It's That You? [epilog]

1.3K 236 91
                                    

Seminggu.

Sudah seminggu aku bertahan untuk terus ada di sini. Di pemakaman ini sendirian.

Changbin masih rajin datang membawakanku makanan, memberiku air minum, dan tak luput juga membujukku untuk kembali pulang ke rumahnya. Karena walau bagaimanapun juga aku adalah sesuatu yang diamanatkan mendiang agar dia jaga. Meski, hingga kini aku tetap teguh pada pendirianku semula; takkan pergi dan akan terus di sini sampai kapan pun juga. Sekalipun badai datang, aku akan tetap setia menemaninya.

"Sebulan ia bertahan untuk kemo, kupikir ia cukup kuat menahannya, dan memang benar. Tapi, tak kusangka ia tetap memilih pergi, Tuhan tetap memintanya untuk pulang," ujar Changbin sembari duduk di rumput tepat di sisiku dan memandang sendu pada nisan di depan kami.

"Kau teman yang baik, Bin. Terima kasih sudah mau menolongnya," jawabku pelan.

Changbin terdiam, ia tertawa kecil lalu mengusak buluku dengan tangannya sembari berkata, "sungguhan deh, Chan. Umo tak seperti dirimu yang senang menggumamkan suara-suara aneh begitu. Dan andai saja ada kursus untuk belajar bahasa anjing, aku pasti sudah ikut agar bisa berbicara denganmu."

"Hei, kau bisa bicara denganku pun belum tentu senang dengan apa yang kukatakan sekarang ini, pendek!" Aku mendengus sebal, dan ia menyenggol tubuhku dengan sikutnya.

"Jadi kau tak mau pulang, kawan?" tanyanya lagi sembari bangun dan menepuk-nepuk celananya yang kotor.

"Ya!" Aku menggonggong sekali.

"Padahal bulumu sudah lepek dan bau, kupikir sebaiknya kau mandi agar tak disangka anjing gelandangan lagi."

"Apa kau bilang?!"

Tawa Changbin terdengar renyah selama beberapa saat setelah meledekku seperti itu, lebih lagi saat melihatku yang mendengus sebal ke arahnya. Tapi setelahnya ia kembali bicara, "besok aku akan kembali. Tetap di sini dan jangan ke mana-mana, oke!"

"Iya, iya, aku tahu. Bawel sekali!"

"Baiklah, sampai jumpa."

"Hati-hati di jalan, Bin."

Selepas berkata demikian, Changbin pun pergi meninggalkanku sendirian lagi dengan nisan sayangku. Ya, sekiranya begitu, sampai seseorang yang tak kusangka-sangka kehadirannya mendadak muncul dari kejauhan dengan membawa sebuket bunga.

"PERGI!" teriakku, bahkan sebelum ia mendekat pun aku sudah menggonggonginya.

Ia-Jeongin-nampak kaget melihatku yang ternyata ada di sana. Sempat kulihat kakinya mundur selangkah sebelum kembali maju dan balas berteriak, "AKU MAU BERTEMU KAKAKKU!" Sama seperti yang biasa ia lakukan setiap kali bertemu denganku sebelumnya.

"Kakak katanya? Sungguh? Aku tak salah dengar? Tch! Setelah dia mati, baru kau menyebutnya kakakmu? Apa kau tak malu?! Kau ini, benar-benar! Aku kesal sekali melihatmu! Kenapa kau tak pergi saja? Untuk apa datang segala? Pergi, enyah dari sini!" Aku mengomel sembari menggeram agar dia segera pergi.

"Hhhh ..." Ada hembusan napas lelah yang ia keluarkan sebelum kembali berkata, "aku tahu kau pasti membenciku setelah kejadian hari itu. Tapi, percayalah, aku datang hanya untuk meminta maaf padanya."

Aku diam, tak lagi menggonggong atau melakukan hal lainnya, hanya berdiri di tengah jalan menghadangnya sembari menatap tajam.

"Kumohon, kali ini saja." Ia memandangku penuh harap, membuatku jengah dan berakhir melengos sembari mendengus sebal.

"Baiklah, sekali ini saja."

Aku tak tahu apa ia mendengar jawabanku, atau apa. Tapi setelah itu kulihat ia berjongkok di depan nisan Minho sembari meletakkan buket bunga lily yang dibawanya, dan ia memanjatkan doa.

SiberiChan ✓ [Banginho] (Sudah Dibukukan)Where stories live. Discover now