16

194 56 2
                                    

"Selamat pagi, Sayang," sapa Ratu Isadora kepada anak perempuannya yang baru saja kembali dari alam mimpinya. "Ayo sarapan," ajaknya lalu berjalan menuju pintu.

"Tapi aku belum mandi," balas Isabella.

Ratu Isadora tersenyum hangat. "Tidak apa, kamu bisa mandi setelah sarapan. Ibu yakin kamu sangat rindu dengan masakan di istana. Ibu sudah siapkan makanan terbaik untukmu." Wanita itu pun mengulurkan tangannya.

Isabella menerima uluran tangan itu dan berdiri. Ia berjalan menuju ruang makan bersama sang ibu dengan piyama yang masih melekat di tubuhnya. Biasanya pagi ini ia akan makan bersama dengan Jay sambil membicarakan banyak hal.

"Selamat pagi, William," sapa Isabella kepada adiknya lalu duduk di kursi tepat di samping sang adik. Matanya mengamati meja makan dari ujung ke ujung. Pandangannya terpaku kepada sepiring kukis. Ingatannya saat memasak bersama dengan Jay seketika terputar kembali, andai saja ia bisa mengulang peristiwa itu.

Isadora menyodorkan sepotong ayam panggang di piring milik anak perempuannya. "Kau pasti sangat rindu ayam panggang masakan Chef Eric, bukan? Makanlah yang banyak, ibu tidak akan memarahimu," ujar wanita itu.

Isabella mengangguk. Ia mengambil garpu dan pisau lalu mulai melahap ayam panggang itu. Rasanya belum berubah, tetap seperti ayam panggang favoritnya sejak dahulu.

"Ayah di mana, Bu?" tanya William saat menyadari sang ayah tidak ikut sarapan dengan mereka.

"Ayah sedang mencari pemuda yang menculik kakakmu bersama Pangeran Ethan," jawab Isadora.

"Ibu! Aku tidak diculik," bantah Isabella. Perempuan itu meletakkan alat makannya. "Ibu ... bolehkah aku mengatakan sesuatu?" ucap Isabella lirih.

Isadora menghela napasnya. "Boleh."

Isabella mulai menceritakan apa yang ia lakukan di Gunung Micawber selama ini dan alasannya untuk memalsukan kematiannya. "Pangeran Ethan bukanlah pemuda yang baik, Bu. Dia mau mengambil alih kuasa kerajaan ini, dia akan membunuh ayah atau Ibu!" ujarnya dengan intonasi tinggi.

William tercengang setelah mendengar cerita sang kakak. "Benarkah, Kak? Apakah Pangeran Ethan akan membunuh ayah dan ibu?" tanyanya sambil mengguncangkan lengan Isabella.

Sedangkan Isadora hanya memandangi anak perempuannya datar. Tidak ada emosi apa pun di dalam sorot matanya. "Ini alasan ibu tidak mau membiarkanmu menonton banyak acara televisi, kamu menjadi terhasut dan selalu berpikir negatif. Tidak bisakah kamu melihat bagaimana baiknya Ethan kepadamu, Isabella? Dia benar-benar mencintaimu. Lagi pula bagaimana bisa kamu kenal dengan seorang pemuda yang bernama Jay itu? Kau pasti hanya berhalusinasi, lebih baik cepat habiskan makananmu lalu pergi mandi."

"Terserah, tapi Ibu harus tahu satu hal ini. Jay tidak bersalah, jadi aku mohon hentikan ayah, Bu. Jay tidak harus dipenjara," pinta Isabella memelas.

Isadora tidak membalas sepatah kata pun terhadap permohonan Isabella tadi. Ia memilih untuk menganggap ucapan putrinya sebagai angin lalu. Ia tidak akan meminta suaminya untuk berhenti mencari pemuda yang bernama Jay itu.

Sepertinya kesalahan besar menceritakan ini kepada keluarganya. Percuma ia menghabiskan tenaganya hanya untuk membuat kedua orangtuanya percaya. Satu-satunya hal yang bisa ia lakukan adalah menyingkirkan Ethan dengan kekuatannya sendiri, ia tidak akan meminta bantuan siapapun dan tidak ada seorangpun yang mau membantunya kecuali Jay.

"Baiklah kalau Ibu tidak percaya. Aku akan buktikan sendiri, sekalipun aku yang akan mati nanti," ujar Isabella bersungguh-sungguh.

"Isabella!" Sang Ratu mengentakkan tangganya yang dikepal ke atas meja. "Hentikan semua omong kosongmu! Sekali lagi kamu berbicara yang tidak masuk akal, ibu tidak akan mendengar omonganmu lagi sampai kapan pun," ancam Isadora. Wanita itu sangat benci jika seseorang membicarakan tentang kematian, Isabella sudah sangat melewati batas.

Noh AWhere stories live. Discover now