Dandelion 55

37 13 4
                                    

Dara terbangun saat sadar ada di kamarnya yang berada di rumah Alex. Cermin di sebelah nakas membuat Dara tau jika dia terlalu banyak menangis hingga kedua mata indah itu sembab. Seingatnya dia masih di rumah sakit kemarin malam, dan bisa dia tebak bahwa seseorang membawanya kemari saat pingsan akibat kelelahan.

Tatapannya jatuh pada semangkuk sup, dan nasi hangat yang ada di atas meja. Baunya menyeruak begitu Dara mendekat, tapi wajah sang nenek kembali teringat di dalam kepala. Dia segera mengkesampingkan keinginan untuk menikmati makanan yang sudah dibuatkan.

Dara beranjak dari dalam kamar, lalu langkah kakinya tertahan saat melihat Alex ada di depan kamar dengan segelas teh hangat yang sengaja dia bawakan untuknya.

"Mau kemana kau?" tanya Alex saat matanya mendapati Gadis itu keluar dari kamar dengan wajah berantakan.

"Rumah sakit."

Alex menggeleng dengan sorot mata tajam. Tatapannya tidak melembut pada Dara kali ini, sebagai seorang kakak dirinya memang harus mengekangnya mulai sekarang untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan terjadi.

"Ibuku sudah ada di sana, tenang saja," ucap Alex berusaha menenangkan.

"Tapi Alex." Dara berusaha melewatinya. Namun, dengan cepat tangan Alex mencekalnya agar tidak melarikan diri ke rumah sakit. "Alex lepas!"

"Dara dengar, kondisimu saat ini juga menghkhawatirkan dengan adanya dirimu di sana tidak membuat semuanya bertambah baik!" jelasnya dengan suara mengelegar.

Mata Dara mulai basah. Bulir air mata itu jatuh menuruni kedua pipinya. "Lepas Alex kumohon."

Ri El yang mendengar suara tangis sahabatnya segera naik ke atas, kemudian memukul cekalan yang Alex berikan di lengan Dara. Direngkuh tubuh Gadis itu dengan erat, dia tau betul segala perjuangan yang sahabatnya lakukan sudah berat selama ini.

Air matanya tumpah melihat tubuh ringkih sahabatnya yang mencoba lolos dari cekalan Alex. Dia segera berlari mendekat. "Dara tenanglah sayang, aku di sini percaya padaku nenek pasti baik-baik saja di sana bersama Sheon Oemma, jadi jangan khawatir ya."

"Tapi Ri El, aku harus ke sana untuk menjenguknya!" Suara isak tangisnya semakin pecah di dalam dekapan Ri El.

"Iya, setelah ini kita akan pergi ke rumah sakit untuk menjenguknya. Oleh karena itu, sebaiknya kau tidur dahulu agar tidak pingsan lagi, ya." Diusap kepalanya beberapa kali penuh kasih sayang, dia bahkan tidak dapat berhenti melakukan itu. Rasanya dunia tidak adil memberinya beban hidup seberat ini pada Dara.

Ri El menoleh saat Alex kembali masuk ke dalam kamar dengan segelas air dan juga kain putih untuk mengkompres dahi Dara yang kini mulai menghangat dari kemarin malam.

"Keluarlah!" titah Ri El setelah Alex meletakkan gelas itu di atas meja.

Alex mengeryit. "Kenapa aku tidak boleh ada di sini bersamanya?"

Ri El mendelik. "Kau hanya bisa membuatnya menangis, kau tau itu!" desisnya dengan geram seraya bangkit dari duduk.

Mata mereka berdua saling menatap satu sama lain. Alex tidak terima dengan kalimat yang Ri El lontarkan padanya. Seolah-olah kekasihnya itu tau semua hal tentang Dara dibandingkan dengannya.

Alex menganguk. "Baik, aku keluar kali ini." Dia mencoba mengalah pada Ri El dari pada harus bersawala dan membuat kamar jadi riuh, langkahnya tertahan di depan pintu. "Aku tidak akan pernah menang jika berdebat denganmu," ucapnya mengingat perdebatan yang pernah dia lakukan bersama.

***

Ting

Ri El menoleh saat pintu kaca itu buka oleh empat orang Gadis yang sekarang sudah duduk di tempat biasa, seorang Gadis mendekat ke meja kasir.

Dandeliar ✔Where stories live. Discover now