[06] Burning Promise

178 54 20
                                    

Maredenei lasto addicia*. Sumpahku sampai akhir.

⌞ E ⌝

TENTU saja takkan ada yang menjawab kecuali si hewan. Makhluk itu membuka mulut penuh gigi besar dan lidah lancip. Dia mengangkat kaki depan dan mulai mengarahkan cakar-cakarnya padaku. Oh, astaga, dia hendak membunuh manusia di hadapannya! Aku!

Melepas rem, kakiku melesat ke lorong-lorong acak di luar rencana. Aku tidak tahu apa yang terjadi, atau apa yang sedang kusaksikan. Hewan yang kini mengejar itu tak pernah ketahuan eksistensinya di buku belajar anak-anak. Singa kawin dengan ular lalu hasilnya disatukan dengan landak? Yang benar saja!

Auman si makhluk membuatku gemetar. Meski tak berani melirik ke belakang, aku sudah tahu jarak kami sedekat apa. Hanya dibutuhkan satu lompatan, si macan bersisik niscaya memutus kepalaku dengan taringnya. Aku berharap. Siapa pun, yang tinggal di sekitar sini, yang mendengar suara makhluk itu, tolong bantulah aku!

Untuk kesekian kalinya di hari ini, aku menerima kejutan lain.

Memang betul labirin gang ini menyesatkan bagi siapa pun yang tak hafal jalan, sedangkan bagi yang sudah mengerti seluk-beluknya bisa memanfaatkan. Tetapi, kelemahan jika kau bermain-main di labirin ini, baik orang yang hafal jalan maupun tidak, punya satu masalah sama ketika berhadapan dengan tikungan.

Selalu ada yang muncul dari sana secara mengejutkan. Kali ini, aku terkena jebakan itu lagi, malahan lebih parah. Seekor makhluk yang sama tengah meloncat dari gang samping yang kulewati. Kupikir si pengejarku berpindah tempat, tapi bukan begitu. Memang makhluk ini bertambah. Tak sampai setengah detik, aku tahu aku akan tamat diterkam si hewan kedua.

Tanganku yang memegang belati ditarik oleh entah siapa. Sebelum kulihat si penyelamat, aku sudah terjerembap di aspal. Bunyi bruk yang keras bukan berasal dari tubuhku saja. Dua makhluk itu ikut menyusul, membuat suara nyaring akibat tubrukan kepala mereka.

"Seram, ya?" Aku membelalak saa penyelamatku bersuara. Mustahil. Masa, dia lagi?

Kuangkat kepala, melihat si pemuda berjubah yang kemarin membebaskanku dari amukan pedagang. Dia masih sama―berlindung di balik tudung, hanya menunjukkan senyum penuh tipu muslihat.

"Hai lagi, kurasa," sambungnya. Dia menatap pada dua makhluk yang perlahan-lahan berdiri di depan kami. "Mereka anak-anak manis, kok. Tinggal beri mereka permen mint dan semua beres."

Itu tidak menghibur sama sekali.

Seseorang muncul dari balik tubuh para monster dan menghunus sebuah pedang. Langkah kaki si petarung senyap dan gerakan tangan pada pedangnya terlatih. Senjata yang lima kali lebih besar dari belatiku itu langsung menebas kedua tubuh si makhluk-makhluk aneh, membuat cairan hitam meledak di depan wajah. Para monster mati dalam sekejap, dan aku tak percaya itu hanya terjadi dalam tiga detik.

"Permen mint, huh?" Si teman pemuda yang menyelamatkanku menyahut. Dialah yang membunuh keduanya tadi.

"Anggap saja permen mint itu adalah kau, Kai."

"Apa―Apa itu barusan?" tuntutku.

"Kau harus bertanya untuk tahu apa itu?" Si pemuda yang menolongku menoleh. "Jelas-jelas monster, Kecil."

Aku ingin pingsan sekarang. Bukan hanya karena jantungku hampir dimakan para macan berbentuk aneh, tapi juga menghadapi kenyataan bahwa dua pemuda ini tampak tak acuh dengan kengerian tersebut. Apa-apaan ucapan santainya? Aku ragu dia tak tahu apa yang tengah dia hadapi barusan, dan keberuntungan macam apa yang bisa menyelamatkannya selain kedua macan yang saling membentur. Tetapi kenapa dia bertindak seolah semuanya gampang?

Gauvelaire Has PromisedWhere stories live. Discover now