong," tuduh Jay.

Saat itu juga senyum tanpa dosa mengembang di wajah Isabella. "Sepertinya aku tidak pandai berbohong ya ...."

Pemuda itu hanya bisa menghela napas. Jujur dari hatinya yang terdalam, ia tidak pernah menyangka kalau seorang Putri Isabella bisa bertingkah konyol seperti ini. Ia pikir Isabella memiliki sifat yang tenang dan berwibawa. Tapi setelah berinteraksi dengannya selama beberapa jam, ia memilih untuk membuang pemikiran itu jauh-jauh.

"Iya, kau tidak pandai berbohong. Cepat katakan alasan sebenarnya," pinta Jay.

"Bagaimana kalau aku tidak mau memberi tahu alasannya?" tanya perempuan itu.

"Aku akan pergi dari sini."

"Tapi kau tidak bisa pergi dari sini. Apa kau tidak ingat pedang yang hampir menusuk lehermu tadi?" Kali ini Isabella tersenyum bangga mengetahui dirinya menang dalam perlombaan debat mendadak ini.

"Ah, sudah lah aku mau makan." Jay sudah pasrah, lebih baik ia mengisi perutnya dengan beberapa potong roti dan segelas teh hangat.

"Lagi? Bukankah kau baru saja minum susu?" tanya Isabella.

Dengan mulut yang penuh dengan roti, Jay menjawab pertanyaan Isabella. "Roti itu makanan, susu itu minuman. Jelas berbeda."

"Hei! Jangan berbicara saat mulutmu penuh!" tegur perempuan itu. Mau bagaimanapun ia adalah seorang putri, tata krama keluarga kerajaan sudah sangat melekat dalam dirinya.

Lantas pemuda itu menutup mulutnya rapat-rapat, telapak tangannya juga menutupi mulutnya. Begitu mulutnya kosong barulah ia berbicara kembali.

"Kau tidak makan? Aku belum melihat kau mengunyah apapun sedari tadi."

"Aku sudah minum teh tawar tadi."

"Otakmu sepertinya bermasalah," ejek pemuda itu tanpa mempedulikan perempuan di sampingnya yang sudah menunjukkan ekspresi kesalnya. "Apa kau tidak bisa membedakan mana makanan dan mana minuman?" tanyanya.

Aneh sekali, bagaimana bisa perempuan itu merasa kenyang hanya dengan meminum segelas teh tawar? Pemuda itu sendiri tidak yakin bisa menahan laparnya walaupun sudah meminum seember teh.

Perempuan itu mengerucutkan bibirnya, ia merasa tersinggung. "Tentu saja aku tahu," dengusnya. "Lagi pula aku sudah kenyang," lanjutnya lagi. Isabella beranjak dari sofanya lalu berjalan menuju tangga.

"Kau mau ke mana?" tanya pemuda itu.

"Mencari angin," jawabnya singkat lalu pergi meninggalkan Jay sendirian di lantai bawah. Entah kemana perempuan itu pergi Jay tidak terlalu peduli. Matanya terfokus kepada televisi yang masih saja gempar karena berita sang putri yang hilang.

Bahkan ketika ia mengganti saluran lain, tetap saja saluran itu menayangkan hal yang sama. Keadaan kota yang ricuh karena seluruh prajurit kerajaan turun untuk mencari Putri Isabella terpampang jelas di benda persegi panjang yang menyala itu.

Sontak pemuda itu beranjak dari sofa. Bagaimana kalau ternyata beberapa prajurit sudah menemukan rumah ini dan menemukan Isabella? Ini akan menjadi masalah besar untuknya.

Dengan perasaan cemas ia menaiki setiap anak tangga dan berlari keluar rumah. Tidak ada sosok perempuan itu tertangkap di matanya. Ia berjalan menjauh dari rumah putih tempat ia tinggal sekarang.

"Tuan Put—Isabella!" serunya dengan kedua tangan di dekatkan ke mulutnya. Matanya terus melirik ke semua arah hutan. Setelah beberapa langkah ia melihat perempuan itu berjalan ke arahnya. Saat itu juga ia mempercepat langkahnya mendekati Isabella.

"Ada apa ini? Kau membuatku takut," gerutu Isabella. Beberapa saat sebelumnya ia pikir para prajurit sudah mengetahui keberadaannya.

Wajah Jay menjadi datar seketika, seperti ada setrika panas yang membuat wajahnya menjadi kaku tanpa ekspresi. "Tidak, aku hanya khawatir kau tersesat di hutan ini," ucapnya.

"Hoo ... benarkah? Hatiku merasa sangat tersentuh sekarang," balas Isabella dengan nada mengejek. "Ya sudah, ayo kita kembali ke rumah." Perempuan itu berjalan mendahului Jay. Ia berjalan dengan dagu yang terangkat dan postur tubuh yang tegap, benar-benar menggambarkan cara berjalan seorang putri.

"Kau tidak ingin bertanya aku habis dari mana?" tanya Isabella di tengah perjalanan.

"Tidak." Satu kata tegas keluar dari mulut Jay.

Walaupun pemuda itu menolak untuk bertanya, ia akan tetap menceritakannya. "Aku baru saja menghampiri kandang kuda yang sengaja aku sediakan. Walaupun kuda ini sedikit berbeda dengan kuda kesayanganku, tapi aku tetap menyukainya. Kita hanya butuh sedikit waktu untuk pendekatan dan kita akan menjadi sahabat!" tutur Isabella penuh semangat.

"Hm, bagus kalau begitu," balas Jay. Ia tidak tertarik dengan topik tentang kuda ini. Lebih tepatnya ia tidak tertarik untuk berbincang dengan perempuan yang berjalan di depannya saat ini.

"Kenapa kau terlihat sangat lesu? Apakah energimu dihisap oleh mahkluk halus di sini?"

"Hei! Jangan berbicara tentang itu, aku benci mendengarnya!" protes Jay. Ia benci mengakui ini tapi ia tidak suka dengan hal-hal berbau mistis. Dan sekarang Isabella sudah membuatnya merinding karena keadaan hutan yang mulai gelap.

Senyum Isabella merekah saat itu juga. "Ternyata kau penakut. Baiklah aku tidak akan membicarakan hal itu lagi." Mereka berdua pun berhenti berbincang sampai mereka menginjakkan kaki di rumah putih tempat mereka tinggal.

《《《 》》》

《《《 》》》

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Noh AOn viuen les histories. Descobreix ara