9 | Wikalpaka

1.5K 305 33
                                    

9 | Wikalpaka
Keragu-raguan



***



Jakarta, 8 April 2020

Di depan layar laptop, Putri merenggangkan tubuhnya. Jantungnya berdebar-debar karena ia akan segera mempublikasikan buku fiksi sejarah yang pertama ia tulis. Another Time [MAJAPAHIT], begitulah ia memberi judul bukunya. Terinspirasi dari kisah pertemuannya dengan Putra yang terjadi beberapa waktu lalu.

"Sudah kamu publikasikan?" tanya Putra dari jendela kamar Putri.

Yang ditanya pun menggeleng pelan. "Belum, aku ragu deh mau publikasi cerita ini atau enggak. Aku takut kalau orang-orang menganggap ceritaku konyol."

Putra menautkan kedua alisnya, sejenak yuwaraja itu berpikir, memang apa yang konyol dengan ceritanya? Mungkin itu hanya pemikiran Putri saja yang terlalu cepat berprasangka buruk. "Konyol apanya? Ide ceritamu itu unik, jarang sekali ada yang menulis cerita tentang time travel ke masa depan. Lagipula imajinasi itu tidak terbatas. Kalau ada orang yang tidak suka atau menganggap ceritamu konyol, itu artinya ceritamu tidak ditujukan untuk mereka."

Kata-kata Putra benar. Kalau ada yang tidak suka dengan karya kita itu tandanya karya yang kita tulis memang bukan pasar mereka. Putri menghela napasnya dan membalas, "Okay, jadi sekarang aku publikasinya, nih?"

Sebuah anggukan diberikan oleh Putra. Kini tak ada alasan lagi bagi Putri untuk menunda-nunda publikasi ceritanya. Gadis itu pun membuka akun Wattpad-nya dan mengecek ulang detail cerita yang ia tulis, setelah memastikan tidak ada kesalahan dalam pengetikkan, ia pun menekan opsi publikasi. Kurang dari satu menit ceritanya sudah terpublikasikan. Putra bertepuk tangan, mengapresiasi keberanian Putri.

Sembari mengusap wajahnya dengan kedua tangan, Putri merutuki dirinya sendiri. Bisa-bisanya ia menulis sebuah cerita yang tak masuk akal! Bagaimana tanggapan orang-orang yang membaca ceritanya nanti? Mereka pasti akan menganggap Putri aneh. Mendengar rutukan-rutukan yang diucapkan oleh Putri, sang yuwaraja berinisiatif untuk memberikannya beberapa kalimat untuk menghiburnya.

"Hei, kamu tidak perlu malu dengan cerita yang kamu tulis. Kamu tidak perlu memikirkan apa yang orang lain pikirkan tentang karyamu karena kalau kamu hanya terfokus pada omongan orang lain, kamu tidak akan berkembang, Putri."

Lagi-lagi perkataan Putra benar adanya. Putri seharusnya tidak perlu malu dengan cerita yang ditulisnya. Karena tak ada respons apapun dari Putri, Putra pun melanjutkan perkataannya, "Banggalah dengan karya yang kamu ciptakan, Putri. Tak ada hal yang perlu kamu sesalkan. Cerita yang kamu tulis adalah bukti bahwa kamu bisa menghasilkan sebuah karya di usiamu yang masih muda ini."

"Sejujurnya aku agak takut, Tra. Bagaimana kalau teman-teman real life-ku ada yang menemukan ceritaku?" ucap Putri. Inilah yang membuat Putri semakin menambah keraguannya. Ia takut jikalau teman-temannya membaca cerita yang ditulisnya dan mengolok-olok Putri.

Dengan wajah seriusnya, Putra menjawab, "Dengar ya, selama kamu tidak memplagiat atau menyalin karya orang lain, kenapa kamu harus malu? Seharusnya kamu bangga dengan ceritamu. Di zaman ini sudah jarang sekali ada remaja yang tertarik dengan sejarah."

"Iya, sih. I know, but I have no confidence with that." Laptop Putri yang masih menyala itu kini menampilkan berbagai foto gaun yang dijual di online shop. "Tra, bantu aku untuk memilih gaun dong. Buat nanti datang ke acara pestanya Keluarga Gunawan nih."

PratiwimbaWhere stories live. Discover now