Part 41

8.7K 538 8
                                    

Masih ada yang nunggu cerita ini nggak ya?

"Udah dua jam sejak dokter keluar tadi tapi kenapa Gio belum bangun juga ya ."

Kata Ify sedih melihat putra kecilnya yang masih menutup mata enggan untuk membuka kelopak yang saling bertaut itu.

Rio mengelus rambut lfy yang berdiri di sampingnya sementara Ratih duduk di kursi samping ranjang yang Gio gunakan sambil tangannya menggenggam tangan mungil sang cucu. Rio mengecup kening Ify saat wanita itu merebahkan kepala diatas bahunya.

"Sabar sayang, baru juga dua jam. Kata dokter kan kalau udah lebih dari tiga jam baru suruh panggil dokternya kan?"

Ify mengangguk.

"Kita ke sofa yuk. Biar kamunya bisa duduk, soalnya mama gak mau pindah. Katanya mau lihat Gio sampe dia siuman nanti. Nanti yang ada kamu kecapean atau pegel."

"Iya Yo."

Rio merangkul Ify menuju sofa di ujung ruangan. Mendudukkan dirinya dan Ify di sana. Menunggu sampai anak kesayangannya sadar. Rio menoleh pada ke samping ketika bahu sebelah kirinya terasa berat seperti ada beban. Dan benar saja Ify tertidur bahunya dengan lelapnya, Rio memilih membiarkan saja mungkin Ify merasa lelah.

"Ify tidur itu Yo."

Rio menoleh pada Ratih yang ternyata memperhatikan mereka entah sejak kapan dan sambil menyunggingkan senyum. Lantas ia mengangguk sebagai respon.

"Kamu juga tidur aja kalau ngantuk nak. Biar mama bangunin kalau Gio udah sadar nanti."

"Aku gak ngantuk ma. Biar aku sama mama yang nungguin Gio."

Ratih mengangguk paham.
Rio dengan sangat hati-hati merebahkan tubuh Ify di atas sofa.

***

Ify mengerjapkan matanya saat indra pendengarannya menerima suara yang terdengar saling bersahutan. Menyesuaikan pandangan matanya dengan cahaya ruangan yang Ify ingat di sini adalah rumah sakit. Ify bangun dari tidurnya dan menoleh ke sebelah kanan tempat di mana sumber suara gaduh itu berasal.

Air matanya mengalir melihat apa yang disaksikan oleh matanya. Hatinya berucap syukur ternyata semua ini bukan hanya sekedar mimpi.

Di sana ia melihat Ratih tengah menyuapi Gio makan dengan menggunakan sendok dan di terima dengan sangat lahap oleh anaknya itu. Sesekali ibu mertuanya itu mengusap kepala Gio dan mengecupnya dengan sayang. Di samping mereka berdiri Rio yang tersenyum menyaksikan Gio yang lucu.

Pelan Ify menapaki kakinya di lantai berkeramik putih itu dan melangkahkan kakinya yang berbalut sepatu platshoes warna abu-abu kesukaannya.
Menghampiri ketiga jiwa yang masih belum menyadari Ify yang sudah bangun sejak tadi.

"Bunda,"

Ratih dan Rio ikut melihat kearah yang dituju oleh Gio. Ify tersenyum dan menghampiri putranya, Rio menggeser sedikit tubuhnya agar Ify bisa berdiri tepat di samping sang putra.

Ify ikut duduk di kasur samping Gio dan mengelus kepala putranya yang sebelumnya sudah ia kecup dulu.

"Gimana sayang. Anak Bunda udah baikan?"

Gio mengangguk sambil terus menerima suapan dari Ratih dengan sangat lahap sehingga tidak terasa bubur yang ada di dalam mangkuk sudah habis lebih dari setengahnya.

"Tapi badan Gio lemes, Bun,"

Gio menyandarkan kepalanya ke tubuh Ify manja, anak itu seperti merindukan sang bunda. Tadi saat ia terbangun bundanya masih terlelap dan Rio bilang bundanya lelah.

"Iya gapapa, Nak. Besok pasti Gio udah sembuh. Makanya Gio harus lahap ya makannya."

"Kalo udah sembuh boleh pulang ka, Bun?"

Masih Ada Cinta (Tamat)Where stories live. Discover now