31. MEREKA MENJAUH

57 9 8
                                    


Rafael menatap malas ke arah teman-temannya, mereka sangat asik bermain game online di ponselnya. Sedangkan Rafael? Ia tersulut dalam pikirannya, tentang Alexsya, dan keadaannya.

“Gue ke toilet dulu,” izinnya.

Boby menganggukan kepalanya sebagai jawaban.

“Mau ke toilet aja pake acara izin segala, kek cewek aja lo!” cibir Boby.

“Biar lo semua kagak ikut!”

Rafael bangkit dan berjalan kearah pintu kelas, dan berjalan kearah yang berlawanan dengan toilet. Mungkin ia akan pergi ke suatu tempat untuk menenangkan pikiran dan perasaannya.

Langkahnya begitu cepat, sampai ia sendiri tidak menyadari bahwa ia sudah sampai di roftoof sekolah. Tempat pelarian dari semua masalah yang ada disekolah, ada pula, sebagian siswa yang sering menggunakannya untuk bertemu dengan kekasih dan memulai aksi pacaran disana.

Mata Rafael membulat sempurna, saat melihat banyak kertas yang berserakan dilantai. Dengan cepat, Rafael memunguti satu persatu kertas tersebut.

Kita sering merasa tidak seberuntung dan seberharga itu. Tapi yakinlah, mati tidak akan merubah apapun, selain menerima, pasrah dan berdo'a.

Hati Rafael berdesir, saat membaca untaian kata-kata yang tertulis rapi di atas kertas yang ia pegang. Kemudian, ia melanjutkan membaca isi kertas yang lainnya.

Bodoh, jalang, sialan, anjing, pelacur. Semua kata-kata itu begitu menyakitkan bila didengar, gue mungkin cukup kuat untuk mendengar dan menerima ucapan-ucapan kotor itu. Tapi jika semua itu berjalan sangat lama, gue gak sanggup. Gue sendirian, gue udah kehilangan semuanya hari ini. Sofia dan Nadia ninggalin gue cuman karena humor dan video sialan itu, gue sendirian.

Tanpa Rafael sadari, air matanya turun dari mata indahnya. Bahkan, ia tidak mengusap ataupun menepis air matanya. Ia benar-benar membiarkannya.

“Gue bahkan gak sepenting itu di dunia ini.” Ujar seorang gadis dari balik tangki air.

“A-Asya?” panggilnya.

Gue harus ngelakuin sesuatu buat Asya. Batinnya.

Tanpa berbicara dengan Alexsya, Rafael memilih pergi dari roftoof. Dan mencari seseorang yang sangatlah Alexsya butuhkan sekarang ini.

Langkahnya terhenti saat melihat orang yang ia cari ternyata ada di hadapannya.

Tanpa ragu, Rafael mencegat langkah keduanya. “Nadia, Sofia.” Panggilnya.

Nadia merotasikan bola matanya malas, “kenapa?”

“Kalian berdua ngelakuin apa ke Asya?” tanya Rafael Serius.

“Gue gak ngapa-ngapain dia tuh, kenapa? Ngadu dia? Kenapa lo masih berbaik hati dengan dengerin bacotan dari dia? Padahal dia udah jadi penghalang antara lo dan pacar lo,”

Nadia bersedekap dada, kemudian ia memasang ekspresi yang sulit untuk dibaca. “Dan satu lagi, menurut gue lo gak perlu sedikit untuk respect lagi sama dia. Dia itu pelacur!” lanjutnya.

Rafael mengepalkan tangannya dengan penuh amarah, jika saja Nadia bukan perempuan, mungkin Rafael akan memberikan beberapa bogeman di wajahnya.

“Semua yang lo bilang adalah salah, dan pada dasarnya. Di sini yang salah adalah gue, gue yang udah menjadikan Asya sebagai selingkuhan, bukan Asya yang merebut gue dari pacar gue.”

“Dan sekarang, gue minta sama lo berdua, tolong pergi ke roftoof dan temuin Asya di sana. Jangan jadi pengecut, dan jangan menilai seseorang dengan sebelah mata!” lanjutnya.

She's Alexsya [On Going]Where stories live. Discover now