21. VIONER : PILIH UANG ATAU VIO?

1.2K 185 45
                                    

•••

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

•••

"Ngapain kamu ke sini?"

Seriously?

Vioner paham akan pertanyaan yang ayahnya lemparkan. Agak kurang etis memang, tetapi hanya itu kenyataan yang ia terima.

"Vio pikir Papa bakal tanyain ke mana Vio beberapa hari ini," sindir Vioner tersenyum tipis. Tipis sekali.

Tuan Handika tampaknya menahan amarahnya. Beliau menunjukkan beberapa lembar kertas yang ada dalam tas jinjing di tangannya.

"Nih, kamu lihat ini 'kan? Ini berkas untuk pengurusan kartu keluarga baru dan nama kamu udah nggak ada. Tahu 'kan harus gimana kamu sekarang?" tegas Tuan Handika.

Tak terduga, Vioner maju dan merampas berkas itu. Tuan Handika terbelalak melihat Vioner merobek brutal kertas yang awalnya ia pegang.

"VIONER!"

"APA?! Papa pikir ini nggak keterlaluan buat Vio? Papah nggak anggap Vio anak karena perusahaan yang terbakar itu? Bahkan kalau Mama masih hidup, pasti dia nggak bakal ngelakuin hal seburuk ini. Vio tau Papa rugi, tapi Papa masih punya banyak perusahaan yang sedang sukses 'kan? Seandainya Vio bisa balikkin waktu, Vio jamin hal ini nggak bakal terjadi. Vio sekarang tau prioritas Papa dari dulu emang uang!"

PLAK!

BUGH!

Tamparan dan tinjuan keras itu berhasil membuat Vioner jatuh ke lantai. Memar langsung menghiasi ujung bibir dan pipi kanannya. Vioner menatap Tuan Handika kecewa.

"Bagus ya kamu ngomong gitu sama Papa? Tinggal di mana kamu beberapa hari ini? Sama preman? Udah merasa hebat kamu bisa hidup tanpa uang Papa? Pikir pakai otakmu, Vio. Kamu nggak bakal bisa hidup tanpa uang. Siapa aja pasti perlu uang. Dan kamu pikir kerugian terbakarnya satu perusahaan itu enteng? Perusahaan yang terbakar itu adalah perusahaan paling sukses yang Papa miliki. Ratusan miliar terbakar begitu aja karena ulah kamu! Kamu pikir siapa yang rela kehilangan sebegitu banyaknya? Hasil kerja keras Papa dan Mama dari kami belum mempunyai anak. Pikir!" sarkas Tuan Handika geram.

"Rugi mana kehilangan uang ratusan miliar sama kehilangan nyawa anak kandung? Papa pilih uang atau Vio?" tanya Vioner. Tuan Handika bungkam beberapa saat. Ia masih tak menyangka akan perubahan Vioner saat ini. Sebelumnya, anak itu selalu diam ia perlakukan bagaimanapun.

Tuan Handika menghela napas kasar, mengusak rambutnya asal. Deru napasnya terdengar jelas di telinga Vioner. Menandakan pria di hadapannya sedang meredam emosi.

"Sekarang kamu masuk kamar! Pokoknya kamu nggak boleh tampakin muka kamu di hadapan Papa!"

Vioner bangkit dari posisinya, melirik Bi Ami yang sedari tadi mematung di samping tembok. Bukan tak berniat membantu, tetapi sadar bahwa di antara mereka ia bukan siapa-siapa.

BROTHER [COMPLETED]Where stories live. Discover now