Part 39

7.8K 531 18
                                    


"Kamu langsung ke kantor Yo?"

Tanya Ify saat mereka sudah di depan pintu rumah dan Rio sepertinya hendak berangkat lagi ke kantor sementara Ify sendiri juga akan pergi menjemput Gio di sekolah paud bocah itu.

"Iya sayang, biar kita barengan aja ya jemput Gionya, nanti kamu sama Gio aku antar dulu ke sini. Baru aku langsung ke kantor."

Rio membuka pintu mobil untuk Ify, setelah istrinya itu masuk baru ia juga masuk lewat pintu yang berbeda.
Sebelum ia menghidupkan mesin mobil matanya melirik pada smartphone istrinya yang berbunyi tapi wanita cantik itu diam saja enggah menerima panggilan masuk tersebut.

"Kenapa gak diangkat, Yang?"

Tanyanya. Ify hanya menggeleng.

"Siapa tau penting, ayo angkat aja."

Ify mendesah. 

"Tapi gak ada namanya, Yo. Nomornya juga aku gak kenal, orang iseng aja palingan."

Ify masih enggan menjawab panggilan yang sudah beberapa kali muncul di smartphonenya dalam waktu yang hanya berbeda satu menit.

"Tapi kalo gak penting mana mungkin dia nelpon terus menerus Sayang."

"Heh, nih deh kamu angkat aja."

Ify memberikan smartphonenya pada Rio agar suaminya itu yang mengangkat. Rio memandang wajah Ify lalu mengambil smartphone milik istrinya dan seketika keningnya sedikit mengernyit melihat rentetan angka yang seperti ia kenal. Ia memperhatikan lagi dengan jeli rentetan angka itu dan benar saja ingatannya langsung mengarah pada seseorang.

"Mama."

Satu kata lolos dari bibirnya membuat wanita yang sedang bersandar pada jok mobil itu langsung menegakkan badannya ikut menatap pada layar smartphonenya dan Rio secara bergantian. Perasaannya sedikit tidak enak, bagaimana tidak Ratih yang selama ini sangat membencinya kini wanita paruh baya itu menelponnya. Apa lagi yang hendak direncanakan wanita yang merupakan ibu mertuanya.

"Yo ... itu mama?"

Melihat pria di sampingnya mengangguk seketika hatinya menjadi tidak tenang. Rio mengelus surai indah Ify, menyalurkan rasa tenang lewat usapan. Ibu jarinya bergerak menjawab panggilan yang sudah keberapa kalinya itu. Mengeraskan volume nya agar Ify juga bisa mendengarnya.

"Ada apa Ma?"

Tanyanya dengan nada biasa saat berbicara dengan Ratih. Terdengar di sana ibunya bernafas berat dan belum menjawab pertanyaan yang langsung ia suguhkan tanpa salam seperti biasanya.

"Ma, mama baik-baik aja kan?"

Tanya Rio lagi. Hatinya mulai tidak setenang tadi, takut terjadi apa-apa dengan sang mama.

"Rio, iya mama baik-baik aja. Handphone kamu kemana dari tadi mama telpon gak diangkat."

"Handphone aku ada di dalam tas. Ada apa ma?"

Ulang Rio ingin segera mengetahui maksud Ratih menelpon istrinya.

"Rio kamu cepet ke rumah sakit ya-"

"Mama sakit?"

Mendengar kata sakit Rio terlihat panik dan khawatir, bagaimana tidak jika tidak ada yang sakit mana mungkin Ratih menyuruhnya datang ke tempat orang sakit tersebut.

"Bukan Rio, bukan mama yang sakit tapi Gio, cucu mama dan anak kamu."

Ify membulatkan matanya. Jantungnya seperti berhenti berdetak sekarang, nafasnya terasa susah untuk dihembuskan. Perasaannya kembali diselimuti rasa cemas begitu mendengar nama Gio yang terlontar dari mulut mertuanya lewat panggilan suara itu. Tadi ia meninggalkan Gio di tempat sekolah bocah itu tapi mengapa kini sudah ada di rumah sakit dan itu bersama Ratih.

Begitu juga dengan Rio. Pria itu tidak kalah terkejutnya saat Ratih mengucapkan nama putranya. Tapi Rio berusaha untuk menenangkan gemuruh yang ada di hati dan pikirannya. Melihat Ify yang syok Rio bergegas menggenggam sebelah tangan wanitanya itu.

"Mama kirim alamat rumah sakitnya ya Ma. Biar aku sama Ify langsung ke sana."

"Iya tapi kalian hati-hati aja ya. Gio lagi ditangani oleh dokter kok."

"Iya Ma."

Rio menoleh pada Ify saat panggilannya dan Ratih di smartphone lfy sudah terputus. Wajah Ify tampak murung dan pipi wanita sudah basah oleh air mata. Perlahan Rio menghapusnya menggunakan ibu jarinya.

"Yo, Gio kenapa hiks,"

Rio membawa Ify ke dalam dekapannya mengusap punggung wanita itu yang tampak bergetar.

"Sayang, Gio pasti baik-baik aja. Kita langsung ke rumah sakit aja ya."

Merasakan anggukan dari kepala Ify di dada bidangnya Rio melepaskan pelukannya Ify dan mengecup kening wanita itu sebelum melajukan mobilnya menuju rumah sakit yang alamatnya sudah di share oleh Ratih.

Entah bagaimana perasaan Ify sekarang yang jelas rasa sakit takut langsung menghampirinya. Ia takut sesuatu terjadi pada Gio yang entah mengapa bisa bersama ibu mertuanya sekarang. Seketika ia tidak bisa berpikir jernih untuk saat ini.

Melihat Ify yang hanya diam Rio mengelus punggung tangan wanita itu berharap dapat sedikit memenangkan hati wanitanya meski hanya lewat usapan dari ibu jarinya.

Bukan hanya Ify yang merasa khawatir pada putra mereka tapi Rio pun merasakan hal yang sama terlebih ia sebagai ayah yang yang baru yang baru saja merasakan indahnya kebersamaan dengan Gio, sang putra tunggalnya.

"Yo, gimana kalau Gio kenapa napa? aku gak akan maafin diri aku sendiri. Coba aja kalau tadi aku gak pulang dan tetap nunggu Gio pasti anak Kita gak kenapa napa sekarang Yo. Pasti sekarang Gio baik-baik aja."

Hati Rio berdenyut mendengar ucapan lfy yang disertai tangisan tak bersuara bahkan terisak pun tidak, hanya air matanya yang terus mengalir ke pipi mulusnya.

Menenangkan hati Ify sepertinya lebih penting bagi Rio saat ini. Lagi pula Gio sedang ditangani oleh dokt dan ada Ratih juga di sana. Entah kenapa perasaan Rio mengatakan jika sekarang Ratih tidak ada merencanakan apapun untuk keluarga kecilnya. Bukankah tuhan maha membolak balikan hati.

Rio meminggirkan mobil yang sedang ia kendarai sebelum menghentikannya.
Ia tangkup wajah lfy dengan kedua telapak tangannya, membawa wajah istrinya itu yang menunduk agar mendongak menghadap wajahnya.

"Sayang dengerin aku! kejadian ini gak ada yang tahu sebelumnya, kamu gak boleh nyalahin diri kamu sendiri karena memang kamu gak salah. Kalau ada Ada yang salah dikejadian ini maka akulah orangnya. Karena apa? karena aku yang minta kamu pulang tadi dan aku juga yang jadi penyebab kamu ninggalin Gio di sekolahan."

Rio meluapkan semua penjelasannya, sebagai orang tua hatinya juga sama seperti Ify, khawatir saat anaknya dalam keadaan tidak baik seperti ini.

"Aku juga khawatir dan sedih sayang. Tapi kita harus bisa kendalikan dulu ya, Gio pasti sedih kalau lihat kamu kaya gini."

Tangannya sibuk menghapus air mata yang ada di pipi Ify kini wanitanya itu sudah segugukan.

"Udah tenang?"

Ify mengangguk pelan. Rio memang tidak melarang Ify untuk menangis karena mungkin dengan menangis hati Ify bisa sedikit lebih tenang, dan terbukti begitu.

"Bisa kita lanjut?"

Rio mengangguk lagi, entah kenapa suaranya sulit untuk dikeluarkan. Rio yang paham kembali menghidupkan mesin mobil sambil sebelah tangannya menggenggam erat tangan Ify dn sesekali mengelus punggung tangan mulut Itu dengan ibu jarinya.

Komen ya pembaca cantik dan baik hati. Kalau nggak rame yang komen Ummi pindahin nih ceritanya ke apk berbayar. Biar bisa saling menghargai 🙏

Masih Ada Cinta (Tamat)Where stories live. Discover now