SIM 20

1.1K 164 1
                                    

Follow dulu akun Fafa. Bantu share cerita ini supaya yang baca makin banyak.
Liat juga ke bawah. Ada bintang, kan? Lalu, klik. Makasih❤️
.
.
.
Happy Reading

Tak lama kemudian mereka berdua sampai di masjid. Kedua pria itu rebahan tepat di samping pintu masjid seraya mengatur napasnya yang masih ngos-ngosan. Bahkan di udara yang sejuk ini mereka mengeluarkan keringat yang di area pelipisnya.

Banyak para laki-laki yang menatapnya. Namun, sayangnya mereka berdua tidak peduli akan itu. Alvin berusaha untuk menutupi jubahnya yang robek di sebelah kanan. Jubahnya robek dari bawah sampai atas lutut akibat langkah Alvin ketika berlari terbilang sangat lebar.

Tiba-tiba, ada seorang pria muda yang menghampiri Alvin dan Aarav. "Kalian berdua---"

"Diam!" ketus Alvin dan Aarav secara bersamaan.

Jika sedang kelelahan seperti ini rasanya mereka berdua tidak nafsu untuk menjawab pertanyaan. Namun, tiba-tiba azan berkumandang, Alvin dan Aarav cepat-cepat pergi ke tempat wudu pasalnya Alvin belum mengambil air wudu, sedangkan Aarav sudah. Namun, ketika berlari tadi ia refleks membuang angin.

Setelah selesai berwudu, mereka berdua masuk ke area masjid. Namun, tiba-tiba saja Alvin menjadi pusat perhatian. Alvin lupa, harusnya ia tetap memegang jubahnya yang robek itu.

"Robek?" tanya Aarav seraya tertawa geli dengan suara yang masih terjaga agar tidak terlalu berisik.

Alvin mendelik tajam menanggapinya. Aarav pergi mengambil kain sarung untuk Alvin. Setelah itu, mereka berdua menunggu ikamah dikumandangkan. Selang lima belas menit kemudian, kedua pria tadi sudah menyelesaikan salat subuh. Namun, mereka berdua enggan untuk pulang melewati jalan yang tadi. Mereka berdua berdiam diri di depan pagar masjid.

"Bagaimana?" tanya Aarav.

"Suruh Bima untuk menjemput!"

Aarav merogoh sakunya dan menelepon Bima. Setelah itu, mereka berdua menunggunya. Tak lama kemudian Bima datang membawa mobil. Kedua pria tersebut masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi tengah. Lalu, Bima melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.

Ketika hendak melewati pohon tadi, Alvin menutup matanya. "Tutup mata, Rav!"

Aarav menutup wajahnya menggunakan kedua tangannya. "Bima, kau lambat sekali!" ketus Aarav dengan wajah yang masih ditutup.

Bima kebingungan dengan sikap Tuan-nya. Namun, Bima tetap menuruti apa yang diperintahkan oleh Aarav. Bima mempercepat kelajuannya. Beberapa menit kemudian, mobilnya sudah terparkir di area rumah. Alvin dan Aarav masuk ke dalam rumah.

Alvin masih berusaha untuk menutup jubahnya yang robek. Alvin berjalan dengan langkah yang lebih kecil dari biasanya. Syifa melihat cara berjalan Alvin yang terlihat aneh. Bahkan, tingkahnya itu nyaris ditertawai oleh para body guardnya, hanya saja mereka menahan tawanya agar Tuan muda tersebut tidak marah.

"Kau kenapa?" tanya Syifa.

"Bukan urusanmu."

Syifa menggelengkan kepalanya dan berjalan menuju dapur. Setelah makanan telah matang, Syifa mengajak Alvin, Aarav, dan para pekerja di sini untuk sarapan. Tak lama setelah sarapan, Alvin masuk ke dalam kamar lalu keluar kembali dan berpamitan kepada Syifa dengan memakai jas hitam yang sudah rapi.

"Aku akan pergi ke luar kota," ujar Alvin dengan nada yang datar.

"Ya, hati-hati."

Alvin berdeham kecil untuk menyahutnya. Pria tersebut melangkahkan kakinya menuju mobil, Aarav sudah menunggunya di dalam. Syifa membukakan pintu pagarnya dengan lebar agar mobil bisa keluar dengan leluasa. Sebenarnya, membukakan pintu pagar itu tugas salah satu body guard. Namun, ketika salah satu body guard hendak membukakan pintu pagar itu, Syifa mencegahnya.

Ketika mobilnya berpas-pasan dengan Syifa, Aarav yang tengah menyetir langsung membukakan jendela mobil dan menyunggingkan senyumannya ke Syifa. Syifa membalas senyuman itu lalu menundukkan matanya.

Alvin mendelik tajam dan menutup jendela yang sudah dibuka oleh pria yang ada di sampingnya. "Genit sekali, jika kau menabrak bagaimana?!" ketus Alvin

"Katakan saja bahwa aku tidak boleh memandangnya." Pria itu tertawa mengejek. Rasa gengsi Alvin sangat besar, sama seperti dahulu.

Aarav memfokuskan matanya ke jalanan. "Kau pria pencemburu ternyata," sambungnya.

"Untuk apa cemburu? Aku tidak mencintai Syifa, aku hanya mencintai Evrita."

Aarav melirik wajah Alvin sekilas lalu mengalihkan pandangannya kembali. "Apa kau mengizinkanku untuk melihat wajah Syifa?"

Alvin terdiam sejenak. Entah mengapa hatinya merasa tidak rela jika wajah Syifa dipandang oleh pria lain. Mata Syifa saja sudah membuat pria lain jatuh cinta padanya, apa lagi jika mereka melihat wajah cantik Syifa?

"Tidak akan kuizinkan," sahut Alvin tanpa disengaja.

"Wajah Syifa dipandang oleh pria lain saja kau cemburu. Lalu, mengapa aurat Evrita yang sering kali dipandang pria lain kau tidak cemburu? Antara rasa cinta dan kagum itu berbeda, Alvin. Kau masih saja tidak paham."

"Ganti topik!"

....

Kini, Alvin dan Aarav tengah melajukan mobilnya di kota tujuannya. Mereka berjalan tanpa tujuan. Mereka berdua hanya melihat-lihat apakah ada orang yang mampu menarik perhatiannya. Pasalnya, Alvin tak mencari karyawan yang terlalu pintar, minimal dia mempunyai semangat yang tinggi untuk mempelajari bagaimana kerjanya di kantor perusahaan Alvin, mempunyai etika yang baik, dan telah menamatkan pendidikan tingkat terakhir di perguruan tinggi.

Aarav menyetir, sedangkan tugas Alvin mencari-cari orang. Aarav sudah mulai kesal karena sedari tadi ia hanya berkeliling jalanan raya saja karena Alvin tak kunjung memilih orang.

"Mereka semua tidak menarik, tidak ada wanita cantik!" ketus Alvin.

Aarav membelakkan matanya. Sejak kapan sahabatnya ini mempunyai mata keranjang? Aarav menghadiahi Alvin sebuah jeweran di telinga kanan dengan tenaga yang nyaris dikeluarkan sepenuhnya. Alvin berteriak kesakitan. Lalu, Aarav melepaskan tangannya.

Tangan Alvin merogoh sakunya dan mengambil ponsel pintar. Alvin membuka kamera depan dan melihat telinganya di sana. "Lihat! Telingaku memerah!"

"Itu salahmu! Aku menyuruhmu untuk mencari seorang pria, bukan wanita cantik."

"Aku hanya bercanda!" sungut Alvin.

Aarav melambatkan kecepatan mobil. Aarav sudah mulai bosan karena sedari tadi menunggu Alvin untuk memberhentikannya. Namun, Alvin tak kunjung melakukan itu sehingga membuat Aarav harus ekstra sabar menghadapinya.

"Biarkan aku yang mencari, kau menyetir saja!"

"Big no! Menyetir melelahkan," sahut Alvin.

Alvin menepuk siku-siku milik Aarav. "Hei, stop!"

Aarav terkejut ketika Alvin meminta berhenti secara tiba-tiba. Ia refleks mengerem secara mendadak sehingga membuat jidat Alvin nyaris menyentuh kaca mobil. Alvin menunjuk seorang laki-laki yang tengah memegang amplop cokelat. Aarav memarkir mobilnya di pinggir jalan. Kebetulan ada juga mobil lainnya yang terparkir di situ.

"Kau tawarkan dia. Jika dia mau, ajak dia masuk ke dalam mobil!" titah Alvin.

______
To be continued
Bantu follow akun Instagram Fafa.
Username: faresyia_

Surat Izin Mencintai (END)Where stories live. Discover now