SIM 51

892 160 38
                                    

Follow dulu akun Fafa. Bantu share cerita ini supaya yang baca makin banyak.
Liat juga ke bawah. Ada bintang, kan? Lalu, klik. Makasih❤️
.
.
.
Happy Reading

Syifa melontarkan senyuman hangat kepadanya dan tidak menghiraukan tatapan Sarah itu. Syifa menaiki anak tangga dan masuk ke dalam kamar. Syifa sama sekali tidak peduli dengan orang yang membencinya, selagi masih ada Allah yang mencintainya tanpa syarat Syifa akan baik-baik saja.

Syifa ingin sekali menghubungi Husain. Namun, pasti di jam segini Husain tengah bekerja di kantor Alvin. Sudah beberapa hari Syifa tidak berkomunikasi dengannya akibat Syifa sibuk mengurus Alvin. Bahkan, Syifa juga tidak mengabarkan tentang keadaan Alvin beberapa hari yang lalu. Dan ... sampai saat ini, Fatimah dan Burhan belum mengetahui tentang Husain.

...

Seorang pria berjas hitam tengah berjalan menuju ruangan kerjanya. Para karyawan menyapanya dengan sopan. Karyawan perempuan mana yang tidak terpincut dengan pesona seorang tuan muda Alvin? Pria itu jika sudah jatuh cinta akan sangat manis perlakuannya. Beruntung sekali Syifa bisa menjadi istrinya, pikir mereka demikian. Namun, di sini yang beruntung sebenarnya adalah Alvin.

Alvin selalu merasa beruntung memiliki Syifa yang selalu sabar untuk membenarkan langkahnya. Meluruskan jalannya yang semula tersasar. Syifa selalu mendekatkannya dengan agama, Syifa selalu berusaha untuk membimbingnya. Sedangkan Alvin? Alvin tidak bisa memberikan ilmu apa-apa untuk Syifa. Kemarin saja Alvin merasa malu ketika melihat suami dari kakak perempuan Syifa. Suaminya terlihat begitu semangat untuk mengerjakan salat. Gerakan salatnya pun nyaris sempurna walaupun Alvin tahu agama apa yang sebelumnya Gardan peluk.

Raut wajah Alvin yang datar menjadi luntur ketika melihat kakak ipar. Alvin mencium tangannya. "Assalamualaikum, Kakak ipar."

"Jangan seperti ini. Aku tidak enak hati," bisik Husain.

"Aku ini adik iparmu. Apa kau lupa?"

"Tetapi kau juga atasanku."

Alvin memutar bola matanya malas. "Lupakan jabatanku yang itu."

"Aku pergi ke ruanganku dahulu, apa kau mau ikut, Kak?" lanjut Alvin dengan nada mengajak.

"Eum, sepertinya tidak. Aku masih ada kerjaan yang diberikan oleh pak Aarav."

'Pak? Tua sekali Aarav,' batin Alvin.

Alvin menganggukkan kepalanya. Husain hendak melangkahkan kakinya. Namun, tiba-tiba Alvin meraih tangannya dan mencium punggung tangannya sontak membuat Husain menggelengkan kepalanya. Setelah itu, Alvin melangkahkan kakinya kembali. Ia hendak menaik lift. Namun, di sana ada lima orang karyawan tengah mengantre.

Karyawan tersebut menitah Alvin untuk terlebih dahulu memakai lift tersebut. Namun, Alvin menolaknya. Beberapa saat kemudian setelah lift itu kosong Alvin langsung memakainya dan masuk ke dalam ruangan. Hatinya terkejut ketika seorang wanita bisa lolos masuk ke dalam ruangannya. Pasalnya semua karyawan di sini sudah diperintahkan untuk tidak memperkenankan Evrita untuk masuk ke dalam kantor perusahaan ini. Alvin menutup pintunya kembali dan masuk ke ruangan Aarav.

Ceklek!

Mendengar suara ceklekan pintu membuat pria yang tengah duduk di kursi sembari memegang pulpen langsung mendongakkan kepalanya.

Surat Izin Mencintai (END)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz