Did You Hear That?

779 210 34
                                    

"Apa kamu mendengarnya?"

Umo yang sedari tadi menempel pada jeruji besi—baiklah, ini tidak terlihat seperti penjara—maksudku pada besi-besi kandang karena wajahnya aku tekan itu menggeleng kecil.

"Gak kedengeran," katanya. "Chan! Hidungku kejepit! Sakit tau, ih!" pekiknya kemudian, dan memang benar, hidungnya tersangkut di antara dua batang besi kandang.

"Ya, maap," elakku sambil melepaskan kepalanya.

"Kamu yang mau nguping, kenapa mukaku yang jadi korban?" gerutu anjing kecil ini lagi, dan aku hanya memutar mata jengah mendengar ocehannya.

"Kalau bisa kamu, kenapa harus aku?" jawabku membela. Siapa peduli jika setelah itu Umo mendengus marah? Rencanaku untuk tahu siapa sosok yang datang tadi jadi gagal karena Umo benar-benar tak bisa diandalkan. Dia terlalu lembek, tak pantas dijadikan calon anjing pelacak polisi nanti.

Percayalah, aku ingin menggigit wajahnya yang sok imut itu! Menggelikan.

"Memangnya yang tadi itu siapa?" Umo memiringkan kepalanya, mata bulat serupa kelereng itu melirik ke arah ruang tamu yang terlihat dari tempat kami berada.

"Gak tau!" Aku hanya menjawab dengan kedua bahu mengedik sekilas. Aku tak bohong, bocah bernama Jeje yang dipanggil Minho tadi baru pertama kali kulihat datang ke rumah ini.

Ya ... kalau boleh jujur, aku memang belum cukup lama tinggal dan menjadi anjing peliharaan majikan kesayanganku itu. Selain Hyunjin, si pemilik Bokkie, atau Changbin, tuannya Umo ini, dan juga Jijie si setan kayu, bocah itu baru pertama kulihat di sini.

Tapi, sepertinya ia keluarga Minho? Entahlah, ini hanya asumsiku saja karena Minho berbicara dengan mimik cukup serius walau aku tak tahu topik apa yang mereka bahas. Suaranya hanya terdengar sekilas, tak begitu jelas.

Sebenarnya aku tak peduli juga, tapi melihat wajah sedih majikanku saat bicara dan juga wajah marah dari bocah tersebut membuatku terjangkit virus Knowing Every Particular Object!

Kalian tahu itu virus apa 'kan? Kalau kata Jijie sih itu virus mematikan dari jaman now!

Oh, oke, jangan dibahas tentang omongan setan kayu kecil itu! Jangan percaya padanya, dia tukang kibul! Kalian pasti tidak percaya. Dua hari lalu tupai sinting itu pernah berkata jika akan ada meteor segede gaban yang jatuh ke bumi tadi malam. Tapi ... mana? Pokoknya kalian jangan percaya omongan Jisung, apa pun juga!

"Tapi aku cuma mau kamu pulang, Je!"

Aku berjengit kaget saat tak sengaja mendengar suara Minho berteriak kencang, kulirik Umo di sebelahku yang juga terlihat kaget sesaat.

"Mereka berkelahi?" tanya Umo.

Aku menggeleng pelan, "entahlah. Ini baru pertama kali aku mendengar ia menjerit sekencang itu," sahutku, dan si Umo mengangguk-anggukan kepalanya sesaat. "Uuhhh ... menjauh dariku! Kau bau ompol!" pekikku kemudian sambil mendorongnya menggunakan kaki; menjejaknya.

"Apa sih?! Aku cuma pipis aja!" Umo balas membentak. "Jangan berlagak kamu gak pernah ngompol, ya!" tambahnya kemudian.

"Emang gak pernah!" bantahku.

"Bohong!"

"Ngapain bohong?! Bukannya sombong, tapi asal kau tau, aku ini gak pernah ngompol apalagi di celana!" teriakku. Kesal sekali rasanya.

"Kenapa?!" pertanyaan bodoh yang jawabannya juga pasti bodoh!

"Ya, karna aku gak pernah pake celana, bodoh!"

Umo mungkin akan memukulku saat ini, wajahnya terlihat begitu marah, tapi tertahan lantaran dari arah ruang tamu terdengar suara gebrakan meja yang cukup kencang.

Aku nyaris melompat kaget, dan Umo justru kelepasan latah dengan menjerit; kolor Abin warna pinkeu!

Sungguh, aku ingin tertawa seketika tapi sayangnya tak jadi karena kulihat bocah bernama Jeje itu bangun dari sofa tempatnya duduk, ia mengatakan sesuatu pada Minho sebelum pergi sembari membanting pintu.

Nampak di kejauhan Minho tertunduk sembari menutupi wajah dengan telapak tangannya, sayup-sayup kudengar ia mengatakan sesuatu dengan suara yang lirih, entah apa. Selang beberapa menit dirasa dirinya sudah mulai tenang, Minho pun berjalan mendekatiku dan Umo, ia berjongkok sembari memaksakan senyuman pada kami.

"Ah, kalian melihat yang tadi, ya?" tanyanya. Kulihat mata itu nampak sembab, sorotnya juga meredup. Ia terkekeh pelan sembari membuka kunci pintu kandang, dan berkata, "maaf, seharusnya kalian tidak melihat bagian itu (saling berteriak), dan maaf membuat kalian terkunci di kandang ini."

"Dia siapa?" Umo bertanya, walau yang terdengar hanyalah suara gak-guk-gak-guk saja. Tapi, sama dengannya; aku pun penasaran tentang bocah tak sopan yang berteriak pada Minho tadi.

"Kalau kalian penasaran, yang tadi itu namanya Jeongin. Aku memanggilnya Jeje, dan dia adik tiriku," jawab Minho, seolah paham akan ucapan anak anjing ini.

Wajah itu terlihat sedih, tapi ia menggendong dan membawaku serta Umo ke ruang tamu, lalu menurunkan kami di sofa sembari memberi usapan lembut di pucuk kepala.

"Kalian berkelahi?" Giliran aku yang bertanya.

"Ehm ... kuharap kalian tidak penasaran kenapa aku dan dia saling berteriak tadi. Ceritanya cukup rumit, dan aku hanya bisa memberitahu kalian kalau Jeje membenciku setelah orang tua kami meninggal dunia dua tahun lalu," tutur Minho, suaranya terdengar bergetar seperti menahan tangis.

Ia kemudian memelukku dan Umo bersamaan sembari menyambungi kalimatnya, "tapi gak pa-pa, aku kan sekarang punya Channie, dan Umo juga ada di sini menemaniku. Aku gak sedih 'kok."

Percayalah, aku tahu dia berbohong mengatakan itu. Ia hanya tak ingin aku ikut merasa sedih karena melihat dirinya.

Ah, Minho yang malang. Kenapa Tuhan tak mengutukmu menjadi anjing saja agar bisa kunikahi? Kan lumayan kalau kita punya anak bareng-bareng, ya 'kan?





























 Kenapa Tuhan tak mengutukmu menjadi anjing saja agar bisa kunikahi? Kan lumayan kalau kita punya anak bareng-bareng, ya 'kan?

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kangen gak? Haha

SiberiChan ✓ [Banginho] (Sudah Dibukukan)Where stories live. Discover now