Part 15

14.8K 923 1
                                    

Rio mengerjapkan matanya, dahinya mengernyit melihat seorang pria berbaju putih khas dokter berdiri di sampingnya bersama Ify. Pria itu tersenyum padanya, Ify mendekati Rio dan duduk di samping tempat tidurnya.

"Kamu udah bangun. Tuh dokternya udah datang, kamu di periksa dulu ya."

Dengan lembutnya Ify berujar. Rio mengangguk dan dengan masih dalam baringannya Rio diperiksa oleh sang dokter.

"Gimana dok? saya kok pusing terus ya. Badannya juga terasa berat banget dok."

Keluh Rio pada dokter muda itu.

"Sepertinya Bapak hanya terlalu lelah. tolong jangan terlalu di porsir kerjaannya, perhatikan juga kesehatan Bapak."

Rio mengangguk.

"Tuh denger. Kamu kalau kerja pake istirahat kek jangan ngebut terus udah kaya raya juga."

Sungut Ify menatap kesal pada Rio. Rio menyunggingkan senyum juga menatap balik Ify.
Tangannya terulur mengusap pipi Ify.

"Iya sayang."

Ify melototkan matanya mendengar perkataan Rio. Entah kenapa ada perasaan lain di hati Ify ketika Rio memanggilnya dengan sebutan sayang.

"Ini obatnya diminum tiga kali sehari ya Pak. Ingat istirahat dulu ya untuk beberapa hari ini."

Saran dokter muda itu pada Rio yang diangguki olehnya. Ify menerima obat dari dokter itu.

"Ya sudah kalau begitu saya permisi Pak. Buk Ify."

"Iya dok. Biar saya antar ke depan ya."

Ify merasakan bahunya berat dan ternyata itu adalah kepala Rio yang sengaja pemuda itu rebahkan di bahunya. Ify dan dokter tadi memandang aneh pada Rio. Rio semakin melingkarkan tangannya di perut Ify dengan mata terpejam.

"Aku pusing banget sayang."

Gumam Rio yang membuat senyum terbit di bibir dokter muda yang dari tadi memperhatikan setiap tingkah Rio maupun Ify.
Ify memasang muka malu pada dokter yang menangani Rio.

"Sepertinya lebih baik buk Ify di sini saja temani Pak Rio."

"sekali lagi saya permisi buk, pak."

Ify terpaksa mengangguk pasrah membiarkan dokter itu keluar dari kamarnya dengan senyum simpul.

Menghela nafas Ify memegang tangan Rio yang ada di atas perutnya.

"Yo."

Panggilnya pelan.

"Hem."

Rio hanya menyahuti dengan deheman tanpa merubah sedikit pun posisinya.

"Makan dulu habis itu minum obat."

"Iya."

Masih belum melepas Ify, Rio semakin menenggelamkan kepala nya di lekukan leher Ify.

"Rio."

Panggil Fy sudah dengan nada geram.

"Iya Fy."

Huft.

"Lepasin."

Dengan pasrah Rio melepaskan Ify dan kembali bersandar di jika yang sudah disusun agar tinggi. Ify mengambil piring yang dari tadi sudah ia sediakan untuk Rio.

Dengan sabar ia menyuapi pria itu meski hanya beberapa suapan yang mau Rio telan. Setelah itu Ify memberi butir obat pada Rio untuk segera diminum.

"Kenapa?"

Ify melihat Rio memegang dadanya dengan wajah yang seperti menahan rasa sakit.

"Sesak."

Ify mendekati Rio dan dengan wajah khawatir ia menaruh tangannya juga di atas tangan Rio yang masih ada di dada pria itu. Seketika Rio langsung menggenggam tangan Ify. Rio juga menarik Ify lebih dekat sampai tubuh wanita itu benar-benar sudah menempel padanya.

"Yo."

Lidah Ify terasa gugup sekarang. Berada di posisi yang sangat dekat dengan Rio seperti ini membuat jantungnya bekerja tidak normal.

"Sesak kalau gak ada kamu. Jangan berpikir ini modus atau gombalan semata ya. Aku lagi sakit jadi gak sempat mikir buat ngegombal."

"Selama ini gak ada aku kok gak sesak? kamu beneran cinta gak sih sama aku?"

"Masih nanya? selama ini aku nolak semua perempuan yang dijodohkan mama ke aku itu karena apa? kalau gak karena cinta aku ke kamu."

Ify menggigit bibir bawahnya mendengar penuturan Rio. Hatinya ketar Ketir sekarang. Jawaban Rio mampu membuatnya terdiam seketika.

Tidak bisa di pungkiri hatinya senang saat ini. Satu kenyataan lagi yang ia dapat hari ini yaitu tentang Rio yang ternyata Ratih sudah mencoba untuk menjodohkan Rio dengan gadis lain. Dan bolehkan Ify merasa bahagia sekarang, karena Rio menolak semua wanita itu hanya karena dirinya.

"Emm terus ini masih sesak gak?"

Ify berusaha mengalihkan pembicaraan saat Rio menatapnya lekat.

"Udah enggak, aku boleh minta sesuatu gak Fy?"

Ify langsung mengangguk tanpa banyak pikir.

"Can i hug you?"

Ify terdiam dengan Rio menatap penuh harap padanya. Manik mata mereka bertemu, Ify menarik nafasnya dalam sebelum menghembuskannya dengan pelan.

"Penuh pertimbangan banget kayaknya ya, sampe dalam gitu narik nafasnya."

"Mau dibolehin gak sih sebenarnya?"

Ify berujar dengan sedikit nada ketus. Wajahnya dibuat agar terlihat galak tapi tentu saja itu gagal di mata Rio. Bagi Rio segalak apapun tampilan wajah Ify tetap saja baginya terlihat indah dan cantik.
Rio tersenyum dan mengangguk dengan semangat.

"Mau banget lah, kangen aku tuh."

Rio segera membawa Ify untuk ia dekap. Menghirup aroma yang menguar dari Ify dengan penuh khidmat.

Ify pun merasa damai dalam kurungan Rio. Sampai ia tak berpikir untuk mengubah posisinya barang sedikit pun. Tanpa sadar kepalanya ia rebahkan di dada bidang Rio, mendengar detak jantung pria itu yang terasa berdetak lebih kencang dari kondisinya yang normal.

"Maaf aku ngerepotin kamu."

"Ini hari libur jadi aku gak merasa direpotin kok."

"Btw. Kepala kamu masih pusing?"

Rio mengangguk.

"Hem masih dan kepala aku juga makin terasa berat. Mungkin obatnya belum bereaksi."

"Tidur aja lagi, kan dokternya nyuruh istirahat tadi. Nggak usah pulang nanti gak ada yang rawat di sana."

Rio semakin mengeratkan genggaman tangannya pada Ify, matanya sudah terpejam.

"Kamu di sini aja ya. Gak enak banget ini rasanya badan aku."

Ify tersenyum. Tangannya mengelus lengan Rio lembut. Ada rasa tidak tega di hatinya melihat Rio memintanya seperti itu dengan nada memohon.

"Iya."

Ucapnya lembut. Tidak lama ia mendengarkan suara dengkuran halus terdengar dari Rio. Nafas pria itu mulai teratur, dan benar saja Ify melihat Rio sudah terlelap.

Ify perlahan melepaskan tangan kanan Rio dari pinggangnya dan melepaskan tangan kiri Rio yang menggenggam telapak tangannya.
Ify bangun dengan pelan dari tempat tidur. Menyelimuti Ify sampai batas dada pria itu dan mengelus kening Rio sebelum meninggalkan kamarnya.

Ify mengutak atik hpnya, matanya dengan serius menelitik pada apa yang ditampilkan di layar handphone canggihnya itu. Sesekali kepalanya menggeleng dan terdengar decakan saat apa yang ia lihat tidak sesuai dengan yang ia inginkan.

"Kayaknya kaos aja deh. Rio kan suka pakai kaos. Terus celananya biar yang ini aja."

Ify memilih pakaian yang akan ia beli untuk Rio yang mungkin tidak ada membawa baju salin. Aneh jika sampai nanti pria itu masih memakai pakaian kantornya.

Masih Ada Cinta (Tamat)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora