SIM 66

873 151 8
                                    

Vote ngapa woi😭

________

Alvin mengajak Syifa ke kamarnya. Syifa celingak-celinguk melihat kamar mewah milik Alvin. Alvin tersenyum manis melihat wajah Syifa. "Apa kau ingat kamar ini?" tanyanya.

Syifa menggelengkan kepalanya. Alvin tersenyum tipis menanggapi gelengan kepala itu. Mungkin saja Syifa belum mengingat sepenuhnya. Alvin merangkul bahu Syifa dan menuntunnya menuju balkon kamar. Alvin menyuruh Syifa untuk duduk di sofa, Alvin juga ikut duduk di sampingnya.

"Jika ada waktu luang untuk bersantai, kita selalu menghabiskan waktu di sini. Sejak kau hilang ingatan, aku merasa takut jika rasa cinta itu ikut menghilang."

"Bagaimana aku akan mencintaimu sedangkan aku sendiri tidak ingat denganmu? Kita hanya pernah saling cinta," sahut Syifa.

Syifa tersenyum tipis kala ia melihat raut wajah Alvin yang sontak berubah. "Tetapi, sekarang aku kembali mencintaimu."

Alvin tersenyum lebar. Syifa yang kali ini jahil sekali. Alvin mencubit pipi Syifa dengan perlahan. Pria itu meletakkan kepala di atas paha milik Syifa. Seperti kala itu. Namun, bedanya sekarang Syifa nampak lebih canggung. Alvin mencium perut besar milik Syifa. Jantung Syifa berdegup kencang. Syifa menarik napasnya dalam-dalam untuk mengontrol perasaannya.

"Aku mencintaimu ... dan juga aku mencintai anak ini."

"Apa pria itu pernah menyentuhmu, Sayang?" sambung Alvin.

"Dia selalu menjauh dariku saat aku mendekatinya."

"Itu artinya dia belum menikahimu oleh karena itu dia tidak berani untuk menyentuhmu. Aku harap kau tidak mencintainya," ujar Alvin.

"Aku mencintai ayah anak ini." Syifa memegang perutnya.

"Itu artinya aku?"

Syifa menganggukkan kepala. Matanya sedikit menyipit, mungkin karena Syifa tengah menyunggingkan senyuman. Alvin menarik tali cadar yang terikat di belakang kepala Syifa. Cadar itu terjatuh ke wajah Alvin. Alvin mengambil kain yang menutup wajahnya. Senyum manis Syifa masih terpancar di wajahnya. Senyuman yang senantiasa Alvin rindukan kini muncul kembali.

Alvin memandangi wajah Syifa hingga puas. Syifa salah tingkah dibuatnya. Syifa mengalihkan pandangan ke depan dengan pipinya yang merah merona. Alvin benar-benar merasa gemas pada istrinya. Ia mencubit pipi milik Syifa yang sedikit tembam dengan bibirnya yang tersenyum lebar. Syifa tidak berteriak sakit karena cubitan itu hanya pelan-pelan saja.

"Tadi aku menyerah. Namun, ternyata Tuhan menakdirkanku untuk menang terlebih dahulu. Kau sangat nakal, Sayang. Kau selalu membela pria itu." Alvin terkekeh pelan.

Syifa menunduk ke bawah menatap mata Alvin. Mata Syifa sedikit berair sontak membuat Alvin menggelengkan kepalanya. "Tidak, tidak. Aku hanya bercanda. Jangan menangis," pinta Alvin. Apakah ibu hamil selalu sensitif?

"Maafkan aku."

"Aku yang seharusnya meminta maaf. Aku tidak bisa menjagamu dengan baik sehingga membuat orang lain yang hendak mencelakaimu bisa lolos dari pengawasanku."

"Apa aku dijatuhkan ke bawah jurang?"

Alvin sedikit terbelalak. Lalu, pria itu mengangguk mengiyakan pertanyaan sang istri. Syifa tersenyum tipis melihat anggukan itu. Syifa menatap kosong ke depan. Aksi seorang wanita paruh baya itu selalu saja berputar di memori Syifa. Terkadang, jika mengingat kejadian itu membuat Syifa menitikkan air mata. Ia selalu bertanya kepada dirinya, apa Syifa sejahat itu hingga ada orang yang membenci dan mencelakainya?

Syifa tidak takut dibenci. Ia hanya takut jika ada salah satu dari sikapnya yang membuat orang itu membencinya. Alvin menatap raut wajah itu yang sudah tidak berekspresi. "Apa yang kau pikirkan?"

"Apa dahulu kala aku adalah seorang wanita yang menyebalkan sehingga membuat orang itu membenci lalu mencelakaiku?" tanya Syifa.

"Kebencian tidak selalu timbul karena sikap dari diri kita sendiri. Terkadang ada juga orang yang membenci karena ada rasa iri di dalam hati."

Alvin mulai menceritakan semua yang terjadi di masa lalu. Walaupun Syifa tidak mengingat itu, setidaknya Syifa kembali mengetahuinya. Syifa terkekeh kecil kala Alvin menceritakan bahwa Alvin selalu saja merasa iri karena umi lebih sayang kepada Syifa. Namun, sekarang Alvin bersyukur karena semua keluarganya menyayangi istrinya. Melihat kondisi Anna yang tidak diterima baik oleh keluarga Gardan membuat Alvin bersyukur karena dirinya lebih beruntung.

Ketika sedang asyik mengobrol, tiba-tiba pintu kamar diketuk. Alvin cepat-cepat bangkit dari posisi tidurnya dan memakaikan cadar di wajah Syifa. Setelah itu, Alvin membuka pintu kamar. Alvin sedikit terkejut ketika di ambang pintu terdapat banyak orang. Ada Husain, Anna, Gardan, Fatimah, dan juga Burhan. Anna berlari menghampiri Syifa yang baru saja menutup pintu balkon.

"Jangan berlari, Na, ingat perutmu," peringat Gardan.

Anna memeluk tubuh Syifa dengan erat. Syifa sedikit kebingungan. Namun, akhirnya ia membalas pelukannya. Alvin dan Gardan tersenyum manis melihat istrinya masing-masing.

"Kau kembali."

"Apa aku adikmu?" tanya Syifa.

Anna melepas pelukannya. "Tentu saja! Aku kakakmu dan pria yang memakai kaus putih juga kakakmu." Anna memanah telunjuknya ke arah Husain.

Husain merentangkan tangannya. Namun, Syifa sedikit ragu untuk memeluknya oleh karena itu Syifa hanya mencium punggung tangannya saja. Alvin tersenyum penuh kemenangan. Jujur saja, melihat Syifa mencium punggung tangan Husain saja sudah membuat Alvin cemburu. Apa lagi jika berpelukan?

Satu keluarga itu berkumpul bersama di lantai bawah. Syifa sangat canggung untuk kali ini, lebih-lebih lagi pada Husain. Dahulu kala Syifa lebih akrab dengan Husain ketimbang dengan Anna. Bahkan Husain selalu menjahilinya. Sekarang, Husain terus menggoda Syifa sehingga membuat Syifa tersipu.

Di atas tangga, terdapat sepasang mata yang tengah memandangi keluarga yang bahagia. Iri? Tentu saja. Alvin mempunyai segalanya. Alvin mempunyai keluarga, sedangkan dirinya? Aarav sudah dibuang di usianya yang masih terbilang remaja kencur yakni dua belas tahun. Sejak kecil, Aarav merasakan pahitnya kehidupan. Dirinya terus disuapi oleh luka sampai pada akhirnya ia masuk SMA dan bertemu dengan seorang kakak kelas, yaitu Alvin. Mereka berdua bersahabat, bahkan kedua orang tua Alvin menyuruh Aarav untuk tinggal bersama. Mereka sudah seperti satu keluarga.

"Senyuman itu muncul kembali, itu artinya kau sudah merasa jauh lebih baik. Jaga Syifa baik-baik, Vin. Kau sangat beruntung bisa mendapatkan hatinya," lirih Aarav bermonolog.

....

Malam hari tiba. Mobil mewah berwarna hitam baru saja terparkir di garasi. Seorang pria berjas hitam berlari menuju kamar untuk menjumpai sang istri. Sedari pagi ia sudah merengek tidak ingin pergi ke kantor. Namun, Burhan memaksanya untuk tetap pergi ke sana. Ada banyak pekerjaan yang harus Alvin selesaikan. Alvin menaiki dua anak tangga sekaligus dan mengetuk pintu kamarnya sebanyak dua kali lalu menerobos masuk.

Wanita yang baru saja selesai membaca Al-Qur'an terkejut ketika seorang pria masuk begitu saja ke dalam kamar. Alvin berdeham kecil seraya menyodorkan tangannya. Syifa tersenyum kikuk dan menghampiri Alvin. Ia lupa bahwa dirinya adalah istri Alvin. Wanita itu mencium punggung tangan milik suaminya. Lalu, Alvin membalasnya dengan memberikan kecupan hangat di kening Syifa.

______

To be continued
Username Instagram: faresyia_

Surat Izin Mencintai (END)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz