Part 11 : 119

2.2K 428 61
                                    

⚠ Ada adegan yang...
Note : ngingetin ulang kalo ini ff yang kucoba ambil genre thriller. Jadi kedepannya gak akan ku kasi peringatan lagi.

; Kalian ada yang nunggu ff ini?

Melayani beberapa pelanggan, Jeongwoo sama sekali tidak mengeluh meski kakinya kini berdenyut sakit karena terlalu lama berdiri

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Melayani beberapa pelanggan, Jeongwoo sama sekali tidak mengeluh meski kakinya kini berdenyut sakit karena terlalu lama berdiri. Perasaan melelahkan ini adalah yang Jeongwoo inginkan sejak lama. Menjadi seseorang yang memiliki pekerjaan dan memiliki penghasilannya sendiri.

Tidak banyak karyawan disini, alasannya adalah cafe ini adalah tempat baru yang belum memiliki banyak pengunjung. Juga disini hanya ada tiga karyawan termasuk Jeongwoo.

Berlokasi di dekat halte bus sehingga beberapa orang memilih untuk menunggu di cafe dibanding di halte tempat mereka biasa menunggu.

Tepat di pukul tujuh malam, Jeongwoo menyelesaikan pekerjaannya. Memilih berjalan kaki mengingat bus telah berlalu sejam yang lalu.

"Terima kasih ya nak. Kau semangat sekali bekerja." Bibi Kim bersuara lembut dengan tangan lentik yang dijulurkan untuk menyentuh puncak kepala Jeongwoo yang dengan refleks menundukkan sedikit badannya.

"Itu memang pekerjaanku bibi. Bibi membawa kendaraan?" Pertanyaan Jeongwoo di balas gelengan oleh bibi Kim sebelum wanita tersebut menunjuk ke arah sebuah mobil hitam yang terparkir apik di depan cafe.

"Keponakan bibi yang menjemput. Jeongwoo sendiri bagaimana?"

Hening sempat menyambut karena keterdiaman Jeongwoo. Hanya memakan beberapa detik sebelum dengan senyuman Jeongwoo menggeleng.

"Rumah temanku tidak jauh dari sini, jadi aku akan jalan kaki."

Raut bibi Kim terlihat cemas lalu dengan sorot keibuan miliknya yang memandang seolah mengudarakan permohonan pada Jeongwoo yang tergagu di tempat akibat afeksi wanita paruh baya di hadapannya yang secara tidak sengaja menghantarkan aura yang diinginkan sejak dulu.

Perasaan di hargai, dan perasaan menyenangkan ketika seseorang dengan senang hati seolah mengisi tempat yang disiapkan khusus untuk orang yang di damba kehadirannya sejak dulu. Tempat yang telah kosong sejak lama bahkan ketika kemampuan bicaranya mulai terlatih.

Sosok orang tua. Yang selama ini Jeongwoo tanyakan setiap hari dalam lirihan tanya-nya pada sang pencipta yang seolah tuli akan setiap tanya yang mengudara dan dengan sengaja dikirim padanya.

Perasaan sesak akan haru yang memenuhi tak lagi dapat terbendung ketika bibi Kim meraih kedua tangannya untuk di genggam dengan kedua tangan dengan kulit yang sedikit mengeriput. Memberi kesan hangat yang berbeda.

"Ikutlah dengan bibi. Bibi akan mengantar Jeongwoo pulang."

Maka sekali lagi, Jeongwoo menyayangkan segala tindak masa lalunya yang membawa petaka dan Jeongwoo sama sekali tidak berharap sosok di sekitarnya akan turut terseret dalam jebakan kebodohan yang dibangun tanpa pikiran jernih.

119 [Hajeongwoo] ✔Where stories live. Discover now