31. Hard to persuade

53 3 0
                                    

Senyuman terpatri di wajah Kirei yang masih terlihat muda. Kakinya dia gerakkan mengikuti alunan musik dari earphone yang dia pakai. Kirei menari dengan luwes. Sebenarnya dia payah dalam hal ini, jika tidak karena Guelzio yang memaksanya bernyanyi sambil menari saat konser waktu itu, Kirei mungkin tidak akan belajar menari.

Bernyanyi sambil menari selama durasi lagu itu sungguh melelahkan. Kirei lebih senang bernyanyi saja tanpa tarian apa pun. Tapi Guelzio memintanya untuk menampilkan yang terbaik dengan menari bersama penari latar. Guelzio berkata jika sebenarnya gerakan Kirei tidak buruk. Bahkan sangat bagus.

Kirei lantas berhenti menari saat menyadari orang-orang di taman mulai memandanginya. Kirei lupa bahwa dia sedang dalam perjalanan pulang setelah berbelanja.

"Guelzio..." ucapnya seraya mengeluarkan ponsel dari dalam saku celananya.

Kembali melukiskan senyuman, Kirei menggenggam ponsel pemberian Guelzio dengan erat. Menyaksikan sekelebat memori perselingkuhan manis yang melintas di benaknya.

Begitu manis, sampai air matanya menetes.

Kirei telah mengutuk hidupnya sendiri. Selama ini dia mencintai Guelzio. Pria tampan dengan tutur kata lembut yang kadang cengeng. Tapi semesta malah memilih Derjov sebagai pendamping hidupnya. Mengikat janji suci yang mengharuskannya menghabiskan sisa hidup dengan manusia yang tidak dia cintai.

Seorang anak harusnya menjadi buah cinta kedua orang tuanya. Tapi Kirei dan Derjov tidak pernah menunjukan hal tersebut. Terbayang jelas pertengkaran mereka selama ini. Kirei tertawa miris, bagaimana Zavel bisa lahir saat orang tuanya saja tidak pernah saling mencintai?

Bukan.

Zavelnya yang tampan itu bukan kecelakaan. Kirei sangat menyayanginya, Zavel adalah hartanya yang paling berharga.

Lalu Derjov dan Guelzio.

Kirei terlalu sering membedakan mereka. Dia terlalu memandang yang tidak perlu. Derjov dan Guelzio mempunyai nilai kurang dan lebihnya masing-masing.

"Guelzio yang cengeng itu sudah tumbuh dewasa sekarang." Kirei tertawa kecil.

"Aku tidak cengeng lagi."

Deg

Kirei terkejut, seketika tubuhnya terasa membeku. Suara itu mirip dengan seseorang yang dia rindukan. Terdengar dekat. Apa telinganya salah dengar? Kirei bahkan tidak berani menoleh hanya untuk memastikan.

Si pemilik suara yang tidak asing itu menggaruk tengkuknya, lantas dia berjalan ke depan Kirei karena tak sabar menunggu reaksinya yang begitu lamban. "Hei, aku tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini. Apa yang kamu bawa? Sini aku bantu, padahal aku baru mau ke apartemenmu..."

Kirei langsung memeluk pria itu, Zeon Guelzio. Kirei menangis, hampir limbung karena terkejut. Bahkan sayuran yang dia beli untuk bahan makanan nanti malam sudah jatuh ke trotoar. Guelzio terdiam memegangi bahunya, mengecup puncak kepala Kirei lalu tersenyum.

Kirei melepas pelukannya, menarik Guelzio ke sebuah gang dekat gedung apartemennya yang sepi, tidak ingin orang-orang memperhatikan mereka. Kemudian jari terampilnya mencubit lengan kekar Guelzio dengan kuat.

"Ahk! Kenapa kamu ini?" Guelzio membulatkan matanya, menatap Kirei terkejut. Inikah sambutan yang dia dapat ketika sampai di London?

"Ini beneran kamu? Kenapa kamu bisa ada di sini?" Walau sambil menangis, Kirei memukuli lengan Guelzio dengan geram.

"Eh hei! Aku merindukanmu, lagian aku sedang liburan, jadi sebaiknya aku menuntaskan rasa rinduku." Guelzio menghentikan pukulan Kirei dengan mendekapnya erat. "Aku sangat merindukanmu."

Can You Love Me? .endWhere stories live. Discover now