31 | Ranca

1K 204 41
                                    

31 | Ranca
Risau



***



Jakarta, 12 September 2020

Meskipun dirinya masih kelas sepuluh di bangku SMA, Putri sangat memperhatikan pendidikannya. Sejak kembali masuk sekolah, gadis itu sama sekali tidak ada waktu untuk mengurusi hal lain, hanya sesekali menulis untuk merelaksasi otaknya sekaligus mengikuti deadline yang dibuatnya. Ceritanya yang berjudul Tanah Air [Sumpah Pemuda] harus tamat tepat pada tanggal 28 Oktober 2020 karena ia akan menulis cerita baru tentang Kerajaan Singhasari. Namun, ia masih menjaga hubungan baiknya dengan orang-orang di sekitar, termasuk Sri yang hanya ditemuinya melalui jejaring sosial. Sebisa mungkin, ia menyempatkan diri untuk mengabari Sri setiap harinya. Sementara itu, Sri sendiri masih membutuhkan waktu untuk mencaritahu lebih dalam mengenai peristiwa Bumi Hangus dan perlawanan yang dilakukan oleh arek-arek Ngalam ketika Agresi Militer Belanda yang pertama dilancarkan. Kemungkinan besar, ia baru bisa menulis akhir tahun nanti. Itu pun kalau dirinya tidak terpaksa hiatus karena membutuhkan lebih banyak fakta sejarah.

Lalu seperti biasa, setiap hari Sabtu ia akan bersantai dan tidak memikirkan pelajaran, serta tugas-tugasnya yang menggunung. Di saat seperti inilah biasanya ia akan membicarakan banyak hal bersama Sri. Namun sayang, lawan bicaranya itu tidak akan bangun sebelum pukul sembilan terlewati setiap akhir pekan. Dia sudah mengenal betul kebiasaan Sri selama nyaris lima bulan selalu bertukar pesan dengannya. Dan Sri, tahu betul bahwa Putri selalu bangun pagi, jarang melewati pukul enam pagi kecuali jika kelelahan.

Pagi itu, Putri menghabiskan waktu dengan berolahraga di halaman rumahnya dan menjemur diri di bawah sinar mentari. Setelah itu, ia mengonsumi kopi dan sepotong roti untuk menemaninya ketika melakukan panggilan video bersama teman-temannya. Mereka berencana untuk menginap di rumah Berlian minggu depan, merasa bosan jika hanya terkurung di rumah selama berbulan-bulan lamanya tanpa menikmati liburan. Padahal, seharusnya jika Covid-19 tidak merajalela, Putri pasti sudah pergi ke kediaman kakek dan neneknya di Sumatra atau mengunjungi Kota Malang, sekaligus mampir ke Mojokerto selama beberapa hari untuk menengok peninggalan Majapahit di Trowulan. Ia iri kepada orang-orang yang tinggal di daerah sekitar sana, juga Sri yang rupa-rupanya pernah mengunjungi tempat itu sewaktu kecil.

Entah ke mana perginya Putra, gadis itu tak melihat batang hidung sang yuwaraja yang belakangan ini sering pergi tanpa pamit. Putra akan tiba-tiba menghilang dari pandangannya, lalu kembali beberapa hari kemudian. Selalu seperti itu, hingga Putri merasa bahwa sang yuwaraja tengah menemui kekasihnya diam-diam. Putri tak berhenti tertawa ketika Sri mengatakan bahwa di dalam mimpinya, Sri melihat Putra memiliki dua kekasih sekaligus dan salah satunya adalah jin dari Cina yang mengenakan pakaian berwarna merah. Putra jelas membantah dengan raut kesal, lalu menjelaskan bahwa mereka tidak boleh sembarangan menjalin hubungan romansa. Kebanyakan jin dari kasta tinggi seperti mereka telah memiliki calon pasangan yang disiapkan oleh orangtua mereka, terlebih Putra adalah sesosok putra mahkota yang mengemban tugas besar.

Waktu itu, Sri iseng bertanya apakah Dewa dan Putra akan mengundang mereka jika keduanya menikah dan sang yuwaraja menjawabnya dengan tawa lantang. "Memangnya kalian masih hidup ketika aku menikah nanti?" Hal itu sukses membuat Sri dan Putri bungkam. Selama apakah waktu di dunia sebelah jika misal dalam lima puluh tahun kehidupan manusia, Dewa dan Putra masih belum juga menikah? Entahlah, keduanya tak ingin memikirkan hal itu.

Kembali lagi pada Putri, ia melakukan panggilan video dengan teman-temannya hingga siang menjelang dan berpindah latar menuju kamarnya yang sejuk setelah pendingin ruangan dinyalakan. Pada pukul sebelas siang, ia mendapatkan sebuah pesan dari Sri.

PratiwimbaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang