Dandelion 9

36 35 1
                                    

Dara membuka pintu rumahnya dan mendapati Alex yang sedang duduk di sana, mengobrol santai dengan sang Nenek. Beberapa kali dia mendengar mereka tertawa renyah, karena lelucon yang dibuat oleh sang Nenek. Dara bergeming tidak ingin merusak suasana manis yang tercipta di antara mereka mengingat dirinya yang tidak pandai membuat lelucon. Dia jarang sekali melihat sang Nenek tertawa lepas seperti ini saat bersamanya. Dara menarik simpul tipis melihat senyuman milik sang Nenek tertoreh di wajah. Dara hanya takut akan satu hal, suatu hari dia akan merindukan senyuman Neneknya.

Tidak lama mereka berdua menoleh merasa ada yang memperhatikan, membuat Dara berucap detik itu juga, "Alex, apa yang kau lakukan disini?"

Ruang itu lengang selama beberapa detik saat Alex memilih diam untuk berfikir. "Menunggumu, memangnya untuk apa lagi aku disini?" ungkap Alex jujur.

Dara segera masuk ke dalam kamar untuk mengganti pakaian. Alex beranjak dari duduk, lalu menuju pintu keluar. Di pakainya sepatu pantofel hitam miliknya dan bersiap menunggu gadis nakal keluar dari kamarnya. Nenek Dara mengekori Alex dan bergeming di depan pintu.

"Sudah?" tanya Alex memastikan membuat Dara menganguk beberapa kali.

"Kamu tidak mau makan dulu?" tanya sang Nenek menyarankan.

"Aku akan makan di luar saja nanti, Nek!" sahutnya seraya mengeleng pelan, lalu mencium pipi sang Nenek. Alex tersenyum melihatnya, tidak mau kalah dia memilih mencium pipi sang Nenek.

Dara cemburu dengan hal yang baru saja Alex lakukan memilih menyikut perut Alex dengan keras.

"Aww!" ringisan keras keluar dari mulut Pria di sebelah Dara. Pria bermata zamrud itu balik mendorong Dara agar menyingkir.

"Ishhh!" desis Dara seraya mendelik kesal.

"Apa!" balas Alex tidak mau kalah mencoba menyamakan lebar matanya dengan Gadis di sebelahnya.

Alex dan Dara sudah seperti saudara kandung. Mereka sangat dekat satu sama lain meskipun terpaut usia yang cukup jauh. Alex juga sering mencium pipi Nenek Dara, sebab nenek kandungnya sudah lama meninggal, sebelum Alex terlahir ke dunia. Semenjak mereka berdua dekat beberapa tahun silam, Alex jadi sering main ke rumah Dara, bahkan jika ada waktu sengang tante Sheon sering datang berkunjung untuk melihat keadaan sang Nenek.

"Kami pergi." Alex melambaikan tangan pada sang Nenek yang masih menatap mereka dari teras rumah nan mungil.

"Hati-hati di jalan!" Kalimat manis itu terlontar untuk mereka berdua, bahkan tidak pernah berubah setelah beberapa tahun berlalu.

Alex ingat betul saat itu dia berusia sepuluh tahun, tangan mungilnya menggandeng Dara untuk pergi ke sekolah. Tas merah muda, dengan gambar hello kitty adalah tas favorit Dara.

Alex menyungingkan senyum. "Coba tebak."

Dara menoleh dengan dahi berkerut. Dia bingung dengan pertanyaan Alex yang tiba-tiba. "Apa? Apa ini teka-teki?"

"Mungkin."

"Baiklah apa itu?"

"Apa warna tas yang kau gunakan pertama kali saat aku mengantarmu ke sekolah?"

Dara memutar bola matanya, mencoba berfikir. Seingatnya tas berwarna biru adalah tas pungung pertamanya. "Biru?"

"Salah!" tukas Alex dengan segera.

"Lalu?"

"Merah muda," jawab Alex merasa menang. "Bagaimana bisa kau tidak mengingatnya?"

"Baiklah aku kalah, kali ini!" Dara melirik kesal. Namun, dalam hati ikut bertanya-tanya, bagaimana bisa Alex ingat dengan hal kecil itu. "Ngomong-ngomong, bagaimana kau bisa mengingatnya?"

Dandeliar ✔Where stories live. Discover now