Dandelion 3

62 41 9
                                    

"Minggir-minggir!" pekik Ri El pada semua murid yang berkumpul menutupi jalan. Dilirik seorang gadis yang dia kenal yang sedang menatap Kian penuh sesal.

Ri El menerobos masuk ke dalam kerumunan dengan tubuh mungilnya.

Dara spontan mengelap kemeja Pria itu dengan tisu yang ada di saku celana. Bukan hal baik yang didapatkan Dara justru mendapat sebuah dorongan keras dari sang pemilik kemeja. Dia hampir terjatuh. Namun, ditahan oleh seseorang dari belakang. Ri El maju menghalangi Kian yang ingin mendekat pada Dara.

"Kian maafkan di-" Kalimat Ri El tertahan ketika Kian memberi isyarat untuk diam dengan jari telunjuknya. Mijoo tersenyum sinis pada mereka, Dara sempat mengeryit heran dibuatnya. Sementara salah seorang lagi menatap Dara tanpa ekspresi.

"Apa kau tidak punya mata?" tanya Kian. Dia bersikap tenang di depan Dara. Namun, sorot matanya menunjukkan hal sebaliknya.

Seperti akan terjadi pertumpahan darah, atmosphere di sekitar Dara rasanya berubah, terlebih dengan puluhan pasang mata yang sedang memperhatikannya. Ri El terdiam, tubuhnya begetar dia takut sahabatnya itu akan celaka sebentar lagi. "Kian kumohon maafkan dia. Dia tidak sengaja-"

"Kubilang diam!" pekik Kian pada Ri El dengan murka. Mulut Ri El mengatup saat itu juga.

Kian melepaskan jasnya dengan kasar, lalu membuangnya kesembarang arah membuat beberapa gadis segera berlari untuk memperebutkan benda itu. Dara bergeming beberapa kali dia meneguk ludahnya kasar, peluh mengalir begitu saja dari dahi. Dia tidak pernah menyangka akan jadi seperti ini pada akhirnya.

"Bicara," titah Kian pada Dara dengan malas. Dara menghirup nafas panjanng, berusaha membuat dirinya tenang. Degup jantungnya berpacu tidak karuan saat ditatap Pria bermanik mata biru di depannya.

"Maafkan aku, aku akan cuci bajumu sebagai gantinya!" usul Dara seraya membungkuk beberapa kali berharap Kian akan terbujuk oleh tawaran yang dia berikan.

Kian berdecih tidak percaya. "Cuci? Harusnya lain kali kau gunakan matamu itu dengan benar. Bahkan dengan semua uangmu pun tidak akan cukup untuk membeli satu buah kemeja seperti ini, kau paham?" makinya pada Dara, sementara kedua teman Kian terkekeh, karena ucapannya.

"Bagaimana caranya agar kau mau memaafkanku?" tanya Dara terbata, lidahnya keluh. Sesuatu dalam diri Kian berhasil membuat dia seakan terhipnotis. Bahkan saat mengucapkan sepenggal kalimat tadi sangat sulit baginya.

Kian berjalan memutarinya dan berhenti di depan Dara. Dpigulung lengan kemejanya dengan santai, lalu Kian menelengkan kepala ke kanan dan kiri beberapa kali seolah bersiap untuk sebuah pertandingan. Dara menatapnya tanpa berkedip merasa tau apa yang akan malaikat maut itu lakukan padanya, mungkin inilah alasan kenapa semua orang di Dongtan memangilnya dengan julukan menakutkan itu.

"Apa yang akan kau lakukan?" tanya Ri El panik.

Kian menoleh dan menyeringai padanya. "Memberinya pelajaran, sepertinya akan bagus jika ada beberapa lebam di wajahnya!" ungkap Kian yang sekarang terlihat seperti seorang pembunuh. Dia maju mendekat ke arah Dara.

"Baiklah jika itu bisa membuatmu memaafkanku!" cicit Dara pada Pria di depannya.

Dara tidak siap dengan apa yang akan Kian lakukan padanya, tangan Dara mengepal takut, lengkungan di bibirnya tertarik ke bawah dan digigit erat. Dia bersiap dengan rasa sakit yang dapat dibayangkan. Dara menghirup nafas panjang berharap dengan melakukan hal itu dapat mengurangi rasa sakit yang akan didapat. Kepalan tangan Kian melayang di udara menuju ke arah wajahnya, Kian tidak main-main.

Dara memincing sejenak, lalu menahan deru nafas berharap rasa sakitnya tidak seburuk apa yang dia bayangkan. Namun, dia tidak merasakan apapun setelahnya dan itu memaksanya untuk membuka mata perlahan. Dia mendapati pungung seorang Pria yang berdiri di hadapannya, membentang menutupinya.

Dandeliar ✔Where stories live. Discover now