Dandelion 42

17 22 1
                                    

"Ada apa?" tanya Kian dengan bibir mengulas senyum, dia sadar bahwa Gadis di sampingnya sedang memperhatikan sejak tadi. "Apa kau terpesona akan ketampananku?"

"Aku?" Tunjuknya seraya terkekeh geli. "Yang benar saja," jawab Dara ketus. Dia tidak terbawa pada lelucon yang Kian buat.

Kian kembali melirik saat ruang mobil itu lengang. Tidak ada suara yang terdengar darinya, atau pun Dara keduanya sama-sama memilih diam, hingga akhirnya Kian yang jenuh segera bertanya pada Dara.

"Berapa pekerjaan paruh waktu yang kau ambil?" Kian mencoba mencairkan suasana.

Dara melirik sinis, pikirnya sejak kapan seorang Kian bertanya hal seperti ini padanya. Terdengar aneh dan menggelikan baginya. Kian bukan hanya berubah, tapi dia juga menjadi sedikit konyol.  "Kenapa kau begitu perduli? Apa kau ingin membantu keuangan keluargaku?"

Kian terkekeh mendengar jawaban darinya. "Ya, aku bisa jika kau mau."

Mata Dara mendelik tidak menyangka, dia jelas terkejut meskipun itu hanya bualan. Namun, tetap saja itu terdengar aneh di telinganya.

"Tidak perlu." Dara hanya menahan rasa kesal yang sudah terkumpul di dalam dada, setelah tadi memaksa Dara untuk diantar ke tempat kerja kini Kian melakukan hal lain yang membuat Dara meradang. Laju mobil itu sama sekali tidak ada bedanya dengan sepedah, bahkan saat Dara mencoba melirik dari sebrang kursi kemudi, kecepatan yang terlihat di speedometer itu hanya berada di angka empat puluh. "Bisakah kau tambah kecepatan mobilmu? Seingatku kau bilang bahwa dirimu pernah balapan liar, bukankah ini terlalu lambat untuk seorang mantan pembalap?" ungkap Dara mencoba meledek, dia berkali-kali melihat jam di ponselnya.

Bibir Kian mengulas senyum, dia memang sengaja ingin membuat Dara marah dengan memelankan laju mobil.

"Jika aku tidak mau, kau mau apa?" tantang Kian dengan kekehan.

Dara mengeleng pelan. Habis sudah kesabarannya menghadapi Kian. Dibuka pintu mobil Kian, membuat dirinya terkejut bukan main melihat apa yang Dara lakukan.

"Apa yang ingin kau perbuat?" pekik Kian seraya menarik pintu itu kembali untuk menutup dengan susah payah, sebab Dara menghalanginya. Mobil Kian mengerem dengan kencang hingga suara gesekan ban dengan jalan terdengar jelas di telinga mereka. Dara yang belum mengenakan sabuk pengaman terbang ke pangkuan Kian, leher Gadis itu bahkan tidak sengaja tercium oleh bibirnya.

Kian mendelik. "Apa kau sudah gila?"

Dara terdiam tanpa merasa bersalah. "Jika kau ingin kita masuk rumah sakit, lupakan. Aku akan beritau padamu satu hal, rasanya tidak enak sama sekali!" Jantung Kian masih berpacu dengan keras, hampir saja mereka menabrak pembatas jalan. Dara benar-benar sesuatu yang lain untuknya sekarang.

Mata Kian membulat sempurna, karena kaget. Baru beberapa hari dia sembuh dari perawatan di rumah sakit, kini Dara ingin mengirimnya kembali ke tempat mengerikan itu. "Kau ini benar-benar!"

Dara melirik dengan ekor matanya. Lengan lentik itu terlipat di dada. Dia sungguh tidak perduli dengan hal nekat yang dia lakukan, lagi pula Kian lah yang dengan sengaja memancingnya agar melakukan hal tersebut.

"Bisakah kita kembali jalan? Aku bisa terlambat jika mobilmu masih berhenti seperti ini!" ucap Dara acuh.

Kian menggeleng pelan, sekarang keadaan justru berbalik. Dia lah yang harus sabar menghadapi Dara, menggodanya berarti dia siap untuk mengantarkan nyawa kepada sang pencipta. Diijak pedal itu perlahan menyusuri jalan, kali ini Kian membawa mobilnya lebih lambat dari sebelumnya.

Dara berdecih dari sebrang. "Aku bisa terlambat jika kau mengemudikan mobilmu dengan pelan seperti ini, lebih baik aku naik angkutan umum saja tadi!" sesal Dara, mungkin dia akan lebih dulu sampai ke tempat kerja jika dia berangkat menggunakan transportasi umum.

Dandeliar ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang