SIM 39

1K 167 4
                                    

Maaf telat, baru isi kuota.

Yok, bisa, yok tekan vote dulu sebelum lupa:)
.
.
.
Happy reading ❤️

Alvin mengubah ekspresi wajahnya menjadi datar sontak membuat Syifa menertawainya. Indra penciuman Alvin mencium aroma tak sedap. Alvin mengendus-endus tangannya yang sedari tadi menahan bokong milik bayi tersebut. Alvin menjauhkan tangannya dari hidung karena aroma tersebut menempel pada telapak tangannya. Anehnya lagi, Alvin mendekatkan hidung pada bokong bayi tersebut sehingga membuat Syifa mengerutkan keningnya.

"Astagfirullahaladzim, dia buang kotoran di tanganku, Sayang!" adu Alvin dengan nada yang merengek. 

Alvin meletakkan bayi tersebut ke atas kasur. Syifa membelakkan matanya karena Alvin tidak berhati-hati melakukan itu. "Pelan-pelan, Alvin!"

Setelah meletakkan bayi kecil tersebut, Alvin berlari terbirit-birit menuju kamar mandi dan mencuci tangannya hingga aroma tersebut hilang. Bibir Alvin tak henti-hentinya mengumpat karena bayi itu membuang air besar pada saat Alvin menggendongnya. Tidak bisa dibayangkan bagaimana jika Alvin mempunyai seorang anak dan harus membersihkan kotorannya setiap hari.

Alvin mencium tangannya dengan ragu-ragu, setelah ia merasa bahwa aroma tidak sedap itu hilang dari tangannya, Alvin keluar dari kamar mandi. Alvin celingak-celinguk di kamarnya yang luas. Tidak ada kehadiran Syifa di sini. Alvin keluar dari kamarnya, tak lupa ia menguncinya kembali. Pria itu mencari Syifa ke lantai bawah

"Sayang ...?"

Semua para pembantu yang tengah menikmati jam istirahatnya tertawa kecil mendengar panggilan tersebut. Alvin mendengar cengengesan yang berasal dari dapur. Namun, ia tak menghiraukannya. Mencari Syifa kini jauh lebih penting dari pada memarahi para wanita di dapur itu.

Suara tangisan bayi terdengar dari sebuah kamar. Kamar yang letaknya berdekatan dengan dapur. Tak salah lagi, bayi itu pasti ada di kamar salah satu pembantu. Di mana ada bayi kecil, di situ pasti ada Syifa. Alvin melangkahkan kakinya menuju dapur. Semua pembantu yang awalnya tertawa kecil kini mengulum tawanya.

"Mana Syifa?"

"Di kamar bi Inem, Tuan," sahut salah satu pembantu.

"Seharusnya kalian beritahu aku dari tadi!" Alvin melengos ke kamar Inem.

Alvin membuka kamar seorang wanita paruh baya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Pria itu melihat Syifa yang tengah memakaikan pamper dengan mengikuti arahan dari Inem. Alvin tersenyum nakal kepada Syifa. Sedangkan Syifa? Wanita itu selalu menampakkan tatapan polosnya seolah-olah bahwa ia tidak tahu apa-apa. 

"Kau sedang belajar, Sayang?" tanya Alvin. Pria itu melangkahkan kakinya untuk mengikis jarak di antara dirinya dan Syifa.

"Tidak. Aku hanya ingin bisa."

Alvin meletakkan tangan kanannya di bahu kiri milik Syifa. Inem mengulum senyumnya karena ia tahu arah topik apa yang tengah Alvin bicarakan. Inem nampaknya sangat senang melihat keakraban Syifa dan juga Alvin.

"Tidak boleh berbohong pada suamimu ini, Sayang." Alvin mengangkat kedua alisnya berkali-kali.

Syifa tak menghiraukan Alvin. Menganggu sekali pria ini. Syifa memfokuskan matanya pada apa yang ia kerjakan. Sedangkan Inem, ia membantu Syifa untuk memasukkan kaki milik bayi kecil itu ke dalam pamper. Setelah itu, ia memenangkan bayi kecil tersebut yang masih menangis.

Surat Izin Mencintai (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang