Part 1

85.8K 2.6K 10
                                    


Seorang bocah tampan terisak dan sesekali Mengusap pipinya yang basah karena lelehan air mata. Tangan mungilnya memegang selembar kertas berukuran 5×5 cm, bergambar figura sepasang anak manusia yang tersenyum bahagia dengan posisi berdiri dan saling berangkulan.

Bocah itu mengusap foto yang ada ditangannya dengan perasaan yang sulit untuk dijelaskan sehingga membuatnya sampai terisak pedih seperti ini.

"Bunda, iya ini bundanya Gio."

Bocah kecil yang menyebut dirinya Gio itu mengangguk yakin. Ia yakin jika yang ada di dalam foto itu adalah bundanya.

"Tapi ini siapa ya. Apa ini ayah? kan bunda belum pelnah bawa Gio ketemu ayah."

"Nanti kalo bunda pulang Gio mau tanya bunda. Gio yakin selatus pelsen kalo om ini ayah Gio."

"Sekalang Gio gak boleh nangis. Nanti bunda sedih. Gio anak laki-laki jadi halus kuat gak boleh cengeng. Nanti gak bisa jagain bunda."

Tangan mungilnya bergerak menghapus air matanya yang entah kenapa keluar saat ia melihat foto sang bunda dengan seorang lelaki yang ia yakini sebagai ayahnya. Mungkin karena sudah lama menginginkan sosok seorang ayah di hidupnya.

Gio membawa foto yang tadi ia temukan di laci meja kamar bundanya saat mencari mainan yang tadi malam ia taruh di sini.

"Hayoo Gio ngapain masuk kamar bunda? cari apa Sayang?"

Gio memberikan cengirannya pada sosok wanita di depannya ini. Ia menunjukan mainannya ke hadapannya sang bunda, sedangkan foto yang tadi sudah ia sembunyikan di saku celana.

"Ambil mainan, Bunda. Gio mau main sama Tante Keke ."

"Kiss Bunda dulu sini."

Gio mendekati sang bunda yang sudah merendahkan posisinya agar dapat dijangkau oleh Gio. Tangan mungilnya melingkar di leher sang bunda sedangkan bibirnya ia tempelkan di pipi wanita cantik itu.

"Pinter banget. Anak siapa sih ini? hemm?"

"Anak Bunda dong."

Dengan bangga Gio menunjukkan pada bundanya.

"Siapa namanya? coba sebutin nama lengkap bunda."

"Gak mau Bunda, nanti salah teyus di ledekin Tante Keke."

"Kan Tante Kekenya lagi gak ada di rumah, Sayang. Cuma ada Bunda."

"Tapi Bunda jangan tawa ya."

Wanita cantik di depannya ini mengangguk. Menunggu putranya itu menyebutkan nama dengan lengkapnya. Anaknya ini sering kali salah mengucapkan nama miliknya. Lidahnya masih sering terpeleset saat mengucapkan sebagian huruf.

"Nama bunda itu. Allifya Clalisa Hil ... apa Bun?"

Ify tertawa mendengar ejaan Gio pada namanya. Ify, iya wanita itu adalah Ify dan Gio anaknya bersama Rio yang kini sudah berumur tiga tahun setengah. Mereka pindah lagi ke Jakarta setelah Ify lahiran waktu itu.

Perusahaan ayahnya mengalami masalah karena Doni orang yang ia percayakan untuk mengelola perusahaan itu secara mendadak mengalami penyakit serius dan dibawa ke luar negeri untuk ditangani di sana dan mau tidak Ify harus turun tangan untuk mengelola perusahaan ayahnya.

"Haha lucu banget sih Sayang. Nih Bunda sebutkan yang bener ya. Allifya Clarista Hilyatama."

"Nah itu yang bener sayang."

"Nanti kalo Gio udah besar pasti bisa kok sebutinnya yang benar. Kan Gio masih kecil."

Gio cemberut lucu.

"Yahh Gio lupa kalau Tante Keke lagi pelgi. Telus Gio main sama siapa?"

Wajah bocah itu tiba-tiba sedih. Ia menatap mainannya sendiri.

"Sama Bunda aja ya. Tapi Bunda mau mandi dulu. habis itu baru Bunda temenin Gio main ya Sayang."

Mendengar perkataan Ify, Gio langsung menatap padanya dengan wajah yang sudah berbinar. Sederhana sekali cara membuat Gio bahagia. Ini yang Ify sukai dari anaknya. Gio tidak pernah menuntut yang tidak-tidak.

"Benelan Bunda? Bunda gak capek? kan habis kelja."

Ify tersenyum dan mengangkat tubuh gempal Gio untuk ia gendong. Ia elus rambut Gio dengan sayang.

"Enggak sayang. Ya udah Bunda mandi dulu. Gio tunggu Bunda di sini ya."

Gio mengangguk patuh tak lupa dengan senyum riangnya. Ia duduk di karpet bulu setelah turun dari gendongan Ify. Sementara Ify bergegas masuk ke kamarnya untuk mandi agar bisa segera menemani sang putra untuk main.

Ify mengelus kepala Gio yang sudah pulas di tempat tidur miliknya. Sehabis main tadi Gio langsung mandi sesuai kebiasaannya selama ini, karena cuaca hujan Gio minta di buatkan mie goreng oleh Ify.

Dengan senang hati Ify menyajikan untuk dirinya juga putranya itu. Tidak berapa lama Ify mendapati Gio tertidur diatas karpet tebal depan TV saat ia ke kamar mandi tadi.

Keke tidak pulang malam ini ia tidur di rumah temannya karena ada tugas yang harus segera di selesaikan. Makanya Ify membawa Gio ke kamarnya agar anaknya itu tidak tidur sendirian.

"Mirip banget sih sama Rio. Masa aku yang lahirin tapi lebih dominan ke Rio sih."

Ify terus mengamati wajah Gio yang menang duplikat dari Rio. Bisa di bilang Gio ini adalah Rio versi kecil. Bentuk fisiknya menang menurun dari sang ayah tapi sifat dan kulitnya lebih mirip dengan Ify.

Ify sering menangis saat menatap lekat pada Gio. Ia seperti melihat Rio di sana, dan memang darah Rio mengalir di tubuh Gio. Kadang rasa rindunya untuk Rio begitu besar tapi Ify hanya berani menyimpan rindu itu jauh di dasar lubuk hati. Tidak seorang pun tau apa yang ia rasakan selama ini.

Dulu Rio memang kerap kali menghubunginya lewat media sosial wanita itu tapi itu hanya bertahan lima bulan karena setelahnya tidak ada lagi notifikasi di media sosialnya yang berasal dari Rio. Ify paham mungkin saja Rio bosan karena satu pun pesannya tidak dibalas oleh Ify.

Bagi Ify untuk apa Rio menghubungi nya lagi jika selama ini saja pria itu hanya bermain dengan perasaannya.

Ify menyelimuti tubuh Gio dengan selimut tebalnya setelah itu ia bangun dari tempat tidur, berjalan mendekati meja disamping ranjang dan membuka laci.

Matanya dengan  jeli menatap setiap sisi meja beserta lacinya dan tanganya pun dengan gesit menggobrak abrik isi laci mencari sesuatu. Jantungnya berdetak tak karuan saat apa yang ia cari tidak ada.

Ify mengikat rambutnya. Ia menarik nafas kemudian  menghembusnya pelan. Mengatur pikirannya agar lebih rileks. Kemudian ia mencoba cari ke tempat lain di kamarnya ini.

Lemari adalah target selanjutnya, ia melakukan hal sama pada lemarinya kini lemari itu bernasib sama seperti meja disamping ranjang nya. Berantakan, Ify yakin ia menaruh benda itu di laci mejanya tapi kenapa tidak ada. Ify mencoba membuka tas yang biasa ia pakai saat ke kantor tapi tetap sama, tidak ada.

Masih Ada Cinta (Tamat)Where stories live. Discover now