27. Eighteen years passed

55 2 0
                                    

Sudah delapan belas tahun berlalu setelah kepergian Kirei. Seorang pemuda berambut cokelat terlihat gusar dalam duduknya. Menunduk sembari mencuri pandang pada sang Ayah yang dari tadi mengomel karena dia berbuat nakal.

Berkali-kali dia menghela napas, sulit untuk dijelaskan bagaimana cerewetnya Ayah yang satu itu.

Nama Derjovzier Khlenzio, si CEO galak sudah melekat di dahi pria paruh baya yang sialnya masih sangat tampan itu. Pemuda bernama Zavel yang notabene putra tunggalnya itu sudah biasa mendapat asupan kalimat pedas bervolume keras ketika berbuat kesalahan.

"Sudahlah dad. Aku janji tidak akan pergi ke klub malam lagi."

"Bahkan mencium baunya?"

Zavel terkekeh. "Iya bahkan mencium baunya pun tidak akan."

Zavel tidak pernah mengeluhkan sikap Derjov yang keras, itu membuat dirinya merasa sangat diperhatikan.

Dia memang lupa seperti apa rasanya kasih sayang dari seorang Ibu. Tapi dia dengar cerita dari teman-temannya, bahwa Ibu mereka pasti akan mengomel panjang lebar seperti radio rusak ketika anaknya berbuat kesalahan. Lantas apa bedanya dengan Derjov? Sesibuk apapun dia di perusahaan, dia selalu punya waktu untuk putranya.

Tidak bisa dibayangkan sebesar apa rasa sayang Derjov pada putranya yang genap berusia delapan belas tahun itu.

Dia pernah menghadiahkan sebuah rumah mewah di pinggiran kota saat ulang tahun Zavel yang ke tujuh belas, dan itu pun dirayakan di Paris. Dan yang paling penting, Derjov pernah memberikan donasi ratusan juta untuk warga yang kurang mampu menyekolahkan anak mereka atas permintaan Zavel. Dia memang anak yang sangat baik.

"Daddy makin cerewet saja," Zavel malah nyengir.

"Jangan bicara seperti itu padaku," Derjov menatap anaknya dengan tajam.

Dia tidak membiarkan Zavel berbicara tidak sopan pada orang yang lebih tua, meski derajatnya lebih rendah sekalipun. Selama ini dia mendidik putranya sendirian agar tidak bersikap seperti dirinya dulu. Derjov tidak ingin membuat Kirei kecewa dengan didikannya.

Derjov sudah berjanji, Zavel tidak akan pernah kekurangan kasih sayang. Tidak akan dia biarkan kesedihan menyentuh putranya. Kesepian pun tidak dia izinkan bertamu walau kesibukannya di perusahaan sangat menyita waktu untuk selalu ada di samping putranya.

"Enggak, aku suka. Daddy bikin aku ngerasa punya Mommy."

Jantung Derjov langsung mencelos saat panggilan itu disebut. Terpampang jelas dalam ingatannya rupa sang istri. Meski sudah lama berlalu, harapan itu belum padam. Derjov tidak tahu kapan penantiannya berakhir, dia masih bangga memasang status menikah meski sang istri sudah tidak ada bersamanya.

"Kirei," lirihnya kemudian terduduk lesu di sofa besar sambil mengusap wajahnya.

Zavel mengerti, yang merasa kehilangan bukan hanya dirinya. Dia tidak boleh egois, selama ini Ayahnya merasa kesepian. Zavel memang tidak pernah diberitahu tentang Ibunya. Tapi dia mencari tahu sendiri, informasi tentang Ibunya.

"Aku ingin mencarinya Dad." Zavel bangkit, lalu duduk di sebelah Ayahnya.

"Kamu bisa apa? Daddy sudah mencarinya hampir di seluruh belahan bumi ini. Bahkan dengan imbalan yang cukup besar bagi siapapun yang dapat menemukannya," Derjov menghela napas. Dia sedih saat mengingat perjuangannya selama ini tidak membuahkan hasil.

Hatinya yang kosong, selamanya tidak akan pernah bisa damai sebelum melihat wajah cantik istrinya secara langsung.

Segala macam cara telah dia lakukan, segala macam usaha telah dia kerahkan. Tapi hasilnya nihil, dunia ini terlalu luas bagi Derjov, seperti mencari jarum di tumpukan jerami.

Can You Love Me? .endWhere stories live. Discover now