[04] Lagi-Lagi Berlari

192 54 10
                                    

"Ayah, kenapa kita tidak pergi saja dari tempat menyedihkan ini?"

⌞ G ⌝

AKU berhenti bermimpi. Dingin menusuk tulangku walau ada selimut yang menutupi tubuh. Itu bukan berasal dari udara luar. Mimpi itulah yang menyerangku dengan sensasi kurang bersahabat. Kolonel Cassius, pria yang telah mengasuhku selama lima tahun, adalah mimpi burukku akhir-akhir ini.

Mataku melihat pintu tenda dibuka. Seseorang memunggungi tenda di luar sana. Sedikit ketenangan hadir saat tahu itu Logan.

Sebelum sempat berdiri dari pembaringan, aku merasakan gesekan pada tangan. Detik berikutnya sebuah benda jatuh dan nyaris mengiris jariku. Ketika kubuka selimut, ternyata itu benda yang sedari tadi kupegang agar bisa menenangkan diri.

Benda itu kubungkus rapi menggunakan jubah yang telah memberikan perlindungan padaku selama tidur. Setelah itu aku beringsut ke tepian tenda untuk mencari tas-tas gemuk. Saat ini tidak peduli tas mana yang akan menampung benda tajam itu, yang penting bisa aman dari jangkauan anak-anak lain. Aku membiarkan sedikit kain menyembul keluar dari tas hingga aku bisa mengetahui posisinya saat hari sudah terang.

Memindai pemandangan di dalam tenda, aku melihat kepompong-kepompong besar yang merupakan tubuh anak-anak tertidur. Mereka terbungkus selimut seadanya yang kami dapatkan saat kabur. Dua anak paling besar di dekat pintu masuk tenda tidak menggunakan selimut sama sekali--Luke dan Maria. Sementara Carmen yang ada di dekat Abraham pun tak kebagian selimut yang cukup. Di samping tempatku berbaring, ada tempat yang kosong. Itu pastinya punya Logan karena dia ada di depan tenda sekarang.

"Hei," tiba-tiba pemuda itu berbisik. Kepalanya menoleh ke belakang, menatapku.

Aku berdiri, perlahan-lahan menuju tempatnya. Aku takut salah pijak hingga menggencet gumpalan selimut yang ternyata adalah kaki salah satu adik-adikku. Ketika hampir sampai di mulut tenda, aku langsung melompati jarak yang tersisa.

Logan bergeser. "Sini. Kau tidur terlalu lama."

"Tolong jangan sebut aku pemalas hanya karena itu," kataku sambil merosot di sampingnya.

"Tidak akan." Dia merogoh saku dan menunjukkan sesuatu padaku. Sebuah potongan kertas kusam yang kutebak adalah koran bekas. "Ini, aku menemukannya di luar gerbang tadi sore."

Aku tak asing dengan kejutan setelah dijebak oleh para pedagang. Ini bukan surat kabar yang biasanya berisi tentang pertunjukkan yang akan dilaksanakan di pusat Rimegarde. Hiburan seperti itu biasanya dilakukan walau perang tengah menghantui semata-mata karena kami ingin menikmati sesuatu sebelum ditaklukan. Pesan pesimis yang mengharukan memang. Tetapi kali ini, aku melihat sesuatu buruk yang sesungguhnya dari koran.

MASIH DICARI, ANGGOTA KEMILITERAN YANG MENGHILANG DARI KEBAKARAN MARKAS TERDEPAN PRACIA. Kira-kira itulah judulnya. Aku melihat foto seseorang di bawah judul, pria yang telah mengurusku selama lima tahun. Beberapa anak lugu mungkin akan bertanya kenapa sosok ayahnya dipasang di koran, dengan asumsi sang ayah mendadak terkenal. Padahal, jika wajahmu terpampang di atas koran dengan judul tidak mengenakkan, itu pertanda buruk.

Aku enggan membaca isinya. Sudah jelas itu menceritakan tentang apa. Kolonel Alpha Cassius Gauvelaire, panglima yang sudah lama berperang seperti para pendahulunya, tiba-tiba hilang. Terlebih, di hari yang sama, sebelum dia menghilang total, kebakaran terjadi di markas terdepan Pracia sekarang Kalau bekerja di bidang keamanan bagian deduktif, kau akan mengira hal ini: Kolonel-lah yang menyebabkan kebakaran, membunuh hampir semua tentara di sana, lalu kabur. Bla bla bla.

Gauvelaire Has PromisedWhere stories live. Discover now