[20] Little Dark One

77 32 0
                                    

"Kau membutuhkan kegelapan, apa pun yang terjadi, sebab hanya dia yang dapat membuatmu terlihat oleh ribuan mata."

⌞ L ⌝

HALAMAN Mentari adalah tempat yang terlarang untuk dikunjungi olehku, dan sampai sekarang aku belum mengetahui sosok asli dari sang tuan rumah. Jelas saja, dia masa bodoh denganku, dan menyuruh antek-antek Frey-nya bekerja melayani tamu. Aku curiga sang Tuan Matahari ini juga memiliki nilai moral jelek bak bocah yang sulit diajarkan tentang kesopanan. Sifat itu pun menurun pada Aurelian yang seenaknya, serta Kai yang gemar melemparkan kata-kata kasar.

Berkat ketidakacuhan itu, tidak ada satu Frey pun yang memberitahuku tentang peresmian Lost Children di kastel nanti. Bocah polos bernama Luca-lah yang mengumumkannya padaku. Sekaligus, dia memohon-mohon agar aku menemaninya ke peresmian. Sayang sekali, aku takut membuat diriku langsung terusir secara tidak hormat jika menyentuh kastel.

"Kenapa tidak?" dia berucap memelas saat dia mengunjungiku di rumah sakit mini sehabis latihan sore yang dilaksanakan setelah hukuman. "Semua akan senang kalau kau datang. Mereka takkan jahat lagi."

Luca salah paham. Aku bukannya takut pada para Gliffard untuk dikerjai. Aurelian melarangku pergi ke kastel tempat tuannya tinggal. Membuat masalah dengan melawan Kai sudah membuatku agak jera.

"Maaf. Kastel adalah wilayah yang terlarang untukku," aku berkata. "Beritahu kalau ada yang mengganggumu nanti."

Dia cukup kecewa mendengarnya. Aku tahu dia butuh teman, tapi aku hanya bisa diam soal kastel.

Aku merebahkan diri ke kasur dan memandang langit-langit setelah Luca pergi. Tidak tega melihatnya pergi sendirian, aku berjanji pada diriku sendiri untuk menemaninya kemana pun setelah peresmian selesai. Sangat aneh jika mengatakan kami berteman sekarang. Tetapi, Luca mengingatkanku pada anak-anak panti, otomatis mendorong refleksku untuk menghadapi apa yang dia hadapi, seperti saat aku masih bersama mereka.

Seseorang mengetuk pintu kamar. Aku melirik, kemudian membelalakkan mata karena mendapati Patricia di ambang pintu.

"Sore," dia menyapa dingin.

"Yeah, sore juga," aku membalas sambil melompat duduk.

Di belakang Patricia, Miki menyusul dengan nampan makanan di satu tangan dan pakaian di tangan lainnya. Aku mendengar berbagai umpatan kesal diucapkan.

"Kenapa kau tidak ikut? Dua orang itu melarangmu?" Aku menggigit bibir karena Patricia menanyakan hal itu. Dia mendengar percakapanku dengan Luca, hebat.

"Tidak sopan rasanya masuk ke dalam tempat tinggal tuan rumah tanpa alasan jelas, bukan?" Aku menjawab sambil tertawa. Memang rasanya aneh kalau berbicara riang begini dengan salah satu anak paling barbar. Patricia garangnya bukan main. Aku sudah jera juga saat dia mendampratku dengan sendok bubur.

Miki menggertakkan gigi pada Patricia. "Ini mau diapakan?"

"Taruh saja semuanya di kasur. Jangan mempersulit diri, gadis dokter," kata Patricia. Dia beralih lagi padaku dan membiarkan Miki bersusah payah meletakkan barang-barang di tangannya. "Kau punya hak untuk datang. Itu peresmian anggota pasukan. Memangnya kau datang kemari untuk menjadi apa? Pembantu tambahan?"

"Sebentar lagi dia bisa saja menjadi pelayanmu," Miki menukas. Dia menoleh padaku, "Kalau kau mau pergi, cepat makan dan ganti bajumu. Tapi jangan ikuti anak sok ini. Kau akan menjadi bawahannya kalau terlalu baik padanya."

Gauvelaire Has PromisedWhere stories live. Discover now