SIM 30

1.2K 177 3
                                    

Tekan vote dulu, ya.
.
.
.
.
Happy Reading ❤️

Alvin terus merebahkan tubuhnya dengan perut yang kelaparan. Alvin memandang nomor telepon Syifa. Pria itu berpikir keras apakah ia harus menelepon Syifa? Dirinya sama sekali tidak ada yang mengurus. Untuk turun ke bawah saja tidak kuasa karena tenaganya melemah di pagi ini, apa lagi dari semalam Alvin tidak menyantap makanan sama sekali.

"Tidak ada kerjaan sekali seorang Alvin memikirkan wanita asing," lirih Alvin bermonolog.

Alvin menjauhkan ponsel pintar tersebut. Namun, beberapa detik kemudian Alvin menekan nomor telepon milik Syifa karena keinginan hatinya yang meronta-ronta ingin dipenuhi. Lambat laun pria itu menempelkan ponselnya di telinga. Namun, wanita yang ia hubungi tidak mengangkat panggilannya. Alvin berpikir bahwa Syifa sudah benar-benar kecewa dengan dirinya.

Mimpi yang selalu Alvin alami sekarang menjadi kenyataan, Syifa benar-benar pergi. Alvin mulai menyesal. Namun, tak ada niat sedikit pun di dalam hati Alvin untuk meminta maaf kepada Syifa. Sudah dikatakan, rasa gengsinya sungguh besar.

Ceklek!

Aarav masuk ke dalam kamar Alvin. Pria itu menatap manik mata Alvin yang sedikit menggenang air di sana.

"Kau kenapa?"

"Tidak kenapa-napa," sahut Alvin dengan melengoskan pandangannya. Demi menjaga harga dirinya sebagai lelaki. Jangan sampai Aarav tahu bahwa matanya hendak mengeluarkan cairan bening.

"Semalam kau tidak berbuat macam-macam dengan Evrita, bukan?"

"Tidak."

"Tuntun aku ke bawah!" sambung Alvin.

"Sangat terasa, bukan, bagaimana jadinya jika tidak ada Syifa?"

Aarav menghampiri Alvin. Tangannya menuntun tangan Alvin agar menggapai pundaknya. Aarav memapah Alvin menuju lantai bawah. Namun, ketika langkahnya terpijak di ambang pintu, Alvin tidak sadarkan diri. Pria itu pingsan sehingga membuat Aarav hilang keseimbangan dan terjatuh ke lantai.

"Astagfirullah, Alvin!"

Geli rasanya untuk melakukan ini. Namun, harus. Aarav mengangkat tubuh Alvin ke atas ranjang. Pria itu menghubungi nomor Fatimah agar beliau mengunjungi rumah ini bersama Burhan dan juga tentunya Syifa. Syifa yang Alvin butuhkan saat ini. Aarav sudah tahu tentang penyesalan atas perbuatan Alvin yang membuat Syifa pergi dari rumahnya.

Semalam Alvin bercerita kepadanya melalui via japri di aplikasi WhatsApp walaupun keberadaan mereka berdua terbilang cukup dekat. Kamarnya bersebelahan. Namun, Alvin sengaja menceritakannya di Whatsapp agar Evrita tak mengetahuinya. Aarav juga sempat kesal pada sahabatnya itu yang selalu bermain tangan kepada wanita.

Selang beberapa menit kemudian Fatimah dan Burhan masuk ke dalam kamar. Sedangkan Syifa menghentikan langkahnya di ambang pintu. Aarav menatap mata Syifa yang sepertinya ketakutan untuk menghampiri Alvin. Mata Syifa tidak berbohong walaupun sebagian wajahnya ditutup oleh cadar. Wajarkah jika Aarav mencintai wanita itu? Wanita yang sudah menyandang gelar sebagai istri Alvin.

"Masuk saja, Nak. Kau tidak perlu takut, Alvin tidak sadarkan diri," ujar Fatimah.

Syifa yang tadinya hanya berdiri di ambang pintu kini lambat laun melangkahkan kakinya berjalan menghampiri ranjang Alvin. Aarav mulai menceritakan tentang penyesalan Alvin atas perbuatannya. Aarav juga berharap semoga Syifa bisa memaafkan Alvin. Mulut Aarav meminta agar Syifa memaafkannya. Namun, hatinya berharap agar Syifa dan Alvin berpisah. Biarkan dirinya memasuki kehidupan Syifa.

Surat Izin Mencintai (END)Where stories live. Discover now