[27] Fear Under Your Skin

86 30 4
                                    

"Si buas datang. Si ibu menyuruh putrinya lari. Tinggalkan dia di belakang, dilahap perlahan-lahan, dan kini dendam tengah terbakar."

⌞ E ⌝

KETIKA memasuki film-film memori seseorang, hampir semua hal tentang orang itu ikut masuk dalam diriku. Perasaannya, latar belakangnya, dan segala hal yang dia pikirkan di memori itu. Sebuah bonus siksaan dari kekuatan Jeremiah sebagai roh mimpi.

Kudengar suara-suara jahat itu lagi. Bukan orang-orang yang kulihat memorinya yang jahat, tapi bayang-bayang masa lalu mereka yang terkadang menjelma liar.

Kemudian, semua suara panggilan abstrak itu berubah menjadi penglihatan bercahaya seperti tontonan indah. Padahal isinya sendiri mengecewakan. Ini adalah memori simpanan Jeremiah. Sang kakek tua mengambil memori orang lain dan menyerahkannya padaku dalam tidur. Seringnya itu adalah kenangan-kenangan terburuk.

Luca ada di memori pertama. Dia dan ibu panti yang senang mengajaknya berhitung menggunakan biji-bijian ada di halaman belakang. Senyum Luca merekah, seiring matahari yang perlahan-lahan naik juga memunculkan cahaya hangatnya. Luca bergelung di dalam pangkuan sang ibu, mencari-cari posisi aman untuk terlelap di pagi hari setelah lelah berhitung sepanjang malam.

Hari-hari penuh angka, teori, dan kesenangan pada pekerjaan malam berlalu. Jejak sandal sehabis tendangan kuat di bokongnya masih terasa saat dia berlari-lari menjauhi panti. Wanita yang telah memberikannya cinta bahkan tidak mengejarnya. Pagi itu adalah pagi pertama Luca tidak menyongsong matahari dengan kegembiraan sehabis memecahkan persoalan rumit. Ia menangis, pun bukan karena matematika yang menghasilkan nol jawaban. Terpapar dan menjadi Gliffard bukan hal sulit yang akan disenanginya, terlebih jika itu berujung terusir.

Memori Luca buyar, tergantikan oleh sosok gadis kecil di tepi tembok raksasa―Ayari. Dia mengamati tembok itu bersama seorang pria yang memiliki rambut pekat sepertinya. Sang ayah memanjat tangga untuk memperbaiki lubang kecil pada dinding yang memungkinkan siapa pun memperbesarnya dari luar. Miki mengambilkan barang-barang yang ia butuhkan seperti obeng dari bawah, mengobrak-abrik isi tas perkakas. Dia ikut memanjat ketika ayahnya kesulitan menutup lubang tanpa merusak kabel di sebelah.

"Tamika yang hebat," puji ayahnya saat sampai rumah, begitu pula pasukan gerbang Ayari. Tetapi jasanya menyelamatkan Ayari yang ketakutan hanya karena satu lubang kecil di dinding dibalas dengan perlakuan tak berperasaan.

Ketika pintu tembok dibuka dan punggung Miki didorong untuk melewatinya, wajah anak itu menandakan dia sudah menduga hal ini akan terjadi cepat atau lambat. Anak terpapar wabah Gliffard yang telah satu tahun dirahasiakan kebenarannya dalam tembok Ayari dianggap terlalu untung jika dibiarkan dengan hukuman tembak mati. Maka ia dikeluarkan tanpa melihat orang tuanya di pintu masuk Ayari, didorong untuk menghadapi ladang ranjau dan kemudian dikejar-kejar oleh monster yang tak pernah dipercayainya. Kini orang tuanya pun mungkin sudah mengiranya mati.

Si kembar memiliki cerita lain. Tinggal di sekitar perbatasan bersama barisan tentara dan keluarga yang berkecukupan memang aneh. Bagi mereka berdua yang sudah senang mengacau dengan permainan nakal, dijauhi dan disepak keluar dari rumah dan barisan tentara bukan suatu masalah. Malahan mereka sempat melancarkan serangan lemparan batu sebelum minggat.

Memori lain dari pemukiman Pracia selain Rimegarde bermunculan. Sosok anak-anak Gliffard yang menyongsong ketakutan terhadap monster dan pasukan Ribelin. Segalanya terjadi begitu cepat, sekaligus sangat lama sehingga aku merasakan sensasi aneh saat kenangan mereka pecah menjadi sebuah kenangan baru. Entah kenapa, aku tahu kalau getaran dan listrik kecil selalu menandakan kalau memori yang satu ini adalah milikku. Kupersiapkan diri menyambut ingatan terburukku.

Gauvelaire Has PromisedWhere stories live. Discover now