SIM 32

1.2K 183 8
                                    

"Akan selalu ada wanita yang mencintaimu dengan tulus. Hanya saja ... kemarin kau telah mencintai wanita yang salah."
______

"Minuman keras."

Syifa terbelalak dan melepaskan pelukannya secara paksa sehingga membuat Alvin merebahkan tubuhnya kembali. Wanita itu pergi menjauh dari Alvin dan melangkahkan kakinya menuju lemari untuk mengambil baju piama miliknya yang berwarna hitam polos. Syifa terkejut ketika tahu bahwa aroma alkohol ternyata seperti itu. Syifa lebih terkejut lagi ternyata aroma alkohol itu berasal dari baju Alvin.

Awalnya, Syifa berpikir bahwa Alvin kehilangan keseimbangan karena sedang sakit. Namun, nyatanya Alvin mabuk. Syifa tak tahu apa yang membuat Alvin berani meneguk minuman yang telah diharamkan di dalam Al-Qur'an.

"Kau tidak boleh mabuk-mabukan seperti ini!" omel Syifa sembari membukakan kancing baju milik Alvin satu persatu.

"Aku merindukan omelanmu itu. Teruslah mengomeliku."

Syifa membuka baju milik Alvin dengan kepala yang dipalingkan ke belakang. Ia tidak ingin melihatnya. Syifa memakaikan baju yang tadi ia ambil di lemari. Setelah itu, Syifa membantu Alvin untuk membenarkan posisi tidurnya. Lalu, Syifa melepaskan mukena dari tubuhnya dan melipat mukena tersebut. Ia memegang kening Alvin, ternyata masih demam. Syifa tersentak kaget ketika Alvin menariknya sehingga membuat tubuh Syifa terbaring di pinggirnya. Syifa membelakkan mata ketika Alvin memeluk tubuhnya dari samping dengan kening yang menyatu satu sama lain.

"Alvin, lepaskan!"

"Evrita. Evrita membohongiku, Syifa," lirih Alvin dengan mata yang terpejam dan suara yang parau. Alvin bisa merasakan napas Syifa yang memburu.

"Maksud---"

Ceklek!

Sialan sekali! Pintu kamar tidak dikunci. Fatimah yang membukakan pintu kamar langsung membelakkan matanya ketika melihat Alvin memeluk Syifa dengan posesif. Di benaknya, ada beberapa pertanyaan yang menyangkut. Namun, rasa penasarannya tidak sebanding dengan rasa senangnya melihat Alvin yang bertingkah seperti itu kepada Syifa.

Fatimah tersenyum kikuk. "Ma--maaf, umi mengganggu."

Fatimah menutup kembali pintu kamar tersebut. Suara cengengesan dari luar terdengar sampai telinga Syifa. Syifa sangat malu, sedangkan Alvin terlihat santai saja dengan matanya yang terus terpejam. Pipi Syifa memerah, Alvin membukakan matanya dan melihat pipi milik istrinya.

"Harusnya kau melepaskanku tadi!" Syifa menjauhkan tubuhnya dari Alvin. Syifa sedikit mengerucutkan bibirnya.

Tangan Alvin mendarat di pipi milik Syifa. "Bibirmu jangan seperti itu, Syifa, jika kau tidak ingin aku melakukan sebuah kekhilafan."

"Kekhilafan yang indah," sambung Alvin.

Syifa menautkan kedua alisnya. Wanita itu mencoba untuk mengangkat tangan Alvin dari pipinya. Namun, lagi lagi Alvin menahannya. "Diamlah! Tidak baik seperti itu kepada suami. Ingat, kau istriku, Sayang."

Syifa terdiam melongo ketika mendengar kata terakhir yang dilontarkan dari mulut Alvin dengan suara yang lirih. Mengapa Alvin memanggilnya dengan panggilan seperti itu? Syifa menyingkirkan rasa penasaran di benaknya. Mungkin ia salah dengar. Syifa menatap wajah sang suami. Baru kali ini ia menatap wajahnya dengan sangat lekat bahkan matanya enggan beralih ke tempat lain. Baru kali ini juga ia memandangi wajah Alvin dengan perasaan hati yang kagum terhadap ketampanannya.

Surat Izin Mencintai (END)Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ