28

190 47 3
                                    

"Dulu aku pernah bekerja di sini sebagai penyebar brosur," ujar Jay saat mereka melewati suatu restoran cepat saji yang belum terlalu ramai.

Isabella menatap Jay kagum, baru saja lelaki itu bercerita kalau lelaki itu pernah bekerja sebagai pengantar barang, dan sekarang lelaki itu juga pernah menjadi penyebar brosur. Pasti Jay sudah sangat berpengalaman di berbagai bidang pekerjaan.

"Lalu apa lagi yang pernah kau lakukan, Jay?" tanya Isabella antusias.

"Terlalu banyak sampai aku sendiri tidak ingat," balas Jay lalu terkekeh.

"Sebelumnya kau tinggal di mana, Jay?" kali ini Isadora yang bertanya.

"Di pinggir kota, mungkin kalian sendiri belum pernah menginjakkan kaki di sana," ucap Jay dengan senyum pahit. Mengingat masa-masa menyedihkannya membuat Jay sedikit merasa sakit di dadanya.

"Ah begitu ...." Isadora menyesal sudah membuat luka lama pemuda itu muncul kembali. "Saya penasaran terbuat dari apa lenganmu," ucap wanita itu kepada Jay.

Jay menautkan alisnya. "Bagaimana maksud anda, Yang Mulia? Saya tidak mengerti," balasnya.

Kedua mata Isadora tertuju pada lengan Isabella dan Jay yang saling bertaut. "Sepertinya Isabella sangat nyaman menautkan lengannya dengan lenganmu. Bahkan saya dengan suami saya tidak sedekat itu," ujarnya seperti menyindir dua anak muda di sampingnya.

Saat itu juga Isabella dan Jay menatap lengan mereka yang seakan-akan tidak akan bisa terpisah sampai kapanpun. "A-ah ini ...." Jay hendak memisahkan lengannya dengan Isabella, ia merasa lancang karena terlalu dekat dengan istri laki-laki lain tetapi Isabella malah menahannya.

"Kenapa? Biarkan saja seperti ini," ucap Isabella dengan wajah memelas membuat Jay tidak bisa melakukan apa pun selain menuruti ucapan perempuan itu. "Ayo lanjutkan perjalanan kita sebelum makan siang," lanjut Isabella.

Mereka berjalan sekitar 15 menit lamanya. Kini mereka duduk bersama di suatu rumah makan kelas menengah. Kehadiran sang ratu dan juga anak perempuannya berhasil menarik perhatian para pelanggan dan juga pelayan di sana. Mereka semua memandang Jay yang duduk di samping dua orang keturunan bangsawan itu dengan tatapan menelisik.

"Saya akan pindah tempat saja," ujar Jay yang hendak beranjak dari kursinya tetapi ditahan oleh Isabella.

"Kau ini kenapa seperti tidak ingin dekat denganku? Sudah duduk saja di sini," perintah Isabella.

Isadora yang menyadari sesuatu pun tertawa kecil. "Apakah kamu menghirup aroma tidak sedap dari Isabella?" tanyanya jahil.

Isabella menganga bersamaan dengan pipinya yang memerah. "Jay! Apakah yang Ibu katakan benar? Aku lupa kalau hari ini aku belum ... mandi," ucapnya lirih dengan kepala yang tertunduk.

Tanpa sadar lelaki itu menyunggingkan senyumnya. "Bukan. Bukan karena itu, aku bahkan tidak tahu kalau kau belum mandi." Perlahan Jay kembali duduk dan berusaha bersikap tenang dan rileks. "Ya sudah aku akan tetap di sini." Semua mata yang tertuju kepadanya membuat lelaki itu merasa tidak nyaman.

Disaat mereka sedang membaca menu-menu yang tertera di sana, Isabella menutup buku menunya dan berdiri. "Saya tahu ini pemandangan yang aneh, tapi saya harap kalian bisa memberikan saya, ibu saya, dan teman saya sedikit kenyamanan hari ini dengan tidak terus-terusan menatap ke arah kami atau mengambil gambar dan rekaman," ucapnya kepada para pelanggan dan pelayan yang ada di sana.

Saat itu juga mereka menuruti ucapan Isabella. Dengan senyum bangga perempuan itu kembali duduk dan membuka buku menu. "Kau ingin makan apa, Jay? Pasti kau sangat rindu makanan enak, makanlah sepuasnya hari ini," ucap Isabella kepada Jay.

Noh AWhere stories live. Discover now