Dandelion 34

19 19 0
                                    

"Sial!" pekiknya.

Kian memukul keras stir kemudi beberapa kali setelah mengumpat.

Ditatap kedua insan yang tengah bersengama di pinggir jalan dekat halte bus. Dia yakin dirinya tidak cemburu, tetapi kenapa rasanya benar-benar sakit. Hatinya terasa hancur, terlebih setelah Dara menyentuh wajah Won dengan lembut, dia tau tatapan yang Dara berikan pada Won bukanlah tatapan biasa.

"Aku tidak cemburu," sangkalnya berkali-kali berusaha meyakinkan diri bahwa rasa sesak di dadanya adalah emosi sesaat yang bisa datang kapan saja. "Cih, kenapa aku bisa terlambat?" sesal Kian padahal dia sudah bersiap sejak tadi.

Ternyata dirinya juga berniat menjemput Dara malam ini dan itu dia lakukan dengan persiapan matang. Namun, tanpa diduga, Won sudah lebih dulu sampai dibandingkan dengannya, sociopath itu seperti cenayang yang selalu ada selangkah di depan Kian.

Tangan Kian kembali mengepal saat Won dan Dara masuk ke dalam mobil. Kian tertahan saat ingin menginjak pedal mobil. Namun, dia harus mengalah dengan ego di dalam hati kali ini, sebab dia sendiri belum mengetahui tempat tinggal Dara.

Mobil Won melaju perlahan di tengah dinginnya malam. Kian dengan sabar membuntuti mereka meskipun butiran salju telah menutupi sebagian kaca mobil, tapi dia tidak segera membersihkannya, kedua manik mata biru itu fokus pada mobil yang ada di depan, tidak ingin kehilangan harapan. Jujur dia belum pernah melakukan hal ini seumur hidup dan sekarang Kian tau alasan mengapa seseorang dapat bunuh diri, karena patah hati.

Tidak lama mereka berhenti di sebuah rumah tua yang tampak sangat sederhana dengan halaman depan yang tidak begitu luas. Ada seorang wanita tua di sana, bergeming di ambang pintu, menunggu kedatangan seseorang. Jaket berwarna merah muda yang dia kenakan untuk menangkal udara dingin.

"Siapa dia? Apa itu ... neneknya?" terka Kian. Matanya menyipit tidak berusaha melewatkan satu momenpun dengan begitu dia dapat tau lebih banyak tentang Dara, mungkin esok hari dirinya dapat menang dari Won secara telak.

Cukup lama mereka berbicara di depan rumah, hingga Kian merasa tubuhnya beku karena udara dingin. Rasanya kabut semakin pekat malam ini, diikuti dengan butiran salju yang kini telah menebal. Hati Kian kembali memanas kala Won masuk ke dalam rumah Dara setelah mengunci mobilnya, sociopath itu jelas akan menginap di rumah Dara malam ini.

"Sial-sial!" umpat Kian yang meradang saat tau hal itu. Dia tidak henti-hentinya memaki dirinya sendiri, dia berhenti tidak lama setelahnya setelah matanya melihat ke arah kaca yang berada di tengah mobil. Dalam hati berusaha menghibur diri, dia yakin akan dapat kesempatan untuk menginap di rumah Dara seperti yang dilakukan Won.

Mobilnya melesat meninggalkan jalanan di depan rumah Dara. Jalanan kota Hwaseong cukup sepi malam itu, mobil Kian melaju layaknya angin, kecepatannya bertambah seiring ijakkan pedal di kaki bersamaan dengan amarah yang menguasainya. Dia tidak tau kemana mobil itu akan membawanya pergi. Namun, yang jelas dia berhenti tepat di depan sebuah bar yang ada di tengah pusat kota.

Lampu neon yang menempel pada papan nama club malam itu terlihat menenangkan hati Kian. Dia berdecih, berusaha mengatur deru nafas yang tidak beraturan, masih penuh dada itu rasanya oleh amarah.

Kedua kaki itu berpijak gagah bersiap untuk masuk ke dalam bar. Kian melangkah dengan cepat tidak membiarkan dirinya kalut oleh rasa kesal, dada itu masih berdebar saat mengingat Dara, tiba-tiba saja tanganya kembali mengeras.

"Huh, apa-apaan dia?" gumam Kian aneh, sedetik kemudian dia sadar bahwa dirinya sama sekali tidak punya hak atas Dara. Gadis itu bukan miliknya dan dia sadar akan hal itu. "Mengekang seseorang yang tidak memiliki hubungan dan status yang jelas dengamu adalah sebuah kejahatan. Tapi kenapa? Kenapa harus malam ini? Sial," umpat Kian.

Dandeliar ✔Where stories live. Discover now