22⸙ᰰ۪۪ Akhirnya

20 0 0
                                    

Pengumuman pemenang sudah berlalu sejak dua minggu yang lalu. Terhitung sejak Galuh datang ke desa untuk pertama kali, sudah satu bulan berlalu. Tidak ada penyesalan meskipun di awal rasa menolak itu sangat tinggi. Banyak yang harus ia korbankan selama pindah ke desa. Namun perlahan, hal yang ia korbankan bisa kembali padanya dengan cara yang berbeda.

Beberapa orang mulai mengajaknya berbicara, menjadikannya sebagai teman satu kelas bahkan satu sekolah. Perlahan kalimat buruk mengenai anak kota itu menghilang dari labelnya. Prasangka buruk itu sudah menghilang. Orang-orang berusaha mengenal dirinya jauh lebih baik. Bahkan beberapanya mulai memasuki ekskul seni. Kakak kelas yang sempat mengganggunya itu benar-benar berhenti. Bukan hanya berhenti mengganggu dirinya, mereka juga berhenti mengganggu murid lain dan kembali fokus pada sekolah mereka. Sesekali satu dari mereka mengikuti aktivitas ekskul seni karena rasa penasaran yang masih tinggi.

Galuh bertemu dengan temannya saat di SMA lamanya dulu ketika sedang melakukan registrasi pendaftaran. Temannya itu juga salah satu pelukis yang ia kenal di ekskul yang bahkan tidak memiliki anggota. Mereka berdua berbincang cukup lama dan memberikan penjelasan atas mengapa dirinya yang tidak kunjung membalas pesan atau memberi kabar pada teman-temannya yang lain.

Saat mereka kembali ke sekolah dan melanjutkan pelajaran yang tersisa, tidak ada lagi yang bisa terpikirkan olehnya. Bahkan saat pelajaran berlanjut ia memfokuskan dirinya semaksimal mungkin. Tangannya terus menulis di buku tulis ketika ada materi yang baru saja melewati materi lama yang sudah ia pelajari di sekolah lamanya. Sesekali ia turut bertanya menggantikan waktu yang selama ini habis tanpa ia memberikan pertanyaan.

Hanya saja hasil itu seperti prediksi hujan yang masih ragu untuk ditebak pada awalnya. Ketika sudah waktunya pengumuman tidak ada yang bisa menyangkal atau bahkan protes karena semuanya berada pada keputusan juri. Termasuk Retno. Mereka berdua menyimak dengan jelas hasil dari perlombaan yang diikuti oleh banyak orang itu.

"Maaf, mungkin belum rezeki korang lah. Tapi setidaknya, saya bangga sama korang berdua. Dah lama sejak ekskul ni aktif. Lalu korang datang mengatakan nak ikut lomba. Jadi, mau macam mana pun, semangat terus, ye."

Galuh saat itu terdiam cukup lama. Beberapa kali pun dipanggil dirinya tak kunjung menjawab. Itu adalah kali pertama Retno tahu jika Galuh cukup kaget dengan hasilnya. Lukisan yang ia buat sangat bagus, bahkan Retno menyadari jika miliknya bukan apa-apa. Namun pandangan orang itu beda-beda.

Surat tentang hasil penjurian sampai ke sekolah, lalu Yana menjelaskan semuanya secara baik. Galuh mendapatkan catatan mengenai lukisannya yang kurang tersampaikan perasaannya. Lalu Retno dengan pewarnaan yang masih belum pas untuk diaplikasikan. Keduanya gagal dalam perlombaan tersebut.

Namun, daripada menyebutnya stress dengan hasil pertandingan, Galuh lebih terlihat kurang puas. Ia tidak menyalahkan jurinya, ia menyalahkan kemampuan dirinya sendiri atas apa yang ia lukis. Merasa ia tidak melakukan yang terbaik dan ragu-ragu atas keputusannya. Mau bagaimanpun minggu itu adalah minggu terberat utuk dirinya sendiri.

"Masih banyak kesempatan lain. Setidaknya dah banyak yang awak lakukan semasa di sini." Saat itu Tia datang dengan satu bungkus roti. Lalu Daffa dengan satu kotak minuman, Retno dengan beberapa permen, lalu Raka dengan beberapa gorengan.

"Macam budak-budak kicik je engkau ni," ujar Raka saat sudah menarik kursi dan duduk di sebelah Tia.

Ruangan seni masih terasa sama bagi mereka. Beberapa kali pun didatangi, ruangan teraman seantero sekolah itu menjadi ruangan penuh celotehan mereka. Tia yang selalu menjadi tiang untuk membuka topik pembicaraan. Beberapa hari setelah pengumuman pemenang, Raka sering kali mengucapkan kalimat secara gamblang tanpa perlu menyaringnya sedikit pun. Ia menyatakan kebenarannya.

Galuh [Tamat]Where stories live. Discover now