12

221 59 0
                                    

"Jay! Ayo bangun!"

Pemuda yang masih berada di alam mimpi itu bisa merasakan sesuatu yang menghantam wajahnya berkali-kali membuatnya terpaksa membuka matanya untuk melihat benda apa itu.

Wajah seorang perempuan menyambutnya begitu matanya terbuka. "Isabella ... aku tidak ingin melakukan apa-apa hari ini," ujarnya lesu lalu menarik selimutnya lebih tinggi dari sebelumnya.

"Ah jangan menjadi pemalas seperti itu, ayo kita belajar memanah," ajak perempuan itu sambil menarik selimut Jay.

"Aku hidup bersamamu bukan untuk menjadi prajurit, sudah lakukan aktivitasmu sendiri tanpa menggangguku."

Isabella hanya terdiam memandangi pemuda yang terbaring di ranjang kamar dan berusaha untuk kembali ke alam mimpi. Ketika pemuda itu memejamkan matanya entah kenapa terlihat lebih damai dibandingkan saat pemuda itu terbangun.

Perempuan itu lantas menekuk lututnya dan duduk tepat di samping ranjang tempat Jay tertidur. Ia menumpukan dagunya di atas kasur. Saat ini wajahnya dan wajah pemuda itu menjadi dekat, sangat dekat.

Ada satu hal yang perempuan itu sadari saat melihat wajah Jay. Di bibir bagian bawah lelaki itu terdapat garis di tengahnya bagaikan bekas luka. Tanpa sadar jari jemarinya bergerak mendekati bibir pemuda itu dan menyentuhnya.

Menyadari ada yang menyentuh bibirnya membuat Jay terbangun dan bergerak mundur menjauh dari Isabella. "Kau ini kenapa sih? Aku muak tinggal dengan perempuan aneh sepertimu!" bentak pemuda itu lalu berjalan keluar meninggalkan Isabella yang masih terdiam karena jeritan pemuda itu.

Seketika Isabella tenggelam dalam lamunannya. Apakah pemuda itu benar-benar sudah muak tinggal bersamanya? Apakah pemuda itu pada akhirnya akan meninggalkannya sendirian di gunung ini? Ia masih ingin bersama dengannya untuk beberapa waktu kedepan.

Perempuan itu berdiri dan berjalan menghampiri Jay yang sedang terbaring di sofa. Kali ini ia tidak akan menempatkan dirinya terlalu dekat dengan pemuda itu, khawatir dia akan meneriakinya lagi.

"Jay ... aku minta maaf. Aku tidak akan mengganggumu lagi, tolong jangan pergi," lirih Isabella dengan wajah sendu. Ia pun berbalik dan berjalan menuju kamarnya dengan langkah yang terseret.

Setelah suara pintu kamarnya yang tertutup terdengar di indra pendengaran Jay, pemuda itu memukul kepalanya. "Kenapa kau tidak bisa bersikap baik sekali saja?" ujarnya kepada dirinya sendiri.

Padahal di hatinya yang terdalam ia tidak ingin bersikap dingin dan ketus kepada Isabella, tapi setiap pemuda itu merasa risih atau terganggu karena perilaku Isabella, sikap menyebalkan itu muncul dengan sendirinya dan membuat perempuan itu tersakiti.

Terkadang dirinya juga ingin memberikan kata-kata yang manis kepada perempuan itu. Ia juga ingin memberikan senyumnya walaupun dirinya tidak terlalu suka tersenyum. Tapi entahlah, semua itu terasa sulit dilakukan. Yang keluar selalu kalimat-kalimat hinaan dan ejekan dengan wajah yang datar atau marah.

"Diperkirakan akan ada bintang jatuh pada jam 8 malam dan akan terlihat jelas dari Gunung Micawber."

Berita yang ditayangkan di televisi memberikan pemuda itu suatu ide, entah ide buruk atau baik, tapi sepertinya baik. Ia pun berjalan menuju kamarnya dan bersantai sambil menunggu waktu malam tiba.

Hari ini Jay melakukan aktivitasnya serba sendirian. Ia memasak sendirian, makan siang dan menonton televisi sendirian. Yang paling membuat harinya terasa sepi adalah ketidakhadiran suara nyaring Isabella.

Noh AOn viuen les histories. Descobreix ara