BAB 36: Tamu Kehormatan Berg: Lecturer

4K 739 264
                                    


Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.




****






"Jadi ... soal main bom-boman ... Paman sebenarnya orang jahat?" Aria masih membahas soal cerita fiksi tidak masuk akal Kings yang tadi. Itu karena Aria tidak tahan dengan Kings yang menempel seperti getah di bahunya, dia terus mengganggu Aria membaca, rambutnya yang berbau minyak rambut khas orang kayakyang bisa dikuras habis hartanya—terus menggesek pipi Aria, membuat Aria akhirnya meletakan bukunya dan mulai mengajaknya mengobrol agar dia berhenti menyender pada Aria.

"Ng? Kenapa kau baru perduli sekarang?" tanya Kings. Aria tidak pernah banyak tanya soal apa yang Kings lakukan dibelakang, saat Kings menumpang di kamar Aria dan menggelar rapat virtual membahas hal-hal aneh sekali pun Aria tidak pernah perduli. Bukannya tidak pernah tanya, dia jarang bertanya atau enggan mau tahu.

"Sebenarnya aku bukannya perduli, tapi aku jadi khawatir kalau Paman terlibat sesuatu yang berbahaya." Kekhawatiran Aria membuat Kings menyipitkan matanya untuk melihat maksud lain dari perhatiannya itu. "Aku sangat khawatir kalau Paman sampai kenapa-kenapa, bagaimana kalau Paman sampai meninggal tiba-tiba. Aku sangat khawatir ...."

"Khawatir yang kau maksud itu seperti apa?"

"Ya ... tentu saja aku khawatir dalam sisi kemanusiaan yang beradab," jawab Aria.

"Adab kemanusiaanmu perlu dipertanyakan," Kings meragukan Aria dan kembali menuntut jawabannya.

Lalu tidak ada angin, tidak ada hujan, tidak ada erupsi gunung Semeru, tiba-tiba mata Aria berkaca-kaca hampir menangis. "Paman kan tahu aku ditelantarkan oleh orang tuaku, aku tidak pernah mendapatkan kasih sayang orang tua sejak kecil, aku anak malang yang dilecehkan dengan kekerasan batin dan mental ... hiks ...."

Kings, "..."

'Maaf Aria, jurusmu itu tidak mempan terhadapku.'

"Tck." Tahu usaha wanita-lemah-butuh-belas-kasihan-nya tidak berlaku terhadap Kings, Aria berdecak. Dia memutar bola matanya dan ekspresi kesalnya mewarnai wajah yang tadi bagaikan peri tidak berdaya. "Intinya sebelum Paman mati, jangan lupa buat surat Hibah harta padaku. Aku kan sudah pernah bilang ini sebelumnya. Kan malu kalau aku terang-terangan minta uang, nanti kalau aku disangka matrealistis bagaimana?"

King, "..."

Ya ... bagaimana ya ....

Aria menghapus sisa-sisa air mata yang muncul tiba-tiba entah gerangan dari mana asalnya, dia belajar banyak dari Lily dan sedang mempraktekannya sekarang, tapi dia lupa kalau Paman ini tidak punya harapan untuk tersentuh dengan hal-hal seperti itu.

Aria terkejut saat Kings menangkup wajahnya dengan tangan besarnya, menghapus sisa-sisa air mata Aria, membuat Aria memejamkan matanya. Aria mendengarkan ia bergumam sambil mengelap air mata Aria. "Jangan menangis, jangan marah, jangan sakit, aku akan berikan segalanya ..."

KINGS: ThemisOnde histórias criam vida. Descubra agora