[05] Dia di Sini

204 50 5
                                    

"Pada petang hari, ada ketukan di depan rumahnya. Sang anak domba membuka pintu, mengira bahwa itu adalah sang ibu. Tetapi dia salah, dan segalanya berubah menjadi gelap. Serigala telah melahapnya."

⌞ E ⌝

NASIHAT ibuku terngiang-ngiang di kepala. Jangan percayai tentara, jangan percaya mereka sebelum kau lihat kebenaran di setiap ucapan dan tatapan mereka.

Aku sudah punya tiga contoh yang bisa dipercaya dan diandalkan. Pertama ialah Kolonel Cassius, walau kami tak pernah akrab di saat pertama berjumpa. Kedua Mayor Eugene, pria paling lembut yang kusesali pekerjaannya. Dan ketiga, seorang tentara pria dengan nama Gauvelaire juga, sepupu Kolonel Cassius yang jauh sekali tinggalnya. Memang butuh berminggu-minggu sampai aku melihat kejujuran di setiap tindakan Kolonel yang mencoba baik padaku. Darinya, aku mulai membuka diri pada teman-teman dan keluarganya. Mayor Eugene kupercaya karena dia selalu menepuk rambutku lembut, dan dia bersikap sopan. Sepupu Kolonel pun sama. Dengan sifat kekanakan yang lucu jika disatukan dengan profesinya, sang Paman mampu menarik kepercayaanku.

Bukan hanya mereka, aku juga punya jenis tentara yang harus dihindari apa pun alasannya. Mereka adalah mantan tentara inti, kini menjabat sebagai tentara pelindung rakyat atau apalah. Setahuku Kapten Orna memegang kendali terhadap beberapa orang di kelompok itu. Dia mungkin menyebalkan, tapi aku tahu dia tak jahat. Sebaliknya, orang-orang murni dari kelompok itulah yang jahat. Mereka bilang mereka membutuhkan kami, lalu meminta kerja sama untuk ikut ke sebuah distrik bernama Treya. Tetapi aku tak bisa percaya. Instingku mengatakan TIDAK.

Dan terbukti semua itu saat kami mengetahui rencana mereka yang sesungguhnya. Mereka membunuh kepala panti, aku dan Logan menyaksikannya walau akhirnya tertangkap basah. Gausten si pimpinan bilang kami diinginkan Treya, kami akan dijadikan alat. Mereka hendak membuat kami dalam penjara kesengsaraan walau kami tak tahu apa maksudnya itu.

Sekarang, mereka masih mengejar. Seolah anjing mereka telah membaui kami di kota ini.

"Anna!" Logan menyentak tanganku. Dia membawa kami ke sebuah dinding gang. Kami berhadapan dan dia memegang bahuku. "Jangan panik. Oke? Kita tahu ini akan terjadi cepat atau lambat."

Aku mengangguk. Paru-paruku mencoba menikmati udara banyak-banyak, lalu aku membuangnya sehingga tubuhku berhenti bergetar. "Bagaimana sekarang?"

"Kalau kita lari ke arah lain, mereka pasti akan melihat." Dia benar. Menunggu di sini pun takkan berhasil karena mereka menuju ke arah ini.

Logan mengintip ke luar sana, lalu kembali beberapa saat kemudian. "Aku punya rencana. Tapi ini hanya akan berhasil satu kali." Kuanggukkan kepala, mendengarnya. "Pasar. Kita lari ke sana, mengalihkan mereka semua dari anak-anak lain. Di sana ramai jadi kita bisa lari."

"Tapi di sana ada para pedagang yang mengenaliku. Jubah itu juga―"

"Tak apa. Orang-orang bodoh seperti mereka lebih mudah dilewati daripada Gausten." Logan jahat sekali menghina orang-orang yang menjebakku dengan cara bagus kemarin. Kali ini dia meraih tanganku lebih dulu. "Langsung lari. Kau siap?"

"Punggungmu?"

"Masih baik. Oke?" Dia mengangguk meyakinkan. Di matanya terdapat banyak keberanian dan api yang berkobar sehingga aku sulit membantahnya kali ini.

Tanganku membalas genggamannya. Detik berikutnya kami langsung melesat di jalanan dan membuat orang-orang ribut. Mereka yang tersenggol menjerit marah. Seruan kutukan itu membuat para tentara menoleh ke arah kami. Dengan cepat berpasang-pasang mata menemukan tatapanku.

Gauvelaire Has PromisedWhere stories live. Discover now