Angkasa mengangguk pelan. "Jangan panggil saya Pak, saya bukan Bapak kamu," balas Angkasa datar.

"Eh ... oke deh, O-om." Bibir Luka terasa kaku saat mengucap kata Om.

Ekspresi wajah Angkasa tidak berubah, tetap datar. "Om? Itu terdengar seperti konotasi yang tidak baik," ujar Angkasa datar.

"Terus mau dipanggil apa, Bapak salah Om juga nggak mau. Dasar orang tua!" gerutu Luka dalam hati.

"Terus ... saya harus panggil apa?" tanya Luka berusaha sabar.

"Terserah," jawab Angkasa.

Sudah cukup kesabaran Luka habis ia tidak akan mengajak orang tua di sampingnya ini bicara lagi. Sepuluh menit kemudian akhirnya mobil Angkasa berhenti. "Makasih Om." Luka segera keluar dari mobil angkasa tanpa menunggu balasan darinya.

Angkasa tidak membalas ucapan gadis itu karena ia sudah menjauh dari mobil Angkasa. "How cute," ucap Angkasa sambil melihat pungung mungil Luka. Ia tahu gadis itu kesal karena tingkahnya barusan.

***

Orion sampai di markas Slytherin setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih duapuluh menit dari rumah sakit. Orion turun dari motor sambil melepas helmnya serta merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. Kondisi depan markas mereka porak-poranda, sofa terbalik meja hancur beberapa pot bunga juga pecah serta dilantai dengan ubin putih itu berserakan tanah dan batu. Orion berlari masuk. Markas mereka adalah sebuah rumah semi modern dengan dua lantai, di mana anggota Slytherin berkumpul di sini.

Fano, Fino, Arkan, dan Elang terduduk disofa sambil meringis menahan sakit. "Aah sial!" umpat Fano.

"Bos," ucap Arkan menatap Orion.

"Siapa?" Suara Orion terdengar sangat dingin dan menyeramkan. Hening tidak ada yang menjawab.

"GUE TANYA SIAPA YANG NGELAKUIN INI!" teriak Orion murka.

"Ta-tadi ada 5 orang misterius nyerang markas," terang Fino sambil menekan luka disudut bibirnya yang terasa perih ketika ia berbicara.

Orion melihat kondisi rumah mereka, hancur bagai kapal pecah, kakinya tidak sengaja menginjak sesuatu. Orion segera mengambilnya. Sebuah koin berlogo singa dan perisai.

Orion segera keluar. "Susulin," ucap Arkan bangkit dari duduknya lalu berlari keluar. Dilihatnya Orion sudah melaju kencang. Mereka berempat bergegas menaiki motor masing-masing untuk menyusul Orion.

Tak butuh waktu lama Orion sampai di depan markan Gryffindor. Markas Gryffindor terlihat seperti rumah kosong di depan ada beberapa anggota mereka sedang main kartu. Salah satu dari mereka melihat Orion. "Woii tuh," tunjuk anggota Gryffindor menyenggol lengan temannya.

Dari arah pintu keluar sang ketua yang tak lain adalah Axel disusul beberapa anggota inti mereka di belakang Axel.

Prok prok prok

Dengan wajah songong sambil bertepuk tangan Axel menyambut kedatangan Orion. "Ada apa gerangan yang mulia Orion sudi datang ke markas kami yang kumuh ini?" ucap Axel dengan seringaiannya tanda mengejek.

"Nggak usah banyak bacot, apa maksud lo nyerang markas gue?" tanya Orion emosi, sorot matanya tajam menghunus Axel.

Elang dan yang lainnya baru saja tiba di depan markas Gryffindor, mereka segera berdiri di belakang Orion setelah turun dari motor masing-masing.

"Kapan gue nyerang markas lo?" tanya Axel heran.

"Nggak usah ngeles!" gertak Orion.

"Benar kata Bos, nggak usah ngeles lo," sela Arkan.

"Liat gue sama yang lain babak belur dikeroyok sama anak Gryffindor," lanjut Arkan menatap sekilas ketiga temannya.

"Beraninya nyerang tiba-tiba, pengecut!" ucap Fino menatap nyalang ke arah Axel serta anggota Gryffindor yang berdiri di belakang Axel.

"Kalian aja yang lemah. Denger, Gryffindor nggak nyerang markas Slytherin," elak Damian anggota inti Gryffindor.

"Maling mana ada yang mau ngaku," balas Fano.

Orion melempar bukti yang ia temukan ke depan Axel, koin itu tepat berhenti di bawah kaki Axel. Damian meraih dan memperhatikan koin tersebut. "Ini doang," ucap Damian sambil menahan tawa.

"Logonya memang mirip geng kita, tapi anak Gryffindor nggak ada yang punya koin begini. Kami cukup dikenal dari jaket," jelas Damian menatap Orion remeh.

"Lihat, udah jelas kan?" Axel mengangkat satu alisnya.

"Kalau lo mau bertarung sekarang gue jabanin," lanjut Axel sinis sambil tersenyum miring.

Tangan Orion mengepal kuat. Dengan banyaknya anggota Gryffindor saat ini ia akan kalah bertarung. Orion harus berpikir rasional apalagi kondisi teman-temannya masih lemah. Lima lawan puluhan orang, jelas dari jumlah mereka kalah telak.

"Ah iya ... karena lo udah datang bagaimana kalau kita ngopi?" tawar Axel sambil tersenyum mengejek.

Axel memijat pangkal hidungnya, melirik Orion yang terlihat menahan emosi. "Hm... gue ngerti. Gimana kalau nanti malam kita balapan, kalau gue menang cewe lo jadi milik gue," lanjut Axel menatap Orion.

"Maksud lo?" tanya Orion bingung.

"Cewe yang kena tembak waktu itu. Kalau gue menang dia jadi milik gue," balas Axel.

"Luka." Orion bergumam.

"Lo kira cewe itu barang, main lo jadiin taruhan aja," timpal Fano.

"Tutup mulut bau lo itu, bilang aja Bos lo takut kalah," balas Damian.

"Oke." Orion menjawab santai, lagipula Luka bukan ceweknya terserah Axel mau gadis itu atau tidak.

"Cabut." Orion mengajak teman-temannya untuk pergi.

"Jam sembilan di arena, kalau lo nggak datang lo banci," teriak Axel sambil tertawa melihat kepergian Orion dan teman-temannya.

"Jam sembilan di arena, kalau lo nggak datang lo banci," teriak Axel sambil tertawa melihat kepergian Orion dan teman-temannya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Shipper Luka & Angkasa→

Shipper Luka & Orion→

About Everything [END]Where stories live. Discover now