Lullaby

1K 269 20
                                    

Minho mengusap buluku sebelum membalutkan selimut bayi biru muda itu ke atas tubuhku yang sudah meringkuk di atas kasur. Ia lantas merebahkan dirinya sendiri di sebelahku dan tersenyum lembut.

Sialan! Sudah berapa kali aku mengumpat hari ini? Tapi sungguh, senyuman itu nyaris membuatku kejang-kejang dan mengeluarkan busa dari mulutku lalu membawaku seolah sedang dalam euphoria yang memabukkan.

Kalian mengerti?

Bagus jika iya, karena aku sendiri tak tahu sedang mengatakan apa. Hahaha.

"Channie," sebutnya pelan, dan aku mengangkat wajahku agar bisa memandang pernik indahnya lebih dekat. Cantik sekali.

"Apa majikanmu tidak cemas saat ini?"

Majikan? Majikan apanya? Aku tidak punya siapa-siapa. Aku ini kan anjing jalanan yang lahir di bak sampah dengan anak anjing lainnya. Aku bahkan tak punya akta kelahiran sama sekali, apalagi yang kau sebut dengan majikan?

Oke, kau majikanku sekarang. Sudah jelas, bukan?

"Jika nanti ada yang mencarimu, berjanjilah padaku untuk tidak kabur ke jalanan lagi, oke! Sebab, aku tidak mau kau terlindas mobil seperti sore tadi," katanya.

Ah, soal itu aku sebenarnya sedang sial saja. Lagipula memang siapa yang sedang kabur ke jalanan? Aku hanya berusaha menghindari dari petugas jelek yang nyaris membawaku ke penampungan.

Aku tidak mau berakhir menjadi sosis!

"Kau tahu?" Minho kali ini bertanya padaku, membuatku menurunkan kembali kepalaku dan malah menaruhnya di sisi bantal. Sedangkan Minho nampak memiringkan tubuh untuk bisa menatapku.

"Ini kali pertama aku berbicara lagi dengan sosok lain di rumah ini selain diriku sendiri," ujarnya.

Aku tak mengerti artinya, tapi aku hanya diam mendengarkan. Lebih lagi tangan mungil itu terus mengelus buluku, membuatku merasa nyaman dan sekaligus aman di sisinya.

"Aku tak pernah punya teman bicara sebelum ini selain dengan beberapa orang di luar sana. Hidupku rasanya sepi dan kosong."

Astaga, miris sekali aku mendengarnya. Tak dapat kupercaya orang semanis dia bisa merasa kesepian. Padahal secara lewat insting hewani yang kupunya, Minho ini sangat menarik jika dilihat. Siapa yang takkan memalingkan wajah untuk melihat dirinya? Hanya orang buta kurasa.

"Orang tuaku bercerai sejak aku kecil dulu. Di usiaku yang ke sembilan, Ibu menikah lagi. Tapi pernikahan itu hanya bertahan dua tahun saja, sebab ayah tiriku meniggal karena kecelakaan. Setelah sekitar empat tahun berlalu, Ibu pun menyusulnya ke pangkuan Tuhan. Aku tak tahu di mana ayah biologisku berada saat ini, karena jangankan tahu keadaannya, untuk mengingat bagaimana rupanya pun aku tak bisa."

Minho tersenyum getir, yang entah kepala terasa seperti mengoyak hatiku hanya dengan melihatnya saja.

"Aku punya saudara, tapi sejak beberapa bulan lalu ia tak lagi pulang ke rumah ini karena sesuatu. Dan aku tak tahu bagaimana nasibnya di luar sana. Kuharap dia baik-baik saja," tuturnya pelan.

Aku mengedipkan mata sesaat sebelum bangun dan menjilat wajahnya, membuatnya tertawa sesaat. Dan aku melakukan itu seraya memberitahukan walau tanpa adanya kalimat; tenanglah, aku ada di sini untukmu, kau tak sendirian lagi.

Tiba-tiba saja Minho seperti terenyak; menyadari sesuatu. "Oh? Kenapa aku jadi curhat, ya?" gumamnya.

Tidak apa, keluarkan saja. Aku senang kau mau terbuka padaku walau tentu kau tahu jika aku takkan bisa membantu. Dan andai kau tahu saja, aku juga ingin membagi kisah hidupku semasa dulu. Tapi tentu saja itu percuma sebab kau takkan bisa memahami bahasa anjing.

Minho tersenyum lagi, kali ini nampak luas dan juga tulus di bibirnya yang ranum. Ia kemudian membenarkan letak selimutku sebelum mematikan lampu tidurnya, membiarkan kegelapan seketika merayap dan menyergap kami dalam kesunyian.

"Channie," panggilnya lagi. "Kau tahu? Aku harap kau memang anjing jalanan yang tak bertuan. Sebab dengan begitu aku bisa terus membiarkanmu tinggal di sini bersamaku," katanya. Setelah berkata demikian Minho pun tertidur lelap, membiarkan suara dengkuran halus yang ia keluarkan dari mulutnya; membuat dua gigi serupa kelinci itu menyembul lucu di balik bibirnya yang ranum.

Dan aku tersentuh. Merasakan hangat menjalar di dadaku sebelum diam-diam kudekatkan wajahku untuk mengecup pipinya dan membisikan kalimat selamat tidur.

Oh, astaga. Aku mencium pipinya. HA HA HA AKU MENCIUMNYA KAWAND-KAWAND! AKU MULAI GILA SEKARANG!

HEI! KALIAN JANGAN MENGINTIP!






















HEI! KALIAN JANGAN MENGINTIP!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Aku nulis apaan ini huhu 😖

SiberiChan ✓ [Banginho] (Sudah Dibukukan)Where stories live. Discover now