SIM 33

1.1K 182 9
                                    

Tekan vote dulu, ya.
.
.
.
.
Happy Reading❤️

"Umi ...," lirih Syifa dengan.

"Umi akan bekerja sama dengan Aarav dan juga beberapa pekerja yang ada di rumah. Selama mereka memantau, kau pasti aman, Nak," sahut Fatimah seraya tersenyum manis untuk meyakinkan sang menantu.

Syifa terdiam sejenak. Lalu, wanita bercadar itu menganggukkan kepalanya. Syifa hendak melangkahkan kakinya menuju kamar untuk mengemasi baju-baju Namun, Alvin lebih dahulu keluar dari kamar dengan membawa koper yang berisi baju milik Syifa. Syifa memang tidak membawa banyak baju. Oleh karena itu cepat sekali Alvin mengemasi baju-baju milik istrinya.

Syifa menengok koper yang ada di belakang Alvin. "Yakin tidak ada yang tertinggal?"

"Tidak ada, Sayang," balas Alvin.

Yang baper bukannya Syifa, melainkan dua orang paruh baya yang sedari tadi memperhatikan interaksi pasutri anyar itu. Anyar akur maksudnya.

"Hentikan memanggilku dengan panggilan itu." Syifa risih.

"Kenapa? Kau istriku, apa kau tidak---"

Yakin karena akan terjadi perdebatan, Fatimah menukas, "Alvin, mengapa kau mengemasi baju-baju Syifa sekarang? Ini masih pagi sekali."

Syifa membalikkan tubuhnya 180 derajat agar tak membelakangi Fatimah. Alvin menjawab pertanyaan sang umi dengan berdalih, kepalanya masih sakit dan harus segera beristirahat. Syifa tertegun ketika mendengar alasan tak berbobot itu. Dia bisa saja mencari-cari kebohongan untuk mengabulkan keinginan hatinya.

Burhan memutar bola matanya malas. "Banyak alasan! Ya sudah, hati-hati."

"Siap! Assalamualaikum. Ayok, Syifa!" ajak Alvin seraya menarik pergelangan tangan milik istrinya.

"Sebentar, kau ini buru-buru sekali." Syifa mencium punggung tangan milik Fatimah dan Burhan.

Burhan cengengesan ketika pertama kali melihat ekspresi Alvin yang dimarahi oleh wanita selain Fatimah. Wajahnya terlihat cemberut. Alvin yang ditertawai oleh sang abi hanya mendelik sekejap karena Burhan menatapnya juga. Setelah berpamitan dengan kedua orang paruh baya tersebut, Alvin dan Syifa masuk ke dalam mobil dan melajukannya dengan kecepatan yang sedang.

Di sepanjang perjalanan, Alvin terus menggoda Syifa sehingga membuat kedua pipi milik wanita tersebut sempat berubah warna menjadi merah padam. Namun, sayangnya Alvin tidak melihat itu. Jantung Syifa tak sesantai ketika ia bercakap dengan Alvin di depan Fatimah dan Burhan. Asal kalian tahu, Syifa masih ketakutan sampai saat ini.

"Fokuslah menyetir, Alvin. Jangan menggodaku seperti itu!" ketus Syifa dengan nyali yang pas-pasan.

"Kau menggemaskan sekali jika sedang salah tingkah." Alvin cengengesan sembari membayangkan tingkah Syifa ketika tadi ia memujinya.

"Diamlah! Aku juga bisa marah."

"Jangan. Jangan marah. Aku akan diam, Sayang," sahut Alvin.

Alvin memfokuskan matanya ke jalanan raya. Sedangkan di sisi lain? Sebuah gedung tengah mengadakan pesta pernikahan. Dua orang yang ada di pelaminan kini tengah diselimuti oleh kebahagian. Namun, beda halnya dengan perasaan seorang wanita yang menonton mereka berdua dari kejauhan. Hatinya sangat rapuh walaupun semalaman ia tertawa lepas dengan para pria di tempat hiburan dewasa.

Evrita melihat Gardan yang tengah duduk bersebelahan dengan seorang wanita yang memakai gaun sederhana berwarna putih, hijab yang menutup dada, dan juga cadar yang menutupi wajahnya. Mantan kekasih yang sudah ia tunggu-tunggu kedatangannya, sekarang? Ia sudah datang dan memberi kejutan yang cukup mengejutkan. Hatinya bagaikan tengah dibombardir oleh Gardan. Namun, Evrita berusaha untuk tegar karena di sisi lain ia masih mempunyai Alvin.

Tanpa Evrita ketahui, Alvin sudah sangat kecewa padanya. Mustahil sekali jika Alvin akan kembali padanya. Alvin tak lagi menorehkan rasa percayanya pada wanita jalan itu. Kini Alvin tengah tergila-gila dengan istrinya, sedangkan Evrita masih syok dengan perkataan Gardan yang terang-terangan menyatakan bahwa ia hanya bermain-main saja dengan dirinya.

....

Alvin dan Syifa baru saja sampai di depan rumah. Alvin menggandeng tangan milik Syifa sehingga menarik perhatian para body guard-nya. Terlihat sekali perubahan Alvin di sini. Tak seperti biasanya wajah Alvin tersenyum seperti ini. Biasanya, Alvin memasuki rumahnya dengan ekspresi wajah yang menyebalkan, minim ekspresi.

Bima membukakan pintu rumahnya, Alvin dan Syifa masuk ke dalam. Kedua pasutri itu menaiki anak tangga satu persatu. Syifa masih ingin mengikis jarak di antaranya dan Alvin. Namun, setiap kali menjauh, Alvin menariknya agar lebih dekat. Menyebalkan memang. Namun, Syifa tak berani marah kepadanya. Masih waswas jika Alvin akan marah balik kepadanya.

Alvin hendak membuka pintu kamarnya. Namun, tiba-tiba Aarav datang menghampirinya dengan melontarkan senyuman kepada Syifa lalu ke Alvin. Pria itu sudah memperhatikan Alvin dari kejauhan. Sakit? Oh, jelas! Doanya tidak dikabulkan oleh Tuhan. Namun, tidak apa-apa. Pasti ada hikmah di dalamnya. Jangan merebut istri orang.

"Ayok ke kantor!"

"Apa kau tidak melihat, aku baru sembuh," dalih Alvin.

"Sudah sembuh, bukan? Ayok!"

"Kau ini menyebalkan sekali. Paham-pahamlah maksudku!"

Syifa hanya menyimak percakapan mereka berdua. Aarav tertawa kecil. "Baiklah, istirahat saja."

Aarav meninggalkan kedua pasutri itu. Hatinya yang terluka melihat itu tak bisa tidak membenarkannya. Sedangkan Alvin dan Syifa masuk ke dalam kamar dengan membawa koper. Syifa memindahkan semua baju-bajunya ke dalam lemari. Sedangkan Alvin? Pria itu tengah duduk di tepi ranjang.

"Syifa."

Syifa menolehkan kepalanya ke belakang dengan hati yang ragu."Ya?"

"Ada yang memanggilmu," ujar Alvin.

"Siapa?"

"Tadi aku memanggilmu, bukan?" Alvin menyunggingkan senyum jahilnya.

Sabar, Syifa. Lihat saja dahulu, bunuhnya nanti.

Wanita itu menggelengkan kepalanya dan kembali merapikan baju-bajunya. Setelah itu, Syifa meletakkan kembali koper milik Fatimah ke tempatnya. Sedari tadi, Alvin terus mengikuti Syifa ke mana pun Syifa pergi. Syifa merasa ada yang berbeda di dalam diri Alvin. Wanita itu benar-benar belum menyadari bahwa Alvin, sudah mulai jatuh. Jatuh cinta kepadanya.

Alvin menarik Syifa ke dalam kamar. Wanita itu masih ketakutan dengan Alvin walaupun sedari tadi ia mati-matian berusaha untuk menutupi ketakutannya.

Alvin memperhatikan Syifa yang terus menunduk. "Apa kau takut padaku, Syifa?"

Jujur atau tidak?

Syifa menganggukkan kepalanya. Alvin berujar, "Maafkan aku. Tempo hari, aku salah paham. Aku sudah mendengar apa yang sebenarnya terjadi. Bima menceritakannya padaku. Aku benar-benar minta maaf."

"Aku sudah memaafkanmu, tetapi---"

"Aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi, Sayang."

_______

To be continued
Username Instagram: faresyia_

Surat Izin Mencintai (END)Where stories live. Discover now