SIM 37

1K 165 3
                                    

"Apa kau masih berhalangan salat, Sayang?" tanya Alvin seraya menggandeng bahu milik Syifa.

"Tidak."

Alvin bersorak gembira di dalam hatinya karena ia tak payah lelah lelah pergi ke masjid. Pasutri itu mengambil air wudu dan tak lama kemudian azan mulai berkumandang. Di saat Alvin membentangkan sajadah, Syifa hanya diam saja karena ia tidak akan memakai mukena. Pasalnya, kerudungnya sudah terjulur panjang hingga ke lutut.

Alvin mengimami Syifa dengan surat pendek yang ia hafal. Setelah selesai salat, Alvin menyerongkan tubuhnya dan menyodorkan tangan. Syifa mencium punggung tangan milik Alvin. Di saat Syifa mencium punggung, Alvin mencium pucuk kepala milik Syifa.

"Kau sangat cantik, Sayang."

Mendengar pujian itu membuat wajah Syifa merah tersipu. Syifa lebih malu lagi karena ia tidak memakai cadar sehingga membuat Alvin bisa melihat pipinya. Alvin tertawa melihat pipi Syifa yang berwarna merah padam layaknya memakai blush on berwarna merah muda.

"Setelah salat itu berzikir, bukan memujiku," nasihat Syifa seraya menundukkan kepalanya.

Alvin mengangkat dagu milik istrinya. "Jangan ditutup-tutupi, aku suka melihatnya."

"Dari pada kau terus-terusan melontarkan pujian kepadaku, lebih baik kau membaca buku iqra."

"Tapi aku lapar," rengek Alvin.

Syifa terdiam sejenak. Lalu, wanita itu menyuruh Alvin agar diam di kamar, sedangkan ia hendak pergi ke dapur untuk membantu para maid yang ada di sana.

"Kau di sini saja bersamaku. Biar mereka yang memasak," saran Alvin.

"Aku ingin membantu mereka."

"Jika begitu, aku ikut!"

Alvin dan Syifa turun ke lantai bawah. Syifa membantu memasak, sedangkan Alvin? Tugasnya hanya mengganggu saja. Ternyata diam-diam, telinga para pembantu di dapur sibuk menguping dengan tangan yang sibuk meracik masakan. Mereka ingin sekali cengengesan melihat Alvin yang selalu mengganggu Syifa.

Alvin memanyunkan bibirnya karena Syifa mengomelinya. Alvin memeluk tubuh istrinya dari belakang. "Kau galak sekali, Sayang."

"Hei, di belakangmu itu banyak orang," bisik Syifa seraya melepaskan kedua tangan Alvin yang melingkar di perutnya.

Alvin sepertinya merajuk, pria itu pergi melengos dari dapur. Entah ke mana dia pergi, semoga saja tidak pergi ke apartemen Evrita. Kepergian Alvin tidak disadari oleh Syifa karena Syifa berpikir bahwa Alvin menuruti perintahnya dan berdiam diri di belakangnya.

Setelah selesai memasak, Syifa mulai menyadari bahwa Alvin tidak ada di dekatnya. Wanita itu mencari Alvin ke dalam kamar. Namun, pria itu tidak ada di sana. Syifa mengambil payung karena ia akan mencarinya ke halaman rumah dan kebetulan di luar rumah sedang turun hujan. Para body guard yang sedang berteduh kebingungan melihat Syifa karena wanita itu celingak-celinguk seperti sedang mencari sesuatu.

"Nyonya, kau sedang mencari apa?" tanya salah satu body guard.

"Aku sedang mencari Alvin. Apa kau melihatnya?"

"Tadi aku lihat, dia pergi ke taman belakang. ."

Bukan sekadar melihatnya, salah satu body guard itu sudah berbincang dengan Alvin. Alvin mengatakan seperti ini padanya, "Excel, jika Syifa mencari-ku, jawab saja bahwa tadi aku berlari ke belakang rumah."

Mendengar sahutan dari body guard yang bernama Excel itu, Syifa langsung bergegas melangkahkan kakinya menuju taman belakang, tak lupa ia membawa payung karena langit mulai menurunkan rintikan air. Setelah sampai di sana, matanya terbelalak melihat Alvin yang tengah rebahan di atas rumput sembari menikmati rintikan hujan yang membasahi tubuhnya.

Ketika Alvin menyadari kehadiran Syifa di sana, Alvin langsung memejamkan matanya. Pria itu seperti keledai jika sedang jatuh cinta. Banyak sekali dramanya. Syifa menghampiri Alvin yang tengah terbaring di atas rerumputan hijau. Syifa meletakkan payung di atas kepala milik Alvin.

"Alvin, bangun!"

"Kau senang sekali sakit-sakitan," omel Syifa.

"Alvin, jika kau mengantuk tidak perlu tidur di sini."

'Aku, kan, sedang berpura-pura pingsan. Mengapa dia mengira bahwa aku tertidur?' batin Alvin.

Rencananya gagal. Tanpa aba-aba, Alvin .... "Dor!"

"Astagfirullah!"

Tawa Alvin kian memecah ketika melihat Syifa yang sedikit terlonjak kaget. Alvin bangkit dari posisi tidurnya. Syifa mengulurkan tangannya untuk membantu Alvin berdiri. Alvin meletakkan tangannya di atas telapak tangan milik Syifa. Kemudian, Syifa menariknya sampai Alvin berdiri.

"Siapa yang menyuruhmu untuk bermain hujan di sini? Apa kau ingin sakit lagi?"

"Ya. Aku ingin sakit agar kau selalu ada di sampingku, Sayang," sahut Alvin seraya tersenyum jahil.

"Ayo, masuk! Ganti bajumu."

Alvin menganggukkan kepalanya dan berjalan beriringan dengan Syifa. Pria itu hendak memeluk wanitanya. Namun, Syifa mengurungkan niatnya karena baju Alvin masih dalam keadaan basah kuyup. Pasutri tersebut naik ke lantai atas lalu masuk ke dalam kamarnya. Syifa mengambil baju ganti dan sebuah handuk untuk mengeringkan rambut Alvin.

Alvin hendak membuka bajunya. Namun, tiba-tiba Syifa menghentikannya. "Di kamar mandi, Alvin."

Bahu Alvin merosot seketika. Ia menyahut, "Baiklah."

Alvin berjalan menuju kamar mandi dengan membawa baju, celana, pakaian dalam, satu handuk kecil untuk mengeringkan rambut dan wajah, dan satu handuk besar untuk mengeringkan tubuhnya. Selang beberapa menit kemudian, Alvin keluar dari kamar mandi dengan menggunakan kaus berwarna putih dan juga celana berwarna hitam yang panjangnya di bawah lutut.

"Baju basah ini bagaimana?" tanya Alvin.

Syifa yang tengah sibuk merapikan lemari pakaian langsung menolehkan kepalanya ke belakang. "Simpan saja. Akan ku-cuci baju itu."

Alvin berpikir sejenak untuk menuruti perintah Syifa. Waktu yang digunakan Syifa untuk mencuci bisa Alvin gunakan untuk bermesraan dengannya. Oleh karena itu, sekarang Alvin tengah mengendap-endap berjalan menuju lantai bawah dan pergi ke dapur dengan membawa semua pakaian kotor yang ada di kamar mandi. Alvin menyuruh pembantu di dapur untuk mencuci semua pakaian tersebut.

Setelah itu, Alvin kembali masuk ke dalam kamar. Pria itu merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Syifa yang baru selesai membereskan baju langsung menghampirinya. Wanita itu memegang kening milik Alvin. Alvin memegang tangan milik Syifa yang menempel pada jidat miliknya.

"Apa kau sakit lagi, Alvin?"

'Sepertinya ... ini kesempatan,' batin Alvin.

Alvin menganggukkan kepala. Syifa mengerutkan keningnya seolah-olah ia tidak percaya padanya. "Tetapi, kau tidak demam."

"Eum, kepalaku sakit, Sayang," dalihnya.

"Kau tunggu di sini, aku akan mengambil makanan untukmu."

_________

To be continued
Username Instagram: faresyia_

Surat Izin Mencintai (END)Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu