Part 1 : 119

4.3K 670 105
                                    

Sebuah lelucon jika Jeongwoo benar-benar mengikuti ucapan konyol para remaja itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebuah lelucon jika Jeongwoo benar-benar mengikuti ucapan konyol para remaja itu. Namun seperti halnya takdir hidup yang dimilikinya, Jeongwoo berdiri disini. Di depan sebuah telepon umum yang ditandai dengan papan bertulis 'rusak' dengan huruf berwarna merah kapital di depan pintu kaca pembatasnya.

Agak sulit membuka pintu kaca tersebut yang pengaitnya mungkin sudah berkarat. Meski begitu, Jeongwoo masih bisa masuk ke dalam kotak kaca dengan sebuah telepon umum yang sama berkaratnya di dalam.

Menjulurkan tangannya dengan ragu, Jeongwoo menekan tombol telepon umum setelah memasukkan sebuah uang logam ke dalamnya. menekan beberapa tombol nomor yang bertujuan pada ponsel pribadi miliknya sendiri.

Mengarahkan gagang telepon berkarat itu, Jeongwoo tidak mendengar ada bunyi tersambung pada panggilan manapun. Juga layar ponselnya tetap mati.

Mengulang sekali lagi, tetap tidak ada hasil dari panggilan telepon yang hanya membuang-buang uang berharga miliknya.

"Konyol. Bodohnya aku mengikuti lelucon anak sekolahan." Jeongwoo berdecih. Menekan asal nomor 119 tanpa memasukkan satupun uang logam kembali.

Mengarahkan gagang telepon ke telinga dengan tangan yang sibuk menekan-nekan jejeran nomor yang sama. Tidak ada bunyi tersambung namun saat Jeongwoo hendak meletakkan kembali gagang telepon itu, sebuah suara mengejutkannya.

"This is 119, What is your name?"

Ada keterkejutan yang menjalar. Degup jantung milik Jeongwoo berpacu keras seolah telah menyelesaikan perlombaan lari maraton.

Dengan gemetar di bibir yang berusaha ditahan, Jeongwoo berujar dengan berani. "Park Jeongwoo." Menyebutkan namanya meski tangan yang bersembunyi dibalik kantung jaketnya tengah mengepal kuat sebagIai pelampiasan rasa takut yang tiba-tiba menyerang.

"Seorang anak yatim piatu yang pernah tercatat dalam daftar kriminal negara."

Sekali lagi keterkejutan menyerang. Ucapan orang itu benar adanya. Semua yang disebutkan tentang dirinya memang benar.

"Ya."

"You wanna go to heaven?"

"No. I wanna go to hell." Kekehan menjadi balasan. Sosok diseberang sana seolah mengoloknya.

"What kind of game do you want to play?"

"Apapun."

"Okay, see you soon."

Dengan itu, panggilan terputus. Tidak menyisakan suara apapun kecuali hening. Meletakkan kembali gagang berkarat itu ke tempatnya, Jeongwoo menundukkan kepala. Ketakutan pasti ada dalam dirinya meski dengan yakin ingin sekali musnah dari peradaban manusia yang menjengkelkan.

Keluar dari kotak kaca itu, Jeongwoo menyeret langkah untuk kembali pulang. Suara dari perutnya yang melolong kelaparan tidak lagi menjadi beban.

Meski begitu, Jeongwoo tersenyum. Membayangkan pada akhirnya ia akan dibebaskan dari segala beban dunia yang kejam.

119 [Hajeongwoo] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang