Dandelion 41

14 21 1
                                    

Senyuman di wajah Dara memudar saat dia tidak sengaja bertemu denganKian di dalam perpustakaan. Pertanyaan aneh seketika bermunculan di dalam kepala, sebab Dara pikir orang seperti Kian tidak akan pernah menginjakkan kaki di tempat ini. Rasa geram di dalam hatinya kembali datang memenuhi dada, padahal beberapa hari yang lalu Dara merindukan kehadiran Kian, tapi sekarang dia justru malas untuk melihat wajah tampan itu.

"Kian?" ucap Dara tidak percaya seraya bangkit, sementara lawan bicaranya membisu dengan tubuh kaku bak telah disihir menjadi batu. Dirinya bukanlah medusa, tapi pupil Kian melebar begitu cepat bahkan Dara sadar akan hal itu sebelum dirinya sadar.

Kian tersadar, lalu menggeleng pelan berusaha terlihat tidak gugup di depannya. Dia tau itu memalukan, tapi dia tidak dapat menangkal getaran di dada saat bersengama dengan Dara.

"Dara? Kenapa kau ada di sini?" tanya Kian membuat Dara memutar bola matanya dengan malas.

"Untuk mengajari seseorang," jawab Dara seadanya.  Dia tau Kian mungkin saja tidak puas dengan jawaban yang dia berikan, tapi dia sungguh bosan. Jika bukan, karena harus mengajari seseorang Dara pasti sudah memilih kabur dari sana.

Terkejut bukan main Kian mendengarnya, dia meneguk ludahnya kasar. Sepertinya dia akan punya kesempatan lebih banyak bersama Dara dengan begini. "Tunggu apa buk Chaensol yang menyuruhmu kemari?" tanya Kian penasaran.

"Bagaimana kau bisa tau?" Mata Dara menyipit, dia bertanya-tanya sekarang.

Kian menarik simpul tipis. Dirinya merasa senang, sebab Dara akan mengajarinya selama empat puluh menit di dalam perpustakaan. Kian segera mendudukan diri di depan Dara, seakan kursi kosong di sana memang telah disediakan untuknya.

"Ayo segera dimulai!"

Dara mengeryit dengan tangan terlipat. "Kenapa kau duduk di sana?"

Kian mengeluarkan alat tulisnya, bersiap dengan materi yang akan Dara berikan, meskipun dia mungkin tidak akan mengerti nanti yang penting dia hadir saat ini.

"Apa lagi? Tentu saja belajar."

Mata Dara membulat sempurna, dia sadar siapa murid yang akan dia ajari sekarang. "Jadi kau murid itu? Ya ampun!"

'Astaga aku akan habis kali ini!' batin Dara geram, lalu ikut mendudukan diri.

Malaikat maut itu menatap Dara penuh antusias, bahkan dia tidak pernah seantusias ini sebelumnya. Matematika bukanlah pelajaran yang dia sukai, mungkin dia bisa merubah hal itu jika Dara yang mengajarinya.

"Jadi dari mana kita harus mulai?" tanya Kian dengan senyum lebar yang Dara pikir adalah sebuah ledekkan, pena sudah dia gengam sejak tadi di tangan kanannya dengan lebaran kertas putih yang siap mencatat.

Dara mengerutkan dahi dengan tatapan tidak senang, berusaha membuat Kian sadar bahwa sekarang bukan saatnya main-main.

"Kita akan serius jadi kumohon jangan bercanda. Aku berikan kau satu soal dan kerjakan itu dengan baik!" pinta Dara, lalu segera merebut pena dan buku dari tangan Kian. Ditulis sebuah soal di lembaran kertas putih. Setelahnya Dara mengembalikan pena serta kertas pada Kian.

Kian terpaku, dia berusaha berfikir untuk menjawab satu soal itu dengan benar. Kian dengan ragu melirik ke arah Dara. Namun, tidak ada respon dari Gadis itu, Dara justru membuka ponselnya untuk melihat jam. Beberapa menit kemudian Dara menarik nafas panjang saat dirasa jengah, lalu menyingkir untuk mencari novel yang akan dia baca.

"Mau ke mana?" tanya Kian tiba-tiba.

Dara menoleh sekilas. "Mencari sesuatu untukku baca, sebab menunggumu selesai mengerjakan soal itu sangat membosankan." Dara beranjak menelusuri susunan rak-rak yang ada di dalam perpustakaan. Membawa sebuah novel yang telah dia dapat untuk dibaca, kemudian kembali mendudukan diri.

Dandeliar ✔Kde žijí příběhy. Začni objevovat