[21] Cerita Akhir Malam

79 29 2
                                    

"Konon, menjadi prajurit Langit sama dengan menjadi pion bagi mereka, bangsa yang setengah kekal, yang diberkati oleh Selias Agung setelah Noir menghilang di bawah salju. Kau akan mati, tidak peduli seberapa indah janji mereka padamu."

⌞ G ⌝

TAK kunjung mendengar jawabanku, dia mulai tertawa. Anggun, sekaligus terlatih layaknya bangsawan. "Bercanda. Keputusanmu mungkin tepat untuk mengikuti Aurelian dan tidak marah padanya. Ayo, berdirilah, Kecil."

Aku tidak menyukai caranya memanggilku, sama seperti semua orang menaruh kata kecil di belakang namaku. Namun, aku tetap meraih tangannya yang terulur. Lagi-lagi dingin terasa meskipun dia memakai sarung tangan halus.

"Kau―"

Sesuatu melesat begitu cepat di dekat telingaku, memotong ucapan yang tidak akan pernah kuingat lagi. Setelah melaluiku begitu saja, sesuatu itu menuju kepada Atlas, yang syukurnya langsung ditangkap oleh pemuda itu.

Pisau. Aku melihat pisau yang baru terbang cepat di antara jari-jari Atlas.

"Atlas, pembunuh peliharaan Azuri favoritku. Lama tidak berjumpa, apa kabarmu?" Itu Aurelian. Aku terpaku di tempat ketika dia berjalan melewatiku dan langsung berhadapan dengan Atlas. Entah ke mana mahkota emasnya, tapi dia masih terlihat begitu agung.

Aurelian mendekatkan wajahnya ke samping kepala Atlas, sedangkan satu tangannya meraih gagang pedang hitam itu. Dia mencabut pedang, lalu menaruh bilah mengkilapnya ke leher sang pemilik. "Apa kau datang kemari untuk menjelaskan Dewan mana yang membuat banyak monster mengganggu kami, dari Rimegarde sampai pulauku? Atau malah mereka semua bekerja sama kali ini?"

Atlas hanya mengembangkan senyumnya yang terasa palsu kali ini. "Maafkan aku, Yang Mulia. Tapi aku tidak menerima perintah apa pun mengenai itu."

Bersiaplah lari, aku bisa merasakan suara Jeremiah berbisik di benak. Terbesit sekelebat bayangannya sedang duduk di atas kayu dan menonton. Kau tahu? Mereka bisa saling cakar sekarang, merobek sinar dan bayangan, lalu berubah menjadi sosok-sosok keji tak pandang bulu. Dan kupastikan kau tak akan selamat jika terus terpaku pada bocah ular itu, Nak.

Berisik, Kakek! aku menghardik agar suaranya berhenti.

Atlas bisa saja merebut pedangnya, atau mencoba cara serangan sederhana menggunakan pisau. Dia tidak terlihat seperti amatir yang takut pada Aurelian. Karena perlahan-lahan dia mengaburkan segala sisi manis dan sopannya, memperlihatkan bayangan gelap dari belakang tubuhnya. Baju putih itu tidak terasa terang lagi ketika tangannya mulai menggenggam pisau dengan benar. Instingku berbicara, mengatakan kalau orang ini lebih berbahaya, lebih brutal, lebih berkuasa.

Sedikit saja tindakan yang berubah, akan ada kehancuran.

Tapi secara tidak terduga Aurelian melempar bilah tajam bergagang hitam itu ke belakang sampai tercebur di kolam gelap. "Bercanda. Aku tahu itu pedang palsu."

Atlas tidak marah. "Kalau itu asli?"

"Aku yakin basah sedikit untuk mengambil pedang bukan masalah buatmu," kata Aurelian. Dia menunjuk Kai yang ada jauh di belakang. "Ya sudah. Kalau kau tidak mau menjelaskan apa pun tentang beragam kesialan yang disebabkan para Dewan, kau pergi saja dengan Kai. Urusanmu pasti lebih beres dengannya."

Gauvelaire Has PromisedDonde viven las historias. Descúbrelo ahora