30 | Narendradayita

1K 214 47
                                    

30 | Narendradayita
Istri Raja
Fyi, Narendradayita adalah judul alternatif dari Forgive Me for Everything



***



Malang, 20 Agustus 2020

Setelah mengalami hari-hari sibuk, Sri dan kedua sahabatnya berhasil meluangkan waktu untuk menjenguk Ayu yang melakukan rawat jalan di rumah. Seperti biasa, Dipuy akan membonceng Sri dengan motor matic-nya yang sudah lama keluar dari bengkel dan Dara datang diantar ayahnya menggunakan sebuah mobil. Mereka bertiga terkesima ketika melihat rumah Ayu yang terbilang cukup luas. Sri sudah mendengar bahwa keluarga Ayu memiliki dua pendopo sendra tari dan pelatihan sinden. Tak perlu menunggu lama, Sri yang sedari tadi sudah menyerahkan pelindung kepalanya kepada Dipuy, membunyikan bel. Dipuy melepas helmnya dan Dara sibuk memegang buah-buahan dan sebuket bunga sebagai cendera mata. Saat Elang keluar dari rumah sakit dulu, mereka juga melakukan hal yang sama. Hanya saja, mereka tak singgah terlalu lama, sebab saat itu hari sudah sore. Kali ini, mereka datang pagi hari dengan harapan tak mengganggu waktu istirahat Ayu dan keluarganya.

Sesaat kemudian, seorang wanita paruh baya keluar untuk membukakan pintu gerbang. Wanita itu kebingungan karena tak mengenali tiga sekawan itu. "Maaf, siapa, ya? Ada perlu apa kemari?"

"Ini kediamannya Mbak Ayu? Saya Sri Payudani, Tante," sapa Sri ramah. Meskipun memakai masker, terlihat jelas bahwa gadis itu tersenyum. Senyumnya tak hanya di bibir, matanya yang menyipit menandakan bahwa senyumannya tulus.

"Sri Payudani?" Wanita itu tampak berpikir.

"Iya, Tante. Dua orang di belakang saya adalah penanggung jawab pensi akbar ketika Mbak Ayu kecelakaan."

"Ah iya, Tante ingat. Mari masuk, jangan lupa pakai hand sanitizer dulu, itu ada di cantolan pagar. Kalian kemari untuk membesuk Ayu, ya?" tanya ibu Ayu, mempersilakan mereka masuk dan memarkirkan sepeda di teras rumah. Dara yang menjawab pertanyaan tersebut sembari menyerahkan sekeranjang buah-buahan dan karangan bunga kepada ibu Ayu. Dipuy mengekor di belakang sembari mendorong motornya. Sementara itu, mata Sri berkelana mengamati arsitektur rumah Ayu yang dirasa sangat keren. Dari luar, arsitektur Jawa sangat kental dan bahkan kediaman ini menyerupai rumah joglo. Ia tak sabar melihat betapa indah desain interiornya. Rumah Mbah Kem merupakan kediaman lawas. Namun, arsitekturnya sama sekali tidak terinspirasi dari rumah joglo, malah sangat kental dengan unsur-unsur rumah Belanda yang sederhana, hanya saja interiornya jauh lebih modern.

Lalu, setelah memastikan tangan mereka telah dibaluri hand sanitizer, ketiganya langsung menyalami ibu Ayu, membuat wanita paruh baya itu terharu karena jarang sekali ada remaja yang masih menjunjung tinggi unggah-ungguh.

"Waduh, terima kasih. Kalian jadi repot-repot begini," ujar ibu Ayu semringah. Beliau mempersilakan tiga sekawan itu duduk di ruang tamu yang terletak di teras rumah dan menunggu sebentar, mungkin berniat memanggil putrinya.

"Heh, rumahnya Mbak Ayu keren banget," bisik Sri yang masih mengagumi keindahan kediaman Ayu. Pupil matanya membesar karena merasa nostalgia. Rumah salah satu adik neneknya dari pihak ibu, di lereng Gunung Arjuna memiliki arsitektur yang serupa. Hanya saja, rumah Ayu terbatas lahan, sementara adik neneknya dari pihak ibu memiliki berhektar-hektar tanah yang digunakan sebagai tempat membudidayakan bunga yang nantinya dijual di Pasar Bunga Selecta atau di sepanjang jalanan Bukit Berbunga di Kota Batu.

Dara mengangguk setuju. "Iya. Tidak disangka kalau masih ada rumah model seperti ini di tengah kota."

"Lah, kamu belum tahu kalau beberapa rumah bahkan ada yang punya pura pribadi seperti di Bali. Kamu ingat tidak, Puy? Waktu kecil kita sering ngebolang ke perumahan sebelah dan lihat kalau ada salah satu rumah yang punya pura dan bahkan dihiasi kain kotak-kotak hitam putih," tanya Sri kepada Dipuy yang juga turut mengamati keadaan sekitar rumah Ayu.

PratiwimbaWhere stories live. Discover now