34

192 40 23
                                    

"Isabella, bangun. Bukankah kau ingin berkeliling kemarin?" Ethan mengguncangkan tubuh Isabella pelan.

Perempuan itu seakan-akan ditempeli oleh makhluk halus yang menghisap habis energinya. Sejak kemarin yang ia lakukan hanyalah tidur, tidur, dan tertidur. Bahkan Isabella tidak sempat makan malam bersama karena sulit untuk dibangunkan.

"Kau ini seperti habis memakan obat tidur saja," dengus Ethan. Ia beralih ke arah sofa dan duduk bersandar di sana.

Mulai saat ini Isabella tidak akan bisa lagi bertemu dengan Jay. Seharusnya Ethan senang karena dirinyalah lelaki yang berhasil mendapatkan Isabella, tapi kenapa rasanya ia semakin gelisah?

Isabella, apakah perempuan itu bisa benar-benar melupakan Jay dan mencintai Ethan? Sejujurnya Ethan tidak memiliki percaya diri yang cukup untuk meyakinkan dirinya akan hal itu.

Erangan pelan Isabella membuat Ethan tersentak. Lelaki itu kembali menghampiri kasur dan duduk di pinggirnya. "Selamat pagi, Tuan Putri," sapanya sarkas.

Perempuan itu mematung, menghentikan kegiatan meregangkan otot tubuhnya. Matanya berusaha untuk terbuka sempurna, hal pertama yang tertangkap di matanya adalah Ethan. Entah sampai kapan pemandangan pagi hari ini akan berlangsung, yang pasti Isabella ingin cepat-cepat menyingkirkan lelaki itu dari jangkauannya.

"Cepat mandi dan sarapan. Setelah itu kita pergi berkeliling," perintah Ethan datar.

Tanpa diperintahkan dua kali, Isabella menyeret kakinya menuju kamar mandi yang berada di dalam kamar super luasnya. Sebenarnya ia masih ingin menikmati kasur empuknya, tapi ia lebih ingin pergi keluar menghirup udara segar.

Setengah jam berlalu, perempuan itu keluar dari kamar mandi dengan dress bernuansa coklat muda dan putih serta terdapat kerutan di bagian pinggangnya sehingga lekukan tubuhnya terlihat jelas. Rambutnya dibiarkan terurai seperti biasa.

Ia duduk di atas sofa dan melahap roti isi yang terletak di meja kecil, tidak mempedulikan Ethan yang memandanginya sejak ia keluar dari kamar mandi tadi. Ia tidak mau menonjolkan urat-urat di lehernya sepagi ini.

Gigitan terakhir, Isabella lantas meneguk teh manis hangatnya dan membersihkan pinggiran bibirnya dengan sapu tangan. "Ayo," ucapnya seraya beranjak dari sofa.

Ethan mengikuti perempuan itu dari belakang, menunggunya untuk memarahi dirinya lagi karena tidak mengarahkan perempuan itu ke mana mereka akan pergi nanti.

"Hei! Kenapa kau berjalan di belakangku?" tanya Isabella ketus, sesuai dengan dugaan Ethan.

Dengan tawa kecil Ethan menyusul Isabella dan berjalan berdampingan. Seperti ini lebih baik, ia tidak harus menoleh ke belakang setiap detik. Cukup dengan melirik sedikit ia dapat melihat wajah cerah perempuan itu.

Kini mereka tengah menyusuri jalanan bersemen. Awalnya tidak begitu banyak pepohonan atau semak-semak, namun semakin mereka berjalan, perlahan tanaman hijau mulai terlihat, bunga-bunga cantik mulai menunjukkan keberadaannya.

"Kau bilang di sini tidak ada taman," celetuk Isabella.

"Ya ... aku pikir ini tidak termasuk," balas Ethan sambil mengendikkan bahunya. Bunga-bunga di Istana Belamour lebih beragam dan tentunya lebih cantik, tidak seperti di istananya yang hanya terdapat bunga mawar dan bunga lily.

Napas Isabella tercekat saat ia melihat sebuah jembatan pendek berwarna putih tak jauh di depannya. Di sekitarnya banyak tanaman rambat yang berbunga, warnanya cantik. Jembatan itu mengarah ke sebuah pepohonan, sepertinya sebuah hutan.

Noh AWhere stories live. Discover now