Episode 46 - Jadi, Kita Ini Apa?

Start from the beginning
                                    

"Kita ini apa, Din?" tanya Reza kepada Adinda. Reza menyampingkan posisi duduknya agar menghadap Adinda dan lebih enak untuk mengobrol.

"Aku tanya, kita ini apa? Aku bingung sama pikiran kamu. Kamu kayaknya santai aja gitu hubungan kita gak ada status begini," gerutu Reza.

"Dengerin, bukannya malah bengong." tegur Reza.

Lamunan Adinda buyar, matanya mulai berkaca-kaca menatapi mata tajam Reza. "A—apa, kenapa?" tanya Adinda lagi membuat Reza geram dengan gadis di hadapannya.

"Reza tertawa melihat reaksi Adinda. "Kamu sebenarnya ada rasa gak sih sama aku?" tanya Reza.

"Gak tau," jawab Adinda seadanya.

"Jawab yang benar." tekan Reza. "Aku lagi serius, jangan di biasain bercanda, bisa gak?" omel Reza.

"Aku bingung, Za, aku bingung," frustrasi Adinda.

"Bingung kenapa? Selama ini perjuangan aku ke kamu, kamu anggap apa? Kamu pikir gampang buat dapetin kamu balik, Din? Enggak. Bahkan, sebanyak apa pun perjuangan aku sekarang, aku bisa gak dapetin kamu lagi? Bisa gak miliki kamu lagi? Enggak kan?" cerocos Reza.

"Bukan gitu, aku cuman belum yakin," lirih Adinda.

"Belum yakin apanya? Apa lagi yang harus aku tunjukin sama kamu?" Reza menatap Adinda benar-benar geram dan tidak habis pikir. Reza sedikit kecewa.

"Aku sebagai laki-laki gak bisa gini terus, aku butuh kejelasan dan jawaban dari kamu, Din," ucap Reza.

"Hubungan kita gini aja terus gak ada kejelasan. Apa kata orang tua kamu nanti. Mereka pasti ngira aku yang gantung kamu, padahal kamu sendiri yang gantung aku," sambung Reza sembari menyugar rambutnya frustrasi.

"Susah banget emang, ngomong sama anak kecil, gak akan pernah ngerti maksud dan arti yang kita omongin." Reza tertawa remeh ke arah Adinda.

"Serba salah banget ya? Aku nyahut itu salah, nyahut ini salah," Adinda akhirnya terpancing emosi.

"Iya, aku emang anak kecil dan kamu yang paling dewasa di sini!" sentak Adinda. Adinda meremas pahanya, menahan rasa sesak pada dadanya mendengar ucapan dan makian Reza barusan.

"Aku cuman bocah bloon di sini, iya kan?" Adinda menatap Reza dengan air mata yang mulai menetes satu persatu membasahi pipinya.

"Jangan ngerusak kata-kata yang udah aku masukin dalam kalimat aku dengan pendapat kamu seenaknya." tekan Reza.

"Iya, aku salah, maaf," cicit Adinda.

"Aku punya prinsip di sini, prinsip kamu mana?" tanya Reza membuat Adinda semakin kebingungan harus menjawab apa.

"Tolong, bawa aku pergi dari sini," rengek Adinda dalam hati.

"Aku mau pulang,"

"Jangan ubah topik pembicaraan, selesain dulu masalah, baru kita pulang," sahut Reza dengan penuh penekanan kata.

Adinda menggeleng. "Aku mau pulang!" lantang Adinda dengan suara yang mulai meninggi dan bergetar.

Reza tidak menyahut. Laki-laki itu langsung menyalakan mesin mobilnya dengan tangan yang sesekali mengentak setir mobil.

Dan selama perjalanan, keduanya sama-sama terdiam. Padahal tadi, mereka masih bisa tertawa-tawa dan bercanda bersama. Tapi sekarang, semuanya lenyap begitu saja.

Adinda membuang pandangannya ke arah jendela mobil, menatap pemandangan dari dalam mobil dengan air mata yang terus menetes. Baru kali ini Adinda melihat Reza marah, walaupun tak ada sama sekali teriakan dan bentakan dari Reza. Tetap saja, hati anak bungsu itu lemah, Adinda mudah menangis dan mentalnya, mental yupi.

DOSENKU MANTANKU [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now