17 | Paroksya

1.3K 266 32
                                    

17 | Paroksya
Tersembunyi



***



Jakarta, 12 Juni 2020

Putri tengah menikmati sore hari yang indah di halaman depan rumahnya, menikmati hiruk-pikuk Kota Jakarta yang sudah menjadi makanan sehari-hari. Jujur, ia merindukan padatnya lalu lintas, berebut tempat duduk dengan pengguna KRL yang lain, dan tentu saja hang out bersama teman-temannya selepas pulang sekolah. Atau ketika sedang banyak beban pikiran, Putri akan menepi ke Bogor naik kereta dan pulang ketika matahari sudah menghilang ke balik layar. Ia merindukan momen-momen seperti itu dan sungguh merasa terkurung, tak bisa ke mana-mana sejak peraturan social distancing dan PSBB diterapkan tiga bulan lalu.

Manik cokelat terangnya yang berkilau terkena silau matahari kini terpaku kepada Putra yang tengah bermain dengan kucing-kucing liar di depan rumah. Ia merasa terhibur ketika melihat tingkah laku sang yuwaraja yang mirip seekor kucing. Adik perempuan Putri masih terlalu kecil, tak bisa diajak bercengkrama dan jalan-jalan seperti Putra. Ketika senggang, biasanya Putri akan jalan-jalan ke taman di dekat rumahnya. Pernah ia keluar malam hari, tentu tidak sendiri. Ada sang yuwaraja yang menemani. Baguslah. Setidaknya, hidupnya tidak terlalu sepi setelah mengenal Putra.

"Putra."

"Apa?"

Sosok Putra sama sekali tak menoleh, masih sibuk mencari hiburan tersendiri. Putri tak keberatan, memutuskan untuk meminta sebuah izin kepada Putra. "Hari ini aku mau spill tentang kamu ke Mbak Sri. Boleh, 'kan?"

Putra bersorak kegirangan dalam hati dan berusaha agar ekspresi wajahnya tidak berubah. Rencananya bisa dilaksanakan malam ini dan ia yakin seratus persen bahwa seminggu belakangan setelah merampungkan tugasnya, Dewa sama sekali tidak pergi dari sisi Sri karena takut sewaktu-waktu Putri menghubungi gadis yang telah dijaganya sejak lama itu. Dewa pasti tidak ingin melewatkan ekspresi kebingungan Sri jika rencananya kali ini berhasil.

"Boleh kok."

Setelah mendapat persetujuan dari yang bersangkutan, Putri segera menghubungi Sri dan gadis itu membalasnya dengan cepat. Ia tak lagi takut Sri akan marah sebab benar kata Putra, sang Sista Sarkara lebih menghargai kejujuran daripada orang-orang yang mengelak dan playing victim. Dari balasannya, Putri tahu bahwa Sri tak terlalu terkejut, hanya tak menyangka bahwa sesosok putra mahkotalah yang menjaga teman yang kini telah dianggap sebagai adik itu. Dengan malu-malu, Putri menjelaskan pertemuan pertamanya dengan Putra beberapa bulan yang lalu. Di sisi lain Pulau Jawa, Sri tertawa terpingkal-pingkal. Gadis itu membayangkan bagaimana raut wajah Putri ketika Putra pertama kali muncul di hadapannya.


Putri Yuwana
aku nge-dm kamu waktu itu pun karena disuruh sama si putra.
jadi, aku mau berterima kasih ke kamu, mbak.
berkat kamu aku jadi bisa kenal dia.

Sri Payudani
Aku tidak tahu kalau karyaku bisa berguna dengan cara yang berbeda haha.
Padahal cringe begitu, ternyata bermanfaat buatmu.
Syukurlah.

Putri Yuwana
heiii fmfly bagus tahu.pasti banyak orang di luaran sana yang berterima kasih ke kamu.
kayaknya sampai ada yang bolos kuliah gara-gara nangisin hayam wuruk.
btw, kok kamu enggak kaget?
kamu percaya kalau setiap orang punya penjaganya masing-masing?

Sri Payudani
Nah, aku tidak menyangka kalau efeknya bisa sebesar itu.
Baguslah kalau ada hikmah yang bisa dipetik dari ceritaku, biar tidak dianggap halu semata, sebuah roman picisan haha.
Yang nangis, dia tidak sendiri karena waktu nulis pun aku mewek.
Iyes, aku percaya. Makhluk-makhluk metafisika memang ada di dunia ini.
Aku jadi penasaran. Kira-kira yang menjaga aku siapa, ya?

PratiwimbaWhere stories live. Discover now