BAGIAN I: Kegelapan di Setiap Keberuntungan

1.1K 131 22
                                    

GAUVELAIRE HAS PROMISED
[ Cruel & Lonely Shadows ]

m i d s s e e l

━━━━━━━━━━

BUNYI melengking samar-samar terdengar dari tengah kota, memberikan tanda bagiku seakan kami adalah rekan.

Tetapi tentu saja lonceng tua bukanlah temanku. Itu hanya memberitahuku kapan saja saatnya aku aman berkeliaran di pasar dan mengambil sedikit remah-remah. Ketika bunyi pertamanya meletus, aku sudah berlari dari gang sempit yang membatasi toko kue dan rumah pengrajin. Dari bunyi kedua hingga kelima, aku akan melompati banyak karung bau yang ditumpuk, juga bata dan gunung batu penghalang lain, berbelok-belok. Tepat di bunyi terakhir, bunyi paling tinggi sekaligus paling lama, kupastikan kakiku sudah berada di sela-sela dua kios ikan yang sering tidak disadari bisa dimasuki anak-anak sepertiku.

Berada di bawah bayang-bayang, menyatu bersama kumuhnya celah tumpukan sampah, aku menyembulkan wajah. Tudung yang sewarna dengan gelapnya lorong sempit ini kurapatkan baik-baik sebelum memelototi jejeran ikan mati di atas meja depan sang penjual.

Tentunya aku takkan berani menyelipkan ikan di barisan depan sambil berpura-pura menjadi pembeli. Cara yang berisiko tinggi, atau aku lebih suka menyebutnya bodoh. Hanya dua tipe orang yang berani melakukannya, yaitu orang dengan kemampuan di atas langit dan orang idiot. Aku memang tak pintar-pintar amat, tapi setidaknya aku bisa membedakan dan mengerti bagaimana caranya mencuri dengan aman.

Aku melirik boks besar yang di dalamnya berisi banyak ikan. Sudah tercium sekali baunya. Bayangan ikan itu dibakar oleh Maria, lalu kami berebut bagian yang masih hangat, melintas di kepala sampai bau harumnya pun terbayang.

Si tuan penjual tanpa rambut berteriak dan sibuk dengan pelanggannya yang menyita perhatian. Aku beraksi di momen di mana pembeli meminta dipilihkan yang terbaik; berguling ke samping, lalu menyembunyikan tubuh di balik boks besar yang kumaksud. Setelah memastikan tak ada orang yang berteriak karena pergerakan tersebut, jemariku mulai bekerja.

Pelan-pelan dengan kondisi terbalik, aku membuka tutup boks yang tebal, dilapisi kain yang membuatnya tidak tampak mencurigakan jika bergerak sedikit ke atas. Tanganku yang satu lagi bergerak masuk ke dalam boks, menelusuri seberapa dalamnya itu hingga aku bisa menyentuh permukaan ikan. Biasanya, karena masih pagi dan baru saja ditangkap, aku akan langsung menyentuh kulit ikan tak jauh dari tutup boks. Namun, kali ini aku harus sedikit mengangkat tubuh dan mendorong tangan lebih jauh untuk mendapatkan ikan-ikan besar itu.

Sesuatu yang kasar tersentuh oleh kulit jari. Hampir, aku berteriak senang menyaingi si penjual yang masih berkoar.

Kuraba permukaan ikan-ikan tersebut, merasakan teksturnya yang tajam akibat sisiknya. Ada beberapa jenis ikan di sini, dan aku mencari ikan yang memiliki kulit cantik. Sisiknya tidak tajam dan mudah dibersihkan. Pada saat meraba, kurasakan banyak sisik tajam, lalu terlalu lembut, hingga yang licin sekali. Tak ada satu pun yang sama persis dengan ikan kesukaan anak-anak. Ah, sial, aku harus berusaha lebih jauh dan memeriksa pedagang berikutnya jika di sini tidak ada.

Tetapi tidak lama kemudian, aku merasakannya. Kulit yang tidak terlalu kasar, juga tidak licin. Aku menggeser jari hingga menemukan ekor si ikan, lalu langsung menariknya hingga itu meluncur ke perutku.

Mataku berbinar saat melihatnya. Warna putih dengan satu garis kuning, mengkilap karena basah, dan bulatan mata yang tidak merah. Aku berbinar-binar memandanginya. Sempurna!

Maria pasti akan memasaknya dengan sangat baik, dan Logan akan memuji kemampuanku yang semakin meningkat. Sembari membiarkan wajah berseri-seri, aku kembali memasukkan tangan ke boks, lalu mengambil ikan yang sama. Tambah satu, dua, tiga, begitu seterusnya hingga yang di pangkuan ada enam ekor.

Aku bersorak dalam hati. Ini lebih dari cukup untuk dimakan pada siang dan malam nanti. Ditambah roti yang kemarin masih tersisa, kami akan baik-baik saja hari ini. Setidaknya kami masih bisa makan walau cuaca agak tak bersahabat.

Kumasukkan semua ikan dalam kantong di balik jubah. Memang agak berat, tapi aku bisa menahannya dengan ikatan di perut. Selama tidak dicurigai atau ketahuan oleh si penjual sendiri, aku bisa mengamankan ikan sambil berjalan, bukannya berlari dan menambah risiko ikan jatuh.

Aku mengendap sebagai buntelan hitam kecil yang merayap seperti bungkusan sampah, ke dalam lorong yang kumuh dan menjijikan tadi. Tidak ada satu pun orang yang berteriak, berarti aku aman. Aku bisa berjalan santai di lorong dan menakut-nakuti tikus dengan raut ceria, lalu kembali ke tempat persembunyian kami dengan selamat.

Satu lagi hari beruntung.

「 Gauvelaire Has Promised 」










- I -

GAUVELAIRE'S MAP
[ C A L I S T I A N ]

GAUVELAIRE'S MAP[ C A L I S T I A N ]

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

────────────────

This story will contains:

FANTASY, ACTION,
minor ROMANCE,
THRILLER.

Sensitive contents (war,
blood, violence, etc), so be wise.

────────────────

NOTE:

1| setiap chapter yang memiliki tulisan "MAJOR MEMORIA" di awal bab, berarti chapter itu adalah flashback memori beberapa tokoh, mayoritas punya tokoh utama :)

2| cerita ini akan dibagi menjadi 3 bagian, dan serinya berjumlah 3 buku. Sekuel akan di-publish di work berbeda ^^

Tinggalkan satu jejak, vote dan comment positive kalian means lot buat aku. Thank you <3

- midsseel

Gauvelaire Has PromisedWhere stories live. Discover now