Part 8

20.2K 1.3K 4
                                    


"Den Rio enggak ke kantor?"

Ucap Bik Yem saat Rio duduk santai di ruang TV.

"Enggak Bik. Tadi habis dari rumah Ify tapi dianya gak ada. Kata pembantunya lagi pergi."

Rio sudah menceritakan semuanya pada bik Yem.

Rio pergi ke rumah Ify. Alamatnya ia tahu dari orang terpercayanya. Rio menyewa orang untuk menyelidiki tentang Ify dan menurut informasi yang dia dapat kalau Ify belum menikah dan mungkin anak yang bersama Ify itu adalah anak angkatnya saja mengingat Ify merupakan tipikal orang yang sangat menyukai anak-anak.

"Kayaknya ada yang nekan bell. Bibik buka dulu ya Den."

Rio mengangguk. Ia biarkan Bik Yem membuka pintu sementara dia sendiri melanjutkan menonton acara futsal di TV.

"RIO!"

Rio terlonjak mendengar suara yang meneriaki namanya. Selanjutnya ia melihat seorang laki-laki yang seumuran dengannya dan wajah pun sangat mirip dengannya. Pria itu berjalan kearah Rio dengan muka merah penuh amarah.

Tanpa aba -aba langsung meraih kerah baju kaos putih yang tengah Rio kenakan. Kepalan tangannya menyentuh wajah Rio, bukan sekali tapi berkali-kali pria itu melakukannya.

Rio yang tidak mengerti pun hanya pasrah karena tidak tau mengapa orang yang sangat mirip dengannya ini memukulinya. Setelah puas pria itu melepaskan Rio dengan menghempaskan tubuhnya Rio ke sofa.

Rio terduduk dengan wajah yang bonyok. jarinya mengusap darah yang ada di sudut bibirnya. Sementara pelakunya duduk di dekat Rio dengan santai seolah tidak melakukan apa-apa.

"Gue tau lo gak mungkin ngelakuin ini kalo gue gak salah. So, silahkan lo bilang sefatal apa salah gue."

Pria itu tersenyum sinis pada Rio.

"Sangat fatal Yo. Karena ini menyangkut nyawa."

Rio mengerutkan dahinya.

"Maksud lo? to the poin aja deh Ray."

Pria yang ia panggil Ray itu mengangguk.

"Oke. Sekarang gue tanya sama lo. Lo merasa pernah hamilin anak orang gak?"

Rio semakin mengerutkan dahinya, ia benar-benar di buat bingung oleh tingkah pria di depannya ini. Mulai dari datang - datang langsung menyerangnya dan berkata yang seolah Rio adalah tersangka yang sangat diincar keberadaannya. Lalu, apa katanya menghamili anak orang? dekat sama wanita saja Rio enggan kecuali Ify.

"Hamilin apa sih Ray. Gue deket sama perempuan aja kagak gimana sampe hamil."

Ray mengambil Hpnya dan menujukan foto seorang wanita yang sedang menggandeng tangan seorang bocah laki-laki. Rio menyipitkan matanya. Ia tidak salah lihat.

"Dari mana lo dapat foto itu?"

"Gue ambil sendiri. Lo tahu wanita bernama Ify ini bilang kalau Gio si bocah kecil itu adalah anaknya dan lo. Dia juga bilang kalau saat dia pergi dulu itu dia sedang hamil 4 minggu."

Rio terdiam mendengarnya. Hatinya miris membayangkan betapa jahatnya ia selama ini yang berpikiran kalau Ify berkhianat.

"Sebenarnya apa yang terjadi sih Yo. Ify itu istri yang dulu lo nikahin kan? kenapa kalian bisa terpisah?"

"Ceritanya panjang Ray. Gue gak tau siapa yang benar mama atau Ify."

"Mama?"

Rio mengangguk.

"Dulu mama bilang sama gue kalau Ify pergi sama laki-laki lain di saat gue keluar kota tapi setelah gue ketemu lagi sama Ify dan minta penjelasannya Ify bilang kalau mama yang nyuruh dia buat ninggalin gue dengan alasan dendam. Mama punya dendam sama Ify mengenai meninggalnya papa."

Jelasnya sambil matanya menerawang.

"Kenapa balas dendam ke Ify? bukannya papa meninggal karena kecelakaan habis dari pesta ulang tahun anak temennya?"

"Iya dan anak temennya itu Ify. Makanya mama balasnya ke Ify. Biar Ify juga merasakan sakitnya kehilangan orang yang disayang karena mama tau Ify cinta banget sama gue tanpa mama tau kalau gue lebih mencintai Ify lebih dari kata sangat."

Rio menunduk menahan semua sesak di hatinya.

"Menurut lo siapa yang bohong?"

"Awalnya gue berpikiran kalau Ify yang bohong tapi Setelah kedatangan lo yang membawa berita langsung dari mulut Ify pandangan gue berubah. Mama yang bohong."

"Gue juga mikirnya gitu Yo. Kalau mama yang bohong karena gue ingat kalau dulu itu mama pernah bilang sama Laura bahwa mama gak suka sama istri dari Rio."

Rio bingung sendiri harus berbuat apa. Dia sangat mencintai Ify apalagi setelah tau ia punya anak dari wanita itu tapi di sisi lain ia juga sangat menyayangi Ratih. Ibu kandungnya yang selama ini membimbingnya.

"Lo harus tegas Yo. Jangan sampai nyesel nanti, bukannya gue mau ikut campur ya tapi sebagai saudara kembar gue cuma mau lo jangan sampai menjadi orang yang enggak bertanggung jawab."

"Gue bingung Ray. Gue takut menyakiti Ify lagi kalau seandainya gue bisa raih dia. Gue takut mama berbuat yang lebih nekat lagi."

Ray menepuk bahu Rio pelan.

"Lo fokus aja deketin dan jelasin pelan-pelan ke Ify karena mungkin dia udah salah faham tentang kita. Asal lo tau aja tadi gue di tampar sama Ify karena gue bilang sama Gio panggil gue om, eh Ify langsung tampar gue. Untung cantik kalau enggak udah gue bales."

Rio langsung menjitak kepala Ray dengan tanpa berperasaan.

"Bini gue itu."

Ray tersenyum remeh.

"Kasian, bini gak tinggal serumah."

"Ini lagi mikir gimana caranya biar gue Gue sama Ify bisa bersatu lagi, biar satu rumah lagi."

"Jangan kebanyakan mikir, action dong."

"Iya iya. Lo mau pulang atau sini dulu. Kalo di sini dulu gue mau nyuruh bik Yem masak. Sombong banget pulang dari Jerman udah berapa hari baru ke sini."

"Di sini aja gue. Mumpung mama lagi sama Laura."

Rio dan Ray itu kembar. Dari kecil Ray memang sudah tinggal di Jerman bersama Omanya yang hanya tinggal seorang diri. Karena kesibukannya Ray jarang datang ke Indonesia bahkan di hari pernikahan Rio pun Ray tidak ada waktu untuk pulang. Ray bahkan tidak tau wajah dari istri Rio jika saja tadi tidak bertemu Ify dan Gio.

Ray sudah punya tunangan yakni Laura. Sama sepertinya Laura juga asli orang Indonesia yang kebetulan kuliah di Jerman. Di sana mereka bertemu dan saling jatuh cinta sampai menjalin hubungan tunangan ini. Dan rencananya tidak lama lagi mereka akan menikah atas permintaan ayah Laura. Mengingat usia ayahnya yang sudah tua dan Laura juga anak satu-satunya.

"Gue pinjem baju lo Yo buat ganti, gerah gue mau mandi."

"Ambil sono sendiri."

Masih Ada Cinta (Tamat)Where stories live. Discover now