Cling.

Algea menyatu dengan liontin bulan yang selama ini Lisa kenakan di lehernya. Lisa meraba liontinnya. Bandul liontin itu bersinar kecil, bukan lagi sebuah bulan sabit dan bintang yang menyatu, melainkan sebuah bulan sabit yang ditepinya dikelilingi simbol rubah.

Lisa tertawa kecil.

"Dasar Algea! Kau rupanya tertidur," gumam Lisa.

Algea memilih liontin Lisa sebagai tempatnya ia berada.

Lisa berjalan ke arah kaca yang bergantung di dinding. Biasanya, ia tak suka berdiri di depan kaca. Namun, kini ia penasaran dengan dirinya sendiri. Pandangannya terpaku pada dirinya sendiri.

Rambut panjang yang berwarna abu-abu keperakan sudah hilang, berganti dengan warna biru yang lebih mendominasi, meski warna abu-abu itu masih ada. Rambutnya sedikit lebih bergelombang. Bahkan rambutnya berubah sebahu.

"Kenapa perubahan ini sangat terlihat jelas?" Gumam Lisa, tangannya meraih helai rambut.

"Ku harap semua orang tidak terlalu melihatku." Lisa merebakkan poni rambutnya ke depan.

Kini, ia memutuskan menuju auditorium pertama yang tengah menjadi markas Osiaw, mungkin kakaknya tengah disana melakukan tugasnya.

Lisa berjalan santai menyusuri lorong seperti biasa. Mulutnya bergeming menyanyi secarik lagu. Beberapa tatapan mata melihat ke arah Lisa, Lisa tidak tahu apa arti tatapan itu ikut menatap balik murid lain.

"Kenapa mereka melihat seperti begitu?"

Lisa memilih mengabaikan tatapan murid lain, langkah kakinya mempercepat bergerak ke arah auditorium utama.

Butuh Lima menit, akhirnya Lisa tiba di ruangan auditorium itu. Para anggota Osiaw rupanya tengah memantau semua peserta yang mengikuti ujian Osiaw. Lisa mencoba melirik mencari tim Arthur di layar hologram.

Nasnya interupsi seorang senior perempuan membuat pandangan Lisa menuju senior itu.

"Hai adik junior, apakah butuh bantuan?" Perempuan dengan surai abu-abu dikepang berjalan ke arah Lisa yang berdiri di tengah-tengah pintu.

Lisa tersenyum kikuk melihat senior itu kearahnya.

"Hai kak, hehehe Lisa mau cari Senior Rais, ada?" tanya Lisa, matanya seolah-olah menelisik tempat itu.

Senior perempuan itu bersidekap dada, "Apakah kau menyukai senior itu?" Bisiknya.

Lisa tertawa pelan.

"Tidak kak, hehehe."

"Mana mungkin aku menyukai kakakku sendiri," sambung Lisa dalam hati.

Lisa membaca name tag di rompi senior yang dihadapannya, ternyata namanya adalah Syafa, Senior Syafa.

"Hehehe, baiklah. Rais sedang memantau bersama Zard, aku panggilkan dulu ya, tunggu sebentar," pinta senior Syafa. Lisa mengangguk setuju. Dilihat dipojokkan kakaknya tengah duduk dengan tangan seolah-olah tengah menunjuk hologram bersama seorang laki-laki berkepala merah.

Lisa menduga laki-laki berkepala merah itu bukan senior yang menyebalkan, melainkan senior Zard.

Syafa menghampiri Rais yang menjelaskan beberapa hal kepada Zard.

"Is, gih dicariin sama junior, anaknya cantik kok," panggil Syafa tiba-tiba, membuat Rais menengok ke arahnya.

"Hah?"

"Tuh??"

Rais yang melihat tubuh seorang adiknya mengerutkan dahinya, dia tidak salah lihat mengenai adiknya kan? Kenapa surai nya berubah menjadi biru seperti itu? Senyum manis tersungging di bibirnya.

ELEMENTER CLUSTERSWhere stories live. Discover now