Dandelion 37

15 19 2
                                    

"Won, tunggu!" ucap Kian dengan tenggorokan yang terasa tercekat.

Daun pintu yang setengah terbuka itu tertahan setelah Kian berhasil menahan laju langkah kaki Won, suara milik Kian terdengar lebih berat dari biasanya. Won terpaku, dalam hati ikut bertanya-tanya kenapa Kian menahannya saat ingin pergi, apakah hal yang ingin Kian katakan begitu penting?

"Ada apa?" sahut Won.

Dia menunggu dengan sabar, pasalnya Kian memilih bungkam beberapa detik saat kebimbangan melanda hatinya.

"Aku-" Bukan hal yang mudah baginya untuk menyatakan perasaan pada seseorang. Jika Seojin akan dengan mudah memacari seorang gadis yang telah menyatakan perasaan cinta, Kian berbeda, meskipun dirinya akan tersenyum dan berkedip genit pada mereka, itu adalah hal biasa baginya. Tidak ada yang berarti untuk kedipan atau tatapan. "Juga menyukainya!"

Won mengelengkan kepalanya, terkejut saat mendengar pengakuannya yang tiba-tiba. "Apa? Maaf mungkin aku salah dengar tadi."

Mata Kian tidak berkedip, dia berkata dengan yakin setelah mengumpulkan keberanian. "Tidak. Kau tidak salah dengar, sebab aku juga menaruh rasa padanya!" ungkap Kian dengan wajah tertunduk setelahnya.

"Hahaha, kalau begitu bagus!" Kian mendongak dengan alis berkerut. Dia tidak mengerti kenapa sociopath itu justru tertawa saat mendengar pengakuannya, apakah itu terdengar lucu baginya?

"Kenapa kau tertawa?" tanya Kian aneh dia tidak senang melihat tawa sociopath itu meskipun dia tidak pernah sekali pun melihat Won tertawa, hal yang dia harapkan dari dulu kini menjadi hal yang paling tidak dia inginkan. Cukup menggelikan mungkin, mengingat dirinya adalah manusia yang labil.

Won tersenyum senang. "Ya dengan begitu kau tidak akan pernah menyakitinya lagi! Jadi aku juga tidak perlu khawatir."

"Sialan!" umpat Kian berfikir apakah dia sekejam itu pada Dara selama ini. Sampai-sampai Won dengan mudah mengucapkan rasa syukur saat tau bahwa Kian juga menyukainya.

"Baik kita adakan taruhan saja? Siapa yang dapat mendekati Dara tanpa dipaksa, dia akan jadi pemenangnya." Alis Won terangkat seraya menunggu keputusan dari Kian. Dia yakin sekali jika dirinya akan menang dalam taruhan ini.

Kian terdiam mendengar taruhan yang Won berikan, itu terdengar mudah bagi Won. Namun, tidak dengannya terlebih setelah semua perlakuan buruk yang Kian lakukan pada Dara selama ini. Jelas kekalahan ada di depan mata baginya, dirinya seperti berdiri di ujung tanduk melakukan kesalahan sedikit saja bisa membuat gadis itu enggan bicara dengannya.

"Bagaimana?" tanya Won lagi.

"Baik," balas Kian dengan bibir begetar, dia setuju dengan ajakkan lomba yang Won buat. Meskipun terlihat mustahil tapi dia ingin mencobanya terlebih dahulu.

Won berkacak pinggang menatap Kian dengan simpul tipis yang terlihat mengejek. "Mari dekati hatinya secara sehat, kuharap kita tidak perlu berkelahi seperti kejadian yang sudah kita lalui."

Kian terdiam bibirnya terasa keluh saat ingin membalas kalimatnya. "Aku setuju!"

"Istirahatlah, karena aku akan pergi ke tempat kerja Dara hari ini! Kuharap kau berusaha lebih keras saat mendekatinya nanti, ingat jangan memaksanya!" Won beranjak dengan kekehan kecil merasa senang dapat menggoda Kian dengan puas. "Bye, tidurlah yang nyenyak!" Lambaian tangan itu hilang dibalik pintu membuat Kian naik pitam dibuatnya.

"Wahhh," geram Kian tidak terima oleh ejekkan Won. "Hei Won tunggu!" pekik Kian kesal dengan tangan mengeras.

Ruangan lengang itu penuh oleh suara pekik yang dia buat. Kian bahkan mengacak-acak rambutnya, karena frustasi. Ajakan taruhan dari Won adalah bumerang untuk dirinya sendiri. Cepat atau lambat dia akan melihat Won menggandeng tangan Dara dengan erat, dan tertawa lepas setiap berangkat, atau pun pulang sekolah. Dia akan ada di sana, menatap mereka penuh harap dapat melihat mereka putus secepatnya, jika itu terjadi dia tidak akan sanggup untuk hidup.

Dandeliar ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang